Sunday, November 6, 2011

Pertanyaan Mengenai Iman Episode 63

Antoine: Selamat datang tamu kami yang terhormat, ke episode “Pertanyaan Mengenai Iman”.  Juga selamat datang kepada tamu kami yang terhormat, Bapak Pendeta Zakaria Botros.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Terima kasih banyak.

Antoine: Kita banyak menerima surat lewat internet.  Saya ingin membacakan surat pertama dari Inas, dari Yordania.
“Kami sebagai sebuah keluarga, sangat senang dengan program ini, karena telah mengembalikan keyakinan kami dengan cara yang indah.  Kami menonton setiap episode dan tayangan ulangnya.  Saya berharap Anda sukses, berkembang, damai sejahtera, dan selamat.  Saya mendengar Anda pernah membicarakan sebuah buku berjudul “Anak-anak Ismail”.  Saya ingin mendapatkannya.  Saya berharap agar ada sebuah website dimana saya dapat bercakap-cakap langsung dengan Anda atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu, bahkan seorang pembawa pesan juga boleh.  Saya mengharapkan kemakmuran dan semua kebaikan.  Saya berharap Anda akan menjawab email saya.  Terima kasih.  Dengan hormat.” Apakah Anda ingin mengatakan sesuatu mengenai surat ini?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Kita punya banyak website.  Saya percaya tim dari program Al-Hayat telah mengirimkan jawaban kepadanya.  Kami ingin membacakan beberapa surat, oleh karena itulah kita membacakan suratnya sekarang, supaya ia yakin dan merasa senang bahwa kita menerima suratnya, tetapi ia sudah menerima jawabannya.

Antoine: Terima kasih untuk teman kita yang telah mengirimkan surat-surat mereka, dan kita akan menjawab semuanya.  Sekarang, sebuah surat lagi:  “Dalam nama Bapa, Anak, dan Ruh Allah Yang Kudus, satu Allah.  Amin.  Kepada Bapak Pendeta Zakaria Botros, Terima kasih banyak atas program Anda yang indah, yang melaluinya Anda memperkenalkan kepada orang dan memimpin mereka kepada kebenaran dan kehidupan; kepada Allah yang benar, Isa Junjungan Yang Ilahi.  Saya ingin bertanya kepada Bapak Pendeta Zakaria untuk berhati-hati terhadap orang-orang disekelilingnya dan tidak memberikan alamatnya kepada siapapun, karena saya amat sangat mencemaskan beliau.  Saya mempercayakan Anda pada perlindungan Isa Junjungan Yang Ilahi.  Saudarimu dalam Isa, Hanan.” Apa pendapat Anda mengenai surat ini?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Jika saya menjaga diri saya sendiri, kemudian apa yang akan Allah lakukan?  Allah-lah yang menjaga kita.  Menjaga kita merupakan tanggung-jawabNya.  “Aku telah menggoreskan engkau di telapak tanganKu.  Ia yang menyentuhmu, menyentuh bola mataKu.  Malaikat Allah berkemah disekitar orang yang takut akan Dia, dan menyelamatkan mereka.”  Hidup kita dijaga oleh tanganNya.  Kita selesaikan tugasNya, dan saat tugas itu sudah selesai…  Selamat jalan dan kita akan pergi ke atas.  Lebih mudah.

Antoine: Kami berterima kasih kepada seluruh teman-teman yang berdoa bagi program ini.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Saya berterima kasih kepada saudari Hanan atas perhatian dan kasihnya.

Antoine: Untuk melanjutkan pertanyaan dari episode sebelumnya … Penyelidik berkata bahwa Dr. Mohamed Imarah, di program satelit Mesir, menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda dan membicarakan salinan Al Qur’an, begitu juga bahasa asing dalam Al Qur’an.  Anda telah mulai menjawab pertanyaan pertama di episode kemarin, yaitu mengenai keanekaragaman salinan Al Qur’an.  Dapatkan Anda membahas yang kedua?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: “Mulai menjawab” artinya “memulai”!

