Pertanyaan Mengenai Iman Episode 48
Keunikan Al’Quran dan Kesalahan Ilmu Pengetahuan
Mohamed: | Selamat berjumpa kembali di episode baru “Pertanyaan mengenai Iman”, dan sekali lagi bersama dengan kita tamu terhormat Bapak Pendeta Zakaria Botros. Selamat datang. |
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Terima kasih banyak. |
Mohamed: | Sekali lagi, kita telah menerima banyak pertanyaan di episode ini. Kita telah menerima sebuah pesan dari seorang perempuan Maroko, dimana ia mengatakan: “Kepada saudara Mohamed dan temannya Pendeta Zakaria Botros. Semoga damai beserta Anda dan anugerah Allah dari Allah Maha Tinggi. Pertama-tama, saya mengucapkan terima kasih yang paling dalam atas program yang mengagumkan, indah, dan meyakinkan ini, “Cahaya Iman.” Sebenarnya adalah “Pertanyaan Mengenai Iman.” “Saya sangat senang dengan kasih dan iman yang baru saja saya temukan, yang baru-baru saja saya temukan, setelah melalui berbagai halangan dan saya tidak mengetahui apapun juga, tetapi saya bersyukur kepada Allah Maha besar atas semua yang telah merubah hidup saya dengan tiba-tiba. Ini adalah kemurahan hati Allah-ku yang terkasih, Sang Penolong dan Allah yang Suci. Terima kasih banyak kepadaNya, Amin.”
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Diberkatilah nama Allah.
|
Mohamed: | ”Saya tinggal di Perancis sebagai seorang pelarian dan tidak mempunyai siapapun juga. Maksud saya, saya seorang anak yatim piatu.”
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Oh. Allah adalah Bapa semua orang.
|
Mohamed: | “Dan saya sangat menderita kesepian. Sangat sulit, kesepian ini, tetapi saya bertemu dengan seorang laki-laki yang baik hati dan hubungan kita sudah berlangsung selama 15 bulan, dan saya telah bersama dengan dia selama ini dan ia tidak pernah lancang menjauhkan saya dari agama dimana saya telah dilahirkan. Tetapi terkadang kita membahas hal-hal agama dan ia mulai berbicara kepada saya mengenai kehidupan nabi Muhammad dan Islam, kemudian ia mulai membawakan saya buku-buku mengenai Islam, dan selama tiga hari saya berlutut kepada Allah saya dan menangis, dan memohon Dia untuk membukakan kebenaran kepada saya mengenai iman, dan di hari itu, Isa Junjungan kita Yang Ilahi yang hebat dan penuh kasih datang kepada saya dan meminta saya menurunkan semua ayat-ayat yang tergantung di dinding, dan mengeluarkan Al Qur’an dari rumah saya, serta menggantinya dengan salib, karena inilah iman yang benar. Saya sangat gembira dan bersyukur kepada Allah setiap menit dan detik, atas transformasi hidup saya tersebut. Saya sangat gembira dan berharap setiap orang menerima saat yang indah ini, supaya mereka dapat mengalami saat penuh kasih sejati melalui iman dalam Allah Isa. Ya Isa Junjungan kita Yang Ilahi, dalam nama Isa Junjungan kita Yang Ilahi, saya mengucapkan selama berpisah. Terima kasih dan semoga damai sejahtera bersama Anda, dan anugerah Allah dan berkatNya. Selamat berpisah, saudari Anda, Jawhara.”
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Amin!
|
Mohamed: | Kami berterima kasih, saudari Jawhara, kita juga merasakan kegembiraan Anda karena mengenal Isa Junjungan kita Yang Ilahi, dan atas keselamatan Anda dan anugerahNya. Kita juga menerima sebuah pertanyaan yang mengatakan, atau sebenarnya sebuah pernyataan yang mengatakan, “Anda tidak dapat memusnahkan matahari.”
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Tentu saja..
|
Mohamed: | “...Di siang hari, karena keunikan Al Qur’an tidak dipengaruhi oleh omong-kosong yang Anda ciptakan, dan karena Anda telah menyerang buku mulia Allah, akan lebih baik jika Anda lenyap.”