Antoine: Ya, maafkan saya.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Beberapa orang dapat menganggap itu sebagai ’menyelesaikan’.  Ini hanyalah sebuah catatan, karena Anda berbicara bahasa Arab Lebanon.  Bicara mengenai kata-kata non-Arab, Dr. Imarah berkata bahwa bahasa Firdaus, yaitu, bahasa Nabi Adam di Firdaus, adalah bahasa Arab.  Sehingga bahasa-bahasa lainnya di dunia berasal dari bahasa Arab.  Dan itulah!  Ia menyelesaikan masalah dengan cara yang paling tidak berilmu-pengetahuan dan tidak meyakinkan.  Jika ia punya bukti-bukti, biarkan ia mengutipnya.  Biarkan ia menemukan tulisan Al Qur’an yang mengatakan bahwa bahasa Nabi Adam adalah bahasa Arab.  Tetapi apakah ada tulisan apapun dalam Al Qur’an yang menunjukkan bahwa Nabi Adam berbicara bahasa Arab?  Tidak ada.  Di Kitab Taurat?  Di Kitab Injil?  Di Kitab Suci?  Kata-katanya sendiri bukanlah bukti yang cukup.  Ia harus mengutip dari sumber-sumber utama ini.  Bahkan jika kita mengakui bahasa Allah adalah bahasa Arab, kemudian mengapa Ia membuat Kitab Taurat dalam bahasa Ibrani?  Mengapa Ia membuat Kitab Injil dalam bahasa Yunani atau Aramic?  Mengapa Ia merubah pikiranNya?  Dan bahasaNya?  Bukankah ini pertanyaan-pertanyaan yang sah?
Jadi seharusnya ini membuktikan ketidak-benaran bahasa Adam, atau bahasa Allah, untuk masalah ini, adalah Arab.  Diatas semuanya, Muhammad sendiri menyangkal bahwa Al Qur’an berbahasa asing.  Akan tetapi, kita temukan bahasa asing di dalamnya.  Contohnya, di Surat ke 16 (Al Nahl), ayat 103, dikatakan, “Kami mengetahui bahwa mereka berkata:  “Sesungguhnya Al Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”.  Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa Ajam, sedang Al Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang.”
Jadi, ia menyangkal keberadaan kata-kata asing dalam Al Qur’an.  Tetapi di episode sebelumnya kita menemukan banyak kata-kata asing.  Pertanyaannya tetap.  Apakah ada diantara para ulama yang akan menjawab?  Saya berharap mereka menunjukkan rasa hormat pada akal kita saat mereka menjawabnya.

Antoine: Terima kasih.  Dalam segala hal, kami berterima kasih atas usaha Dr. Imarah.  Kami mengharapkan lebih banyak jawaban dari para ulama dan ahli hukum yang terhormat, mengenai diskusi kita ini, untuk mendapatkan kebenaran.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Tentu saja, tentu saja.
Antoine: Dapatkah sekarang kita kembali kepada topik ajaran Kitab Suci mengenai Tritunggal dari Allah yang satu?  Kita menyentuh topik ini di episode sebelumnya dan berjanji akan melanjutkan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Ya, betul.  Kita berbicara di episode sebelumnya mengenai kepercayaan kita akan satu Allah, dan membuktikannya dengan beberapa ayat dari Kitab Suci, seperti:  “ Dengarlah, O Israel, Tuhan Allah kita, Allah adalah satu”, yang ada di Kitab Ulangan.  Isa Junjungan Yang Ilahi juga mengulangnya di Kitab Injil Markus … Hal yang sama:  “Satu Allah.” Kita katakan sebelumnya bahwa dalam Ibrani dikatakan:  “Shema Yisrael, Yahveh elohenu, Yahve ehad”, yang diterjemahkan sebagai berikut:  “ Dengarlah, O Israel, Tuhan Allah kita, Allah adalah satu.” Kita juga berkata bahwa Al Qur’an mengambil kata “ehad” – satu – dan berkata, “Qul huwa Allahu Ahad, Allahu Assamad.”

Antoine: Apa yang ahli Al Qur’an katakan mengenai arti dari “ahad” dan arti dari “assamad”?  Apa perbedaan diantara keduanya?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Mengenai “Ahad”, di Al-Mu`jam Al-Wasseet, artinya “satu”.  Sama seperti, “Wahed” artinya “satu.” Itu adalah angka pertama.  Di komentar Al-Qurtubi, ia berkata, “Al-Ahad berarti satu orang.” Akan tetapi, Ibn Katheer, menambahkan berikut ini:  “Kata ‘Ahad’ tidak jelas dan tidak dapat digunakan dalam kalimat positif.  Jika muncul di kalimat positif, kata itu harus ditiadakan.  Tetapi kata itu tidak bisa ada di kalimat positif, karena kata itu menjadi tidak jelas.” Apa arti semua itu?  Baiklah, dari sisi tata bahasa Arab, semuanya cukup jelas.  Mari kita ulang kembali.  “Kemunculan kata ahad tidak jelas, kecuali kalimatnya negatif.”  Ia memberikan sebuah contoh.  Contohnya juga berasal dari Al Qur’an.  Di Surat ke 112 (Al Ikhlas), ayat 4:  “Tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia!”  Disini, pasti Ahad negatif:  “seorangpun”.  Kata ini ditiadakan karena kalimatnya sendiri positif.  “Lam Yakun Lahu Kufwan Ahad.”  Bukankah ini benar?  Tetapi dalam contoh kita, kalimatnya positif:  “Qul huwa Allahu ahad.”  Seharusnya dikatakan, “Qul huwa Allahu al-ahad,” bukan “allahu ahad.” Tetapi mengapa Al Qur’an menggunakan “ahad”?  Baiklah, inilah rahasia dibalik itu semua.

Antoine: Rahasia apakah itu?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Anda harus tahu rahasinya saat Anda membaca komentar Ibn Katheer, komentar Al-Qurtubi' dan komentar Al-Tabari.  Mereka mengatakan bahwa ayat ini diungkapkan untuk menjawab sebuah pertanyaan dari orang Israil yang datang bertanya kepadanya mengenai Allah seperti apa yang Muhammad ajarkan.  Apa yang seharusnya ia katakan kepada orang Israil tersebut?
Bahwa Allah yang saya ajarkan ini sama dengan “ehad” yang engkau percaya.  “Qul huwa Allahu ahad.” Ia menggunakan istilah orang Israil yang sama di Kitab Ulangan.  Anda dapat melihatnya sendiri di kamus bahasa Ibrani-Arab, Yehizkia Cogman, dicetak oleh toko buku Al-Muhtasib, “Mohamed Musa Al-Muhtasib”.  Jadi “ahad” berasal dari kata bahasa Ibrani, dan itulah mengapa kata itu tidak mengikuti peraturan tata bahasa Arab dan muncul ketidakjelasan dalam kalimat positif.  “Qul huwa Allahu ahad.” Seharusnya, “Qul huwa Allahu al-ahad.” Apakah Anda mengikuti?

Antoine: Ini hebat.  Penjelasan yang tepat dan teliti ini hebat.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Baiklah, ini belum semuanya.  Al-Neesapouri, dalam komentarnya, volume 11, halaman 565, menuliskan:  “Ahad, ia jelaskan, berarti generalisasi dan menunjuk suatu sifat keseluruhan – Ini yang Al-Nisapuri katakan – “Ahad” artinya generalisasi dan menunjuk suatu sifat keseluruhan.  Oleh karena itu, dalam pernyataan 'Qul huwa Allahu ahad', ia lanjutkan, 'huwa' berarti Allah, dan 'ahad' berarti semua sifat-sifatNya – keberadaan, kehidupan, akal.  Ini Al-Nisapuri yang mengatakan.  Dan inilah alasan mengapa Al-Nisapuri, dalam ringkasan dari penjelasannya mengatakan, “Sekarang terbukti bahwa pernyataan 'Qul huwa Allahu ahad' menunjuk kepada keilahian dan sifat-sifatNya.”

Antoine: Ini sungguh aneh.  Ini hampir sama seperti kepercayaan orang Israil dan Nasrani.  Sangat mirip!

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Ya, tentu saja, tentu saja.

Antoine: Ini adalah sifat keberadaan, kehidupan, dan akal.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Ya, tepat seperti itu.  Anda juga bertanya mengenai “al-assamad” – mengenai kata “alsamad.”  “Qul huwa Allahu ahad, allahu asamad.”  Para komentator mempunyai penjelasan yang berbeda-beda.  Apa arti kata al-ssamad?  Dalam komentarnya, Al-Tabari mengumpulkan pendapat-pendapat lainnya.  Apa yang dikatakannya?  “Arti al-ssamad adalah “ia yang tidak kosong”, maksudnya padat, atau ‘ia yang tidak mempunyai isi”, atau “ia yang tidak makan dan minum”, atau “tidak mengeluarkan apapun”.  Dan akhirnya ia berkata, “atau artinya yang kekal.”  Dalam komentarnya, Ibn Katheer juga berkata, “Al-ssamad adalah cahaya yang berkelap-kelip.”  Akan tetapi, Al-Mu`jam al-Wasseet, berkata bahwa “kata itu berarti orang yang kita cari… Allah-lah yang dimaksudkan dengan kata al-ssamad, karena kita mencari Dia untuk memenuhi kebutuhan kita.”  Allah berarti orang yang kita datangi.  Perbedaan pandangan.  Ada lebih dari 10 pandangan yang tidak menyetujui satu arti yang sama.

Antoine: Jelas disitu bahwa ada perbedaan yang besar dalam penjelasannya.  Apa maksudnya disini?  Saya jadi bertanya-tanya.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Artinya adalah bahwa mereka bingung atas kata “al-ssamad” karena kata itu bukan kata bahasa Arab.  Itu kata bahasa Ibrani, sebuah kata non-Arab yang diselundupkan ke dalam Al Qur’an.  Kamus berkata… kamus yang sama … Tolong kameranya menunjukkan kamus ini… Mungkin ada orang yang ingin mendapatkan bukunya.  Dikatakan – arti kata al-ssamad dalam kamus bahasa Ibrani – “Kesatuan jamak”.  Kejamakan dalam Kesatuan.  Persis seperti Tritunggul.  Tritunggal.  Juga dikatakan bahwa itu berarti “yang disatukan”.  Seperti “Elohim”.  Itu juga berarti:  “penyatu, penghubung”.  Jadi, itu sebuah wujud, tetapi wujud yang berhubungan.  Juga di bahasa Coptic, “ssamad,” adalah “shomt”… “Shomt” artinya tritunggal.  Oleh karena itu, “Qul huwa Allahu ahad – satu – allahu ssamad” – yaitu: dalam sebuah Tritunggal – Artinya Tritunggal sebenarnya ada di Al Qur’an di Surat ke 112 (Al Ikhlas):  “Katakan bahwa Allah adalah satu keilahian, Tritunggal adalah sifat pribadi.” Yaitu:  Ia satu dalam tiga.  “Qul huwa Allahu ahad, allahu assamad” adalah beberapa sifat dalam satu keilahian.

Antoine: Apakah Anda mempunyai bukti dari Al Qur’an sendiri yang membuktikan fakta bahwa Kitab Suci tidak mengajarkan untuk menyembah tiga allah atau mungkin ini sebuah penyimpangan di Semenanjung Arab?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Tepat.  Perkataan yang baik.  Ayat Al Qur’an ini tidak menunjuk kepada iman Nasrani, maksud saya ayat yang mengatakan, “Mereka yang berkata:  'Allah adalah satu dari tiga', adalah orang-orang kafir!”  Bukan orang Nasrani sama sekali.  Sama sekali.  Jadi, siapa yang dimaksudkan disini?  Dahulu ada penyimpangan agama yang bernama Mariamisme.
Ini sebelum Islam.  Mirip seperti penyimpangan, maksud saya kepercayaan kuno Mesir atau mitos Isis, Osiris, dan Horus.  Isis menikah dengan Osiris dan keduanya mempunyai anak bernama dewa Horus.  Jadi inilah mitos tritunggal Firaun.  Jadi saat mereka mendukung kepercayaan Nasrani, mereka berpikir, “Ini sangat mirip dengan kepercayaan kami.”  Menurut mereka, Allah, semoga Ia dipuji dan ditinggikan, menikahi Maryam – semoga Allah mengampuni saya untuk mengucapkan ini – dan keduanya melahirkan Isa, dan oleh karenanya mereka memecahkan masalahnya.  Tetapi orang-orang Nasrani yang benar dengan waspada mengawasi mereka.  Orang Nasrani mengatakan hal ini menyimpang, pengajaran yang salah, dan mengucilkan mereka.  Beberapa dari mereka pengikut ajaran ini pindah ke Arab dan tinggal disana sampai masa Muhammad.  Saat Muhammad diperkenalkan kepada ajaran ini, tentu saja ia berkata bahwa ini salah.  Sekarang apa bukti saya?
Al Qur’an berkata, “Bagaimana Ia dapat mempunyai seorang anak ketika Ia tidak memiliki pasangan?”  Sekali lagi, dikatakan, “Isa, anak Maryam, apakah engkau telah memberitahu orang-orang:  Ambil aku dan ibuku sebagai dua allah daripada Allah?”  Ini Tritunggal yang direncanakan.  Kita, Nasrani, tidak mendewakan perawan Maryam sama sekali.  Jadi ayat Al Qur’an bukan ditujukan kepada kita.  Ayat itu mengatakan bahwa kita bukan orang-orang tidak percaya.

Antoine: Pujian bagi Allah.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Ya, dalam pemikiran Islam.  Lebih baik kita percaya Allah, yang ahad dan ssamad.  Ahad artinya satu, dan ssamad artinya Tritunggal, kejamakan dalam kesatuan, keanekaragaman sifat… Shomt atau Tsamad.

Antoine: Dapatkah Anda memberikan beberapa contoh dari penyimpangan-penyimpangan lainnya di Arab saat itu?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Ya, tentu saja.  Ada banyak.

Antoine: Di Arab?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Tentu.  Arab, dari sisi topografi, penuh dengan pegunungan dan oasis – tempat berteduh bagi orang-orang seperti itu.  Para penyimpang lari dari Pax Romana dan membentengi diri mereka di Arab.  Diantaranya adalah seorang biksu bernama Bohayra, Bohayra sang biksu.  Bohayra mengikuti aliran menyimpang bernama Nestoranisme.  Aliran itu menolak keilahian Isa.  Dimana saya menemukan itu?  Di buku dari, atau komentar dari Sheikh Abdullah Yusuf Ali, halaman 504.  Apa yang ia katakan?  Dikatakan:  “Ada pendeta-pendeta seperti Waraqa Ibn Nawfal dan Biksu dari Nestorrian, Bohayra.”  Ini muncul di komentarnya.  Juga, di Ensiklopedia Islam, volume 6, nomer 1611, dikatakan sebagai berikut:  “Dalam perjalanan pertamanya ke Siria, dipercayakan uang Khadijah dan ditemani oleh hambanya Maysara,” …Muhammad bertemu dengan seorang biksu bernama Bosra di Nestor.  Ini pasti biksu Nestorian, Bohayra.  Sekarang, juga ada Quess Ibn Sa`ida.  Quess, di Ensiklopedia Islam, volume 31, halaman 9904, berkata, “Rasul sendiri mempunyai sikap positif kepada para Nestorian, artinya ia mempunyai hubungan yang baik dengan para Nestorian, yang ia jumpa di Yemen dan di jalur perdagangan antara Yemen dan Irak.”  Ini adalah kutipan dari Ensiklopedia Islam.  Salah satunya adalah Quss ibn Sa`ida dari Najran yang seharusnya Muhammad telah mendengar kotbahnya di Ukaz, dan sangat terpengaruh olehnya.  Ia mengambil ajarannya.  Tetapi diatas semuanya, datanglah Pendeta Waraqa Ibn Nawfal, guru pertama Muhammad, tentu saja.  Ia mengikuti kepercayaan menyimpang Ebionite.  Ebionisme merupakan sumber dari kepercayaan-kepercayaan menyimpang lainnya, yang menuju ke kepercayaan menyimpang Arian, kepercayaan yang menyangkal keilahian Isa, serta Nestor, kepercayaan yang menyangkal Ruh Allah, tetapi Ebionisme merupakan sumber dari semua itu.  Waraqa Ibn Nawfal adalah seorang Ebionite.

Antoine: Dapatkah Anda memberitahukan kepada kami kepercayaan-kepercayaan yang ada di Arab saat itu?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Tentu saja.  Mereka menyangkal keilahian Isa dan keilahian Ruh Allah Yang Kudus.  Maksud saya mereka mengklaim Isa hanyalah seorang manusia, bahwa Allah tidak mewujudkan Diri-Nya dalam Isa.  Mereka berkata tentang Ruh Allah Yang Kudus – Anda tahu bahwa Allah mempunyai Ruh, Ia hidup dengan RuhNya – tetapi tidak, mereka berkata itu adalah Malaikat Jibril.  Mereka menyangkal Allah mempunyai Ruh.  Mereka juga menyangkal keilahian yang berwujud Isa.  Inilah kepercayaan-kepercayaan yang menyimpang di Arab saat itu.

Antoine: Ada banyak fakta-fakta yang tidak disadari oleh teman-teman Muslim kita, bahkan banyak orang Nasrani.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: …Ya, betul.  Itu masalahnya.  Kitab Suci berkata, “Orang-orangKu binasa karena ketidaktahuannya.” …Binasa.  Jika orang belajar, mencari, dan melihat sekitarnya, mereka akan mencapai kebenaran.  Dan sejujurnya, saya berkata bahwa permasalahannya dengan saudara Muslim kita adalah mereka tidak berpikir, bertanya, mencari, mempelajari, atau membaca.  Ini menurut kesaksian mereka sendiri.  “Siapapun yang mencari di agama, akan tersesat.  Setan ada di rincian.” Dan, “Jangan bertanya mengenai hal-hal yang akan menjengkelkan kamu jika hal-hal tersebut ditunjukkan kepadamu.”  Dan seterusnya…

Antoine: Terima kasih banyak, Pak.  Sebelum kita menutup program ini, apakah Anda ingin membagikan pesan kasih dari Kitab Suci, seperti yang kita mulai lakukan?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Tentu saja.  Terima kasih.
Sebenarnya, saya suka mengalami pertemuan rohani ini, jauh dari diskusi dan pertengkaran.  Ya, kita memulai sebuah pembicaraan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan agar orang memikirkannya.  Tetapi pada dasarnya, tujuan kita adalah agar manusia dapat bertemu dengan Isa Al-Masih, mengenalNya dan menikmatiNya melalui pengajaranNya.  Kita sudah mulai dengan kotbah Isa Al-Masih di bukit, dan kita sudah membicarakannya sedikit.  Tetapi, hari ini, saya ingin mempersembahkan waktu yang cukup untuk itu, jika waktunya memungkinkan.

Antoine: Silahkan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Apa yang sudah kita katakan?  Isa Al-Masih berkata, “Berbahagialah mereka yang tidak punya apa-apa di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.”  Apa artinya?  Kita jelaskan minggu lalu, bahwa mereka yang tidak punya apa-apa di hadapan Allah adalah mereka yang merasakan kelemahan mereka sendiri.  Dan mereka yang merasa lemah akan merasa membutuhkan Allah.  Oleh karenanya, orang yang tidak punya apa-apa selalu miskin... mereka merasa membutuhkan.  Masalah manusia adalah keangkuhan, dan dari orang yang sombong, Kitab Suci berkata:  “Keangkuhan ada sebelum kehancuran, dan ruh kesombongan sebelum kejatuhan.”  Dan, “Allah menentang kebanggaan hati, tetapi memberikan anugerah untuk menjadi rendah hati.”  Orang yang tidak punya apa-apa dalam ruh, oleh karenanya adalah orang yang rendah hati yang merasa miskin dan merasa dirinya tidak berdaya.  Ia mengambil tempat berlindung di menara kekuatan, yaitu Allah, dan selamat.  Akan tetapi, orang yang congkak tidak pernah mencari perlindungan Allah, tetapi bergantung pada pemikirannya sendiri.  Tetapi Kitab Suci berkata, “Dan janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri.”  Benar?
Isa Al-Masih juga berkata,dan ini topik renungan kita hari ini dan saya harap para pemirsa akan berpikir dengan kami supaya mereka juga mendapatkan manfaat.  Ia berkata, “Diberkatilah mereka yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” Apa arti “berdukacita”?  Seberapa untungnya mereka yang berdukacita?  Orang menyebut mereka yang bersukacita beruntung, bukan mereka yang berdukacita!  Jadi mengapa orang-orang yang bersedih diberkati?  Baik, inilah sikap Isa Al-Masih; sikap rohani.  Mereka yang berdukacita, berdukacita atas dosa-dosa mereka.  Tidak semua orang berdukacita atas dosa-dosanya.  Ada orang-orang yang melakukan dosa dan memanjakannya dengan kesadaran penuh.  Ia berdosa tetapi tidak merasa bahwa ia telah berdosa, dan jika ia tidak merasakan dosanya, ia tidak akan bertobat.  Ia tidak akan berdukacita, dan oleh karenanya, dosa-dosanya tidak akan diampuni darinya.  Tetapi seseorang dengan kesadaran yang hidup dan aktif, akan segera dihukum, segera setelah ia berdosa.  Ia mulai menjawab suara Allah yang menghukum dia dari dosanya, sehingga ia mulai bertobat, mulai berdukacita atas apa yang telah ia lakukan, merasa menyesal, dan inilah awal dari jalan pertobatan.
Dan itulah alasan Ia berkata, “Diberkatilah mereka yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.”  Allah akan menghibur mereka.  Tetapi dengan apa?  Ia akan menghibur mereka dengan pengampunan atas dosa-dosanya.  Ini adalah janji Isa Al-Masih.  Isa Al-Masih telah dipaku di salib untuk mengampuni saya, Anda, dan semua pemirsa... untuk mengampuni dosa.  Di salib, Ia berteriak, “Bapa, ampuni mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.” Mengenai apakah mereka menyalibkanNya atau tidak, sasaran dari salib adalah pengampunan dosa saya, dosa Anda, dan dosa setiap orang.  Orang yang menolak salib, dosa-dosanya akan tetap menentang dia.  Karena inilah arti penebusan Allah.  Di salib, Ia berkata, “Bapa, ampuni mereka…”  Diantara janji-janji lainnya.  Ia berkata kepada Anda, “Aku, bahkan Aku, adalah Dia yang telah menghapuskan pelanggaranmu untuk kepentinganKu, dan Aku tidak akan mengingat dosamu...  Aku telah menghapuskannya, seperti awan tebal, pelanggaranmu, dan seperti awan, dosa-dosamu.  Kembalilah padaKu, karena aku telah menebus engkau.”  Allah mencari kita.  Ia berkata, “Datang sekarang, dan mari kita berperkara bersama”, Kata Allah, “Sekalipun dosa-dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba”.  Allah akan memaafkan, tetapi orang tersebut harus berpaling kepadaNya untuk bertobat dan menyesal, supaya Ia menghapuskan semua pelanggarannya dan mengampuni semua dosa-dosanya.  Ia berkata, “Aku akan membuang semuanya itu ke lautan kelupaan…  Aku tidak akan mengingatnya lagi…  Jika kita mengaku dosa-dosa kita, Ia setia dan akan mengampuni dosa-dosa kita dan membersihkan kita dari semua ketidakbenaran.”
Apakah Anda percaya, para pemirsa terkasih, bahwa Isa Al-Masih mau mengampuni dosa-dosa Anda?  Apakah Anda menyesali dosa-dosa Anda dan mau bertobat?  Apakah Anda berdukacita atas apa yang telah Anda lakukan dan ingin memulai hal yang baru?  Hari ini katakan kepada Dia, “Allah, ampuni aku.”  Mari angkat doa ini dengan saya, dan katakan,  “Allah, ampuni aku, seorang pendosa… berikan aku anugerah, Allah, seorang pendosa.  Allah, aku mengaku dosaku, jadi tolong ampuni aku.” Percaya bahwa Ia akan mengampuni Anda.  Amin.

Antoine: Terima kasih.  Kami percaya kepada Allah bahwa perkataan ini akan menyentuh hati ribuan pemirsa.  Saya minta kepada teman-teman sekalian untuk menulis kepada kami dan kami siap untuk mengirimkan Kitab Suci gratis.  Semoga Allah memberkati Anda.  Sampai kita bertemu lagi di episode selanjutnya, jika Allah berkenan.



Texts being used:
The Indonesian Bible text used for New Testament is “The Indonesian (1912 Translation) – Greek Diglot New Testament” – “Kitab Suci Injil Dwibahasa Indonesia (Terjemahan 1912) – Yunani” version.  © LAI (Lembaga Alkitab Indonesia – Indonesian Bible Society), 2000.
The Indonesian Bible text used for Old Testament is “The New Translation, 1974” – “Alkitab Terjemahan Baru (TB), 1974” version.  © LAI (Lembaga Alkitab Indonesia – Indonesian Bible Society), 1974.
The Indonesian Al Qur’an text used is taken from
http://Quran.al-islam.com/
Indonesian version:
http://Quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSora=1&nAya=1&nSeg=1&l=eng&t=ind
Notes on this episode:
For verses that is not clearly defined, the translation is done directly as the text said, not taken from the quote in the Bible – Untuk ayat-ayat yang tidak direferensikan secara jelas, terjemahan dilakukan secara langsung seperti apa kata text, bukan diambil langsung sesuai dengan teks dari Kitab Suci.

No comments:

Post a Comment