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Terima kasih, terima kasih banyak. Tentu saja, kita menghormati kebebasan berekspresi… pendapat seseorang, walaupun bertentangan dengan pendapat kita, atau berbeda, atau tidak sesuai, dan kita tidak memusnahkan matahari. Tetapi lebih kepada bertanya di siang hari, dan kita tidak menyerang siapapun juga. Perilaku satu-satunya yang kita lakukan adalah mengajukan pertanyaan untuk sampai ke suatu posisi... ataukah sekarang bertanya merupakan sebuah kejahatan? Selama saudara ini mengajukan pertanyaan dengan gaya yang baik ini, kita juga mengajukan pertanyaan dengan bebas. Dapatkah kita melakukan hal tersebut? Saya mengajukan pertanyaan mengenai sesuatu dalam Al Qur’an, mengenai matahari terbenam. Ini sebuah fakta ilmiah, dan kita ingin mengetahui bagaimana hal itu dapat dijelaskan. Di Surat 18 (Al Kahf) ayat 83 – 86, dikatakan: “Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang tanduk dua(1). Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya". Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, maka dia pun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia menemukan(2) matahari terbenam di dalam mata air(3) yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat.” Matahari terbenam di mata air yang berlumpur hitam. Saya tidak mau menafsirkan pernyataan Al Qur’an ini, dan saya tidak menafsirkannya, tetapi sekarang saya mengacu kepada para ahli arti bahasa. Al Tabary mengatakan: ‘Para pembaca mempunyai bacaan yang berbeda mengenai ayat ini, beberapa dari Medinah dan Basra membaca: “di mata air yang berlumpur…” Yaitu, matahari terbenam di mata air yang penuh dengan kotoran… yaitu lumpur. Akan tetapi, beberapa pembaca dari Medinah, begitu juga sebagian besar Kufa membaca: “Di mata air panas.” Maksud saya Al Qur’an sendiri, sesuai dengan bacaan yang berbeda-beda, dapat mempunyai perbedaan-perbedaan, tetapi ini bukanlah masalahnya, dimana dikatakan matahari terbenam di mata air panas. Matahari tidak terbenam di lumpur maupun air panas. Oleh karena itu, terbukti dari tiga sekolah pemikiran, yaitu Medinah, Basra, dan Kufa, dari komentar atas ayat ini mengenai matahari, bahwa matahari terbenam di mata air, atau sebuah sumur yang penuh dengan air panas atau lumpur. Baiklah. Bagaimana ini mungkin terjadi? Mengetahui bahwa matahari satu juta tigaratus ribu kali lebih besar dari bumi.
|
Mohamed: | Hal-hal seperti itu, ketika dianalisa dengan logika dan intelektuil, tidak dapat diterima.
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Apakah matahari yang lebih besar daripada matahari, terbenam di mata air di bumi?
|
Mohamed: | Tetapi jika benar bahwa Allah sendiri yang menulis kata-kata ini, artinya apa yang Anda katakan sangat serius.
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Baiklah, “jika” tidak seperti “mungkin.” Itu adalah bersyarat… artinya jika ini tidak benar, artinya tidak seperti itu.
|
Mohamed: | Baiklah, mungkin artinya adalah, ia melihatnya dengan mata manusianya, dan membayangkan matahari terbenam di sebuah sumur.
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Aha! Ya, itulah selalu pendapat mereka. Mereka berkata, “Ya, ia pergi dan melihat matahari seperti kita melihatnya, turun atau jatuh di horison, dan mungkin horison tersebut di atas laut. Dan mereka mengatakan bahwa ia melihatnya seperti itu, dan ini adalah pendapat orang yang tidak cakap, mereka yang ingin agar semuanya tetap berjalan, tetapi ini bukanlah pendapat para ulama Al Qur’an. Mari kita lihat ini. Perhatikan bahwa di ayat yang saya kutip, Allah: “Memberi kekuasan kepadanya di (muka) bumi.” Ya, jadi Allah memberikan kekuasaan kepadanya, dan Allah: “Memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.” Ini suatu hal lainnya dan “jalan” di sini berarti “pengetahuan.” Allah memberikan dia pengetahuan. Inilah yang dikatakan Ibn Katheer, dan perhatikan juga arti kata, “dia pun menempuh suatu jalan.” Ibn Katheer berkata: “Para pembaca membacakan kata ini dengan berbeda-beda. Beberapa dari mereka di Medinah dan Basra berkata bahwa ia mengikuti jalan ini, dan beberapa di Kufa mengatakan ia terikat… ia terikat dengan hal ini.” Ibn Katheer menambahkan, sesuai dengan pendapat para ulama yang ia kutip, dengan mengatakan: Dan bacaan yang lebih benar atas hal ini, “ia mengikuti”. Jadi bahkan Ibn Katheer bertentangan dengan Mushaf Uthman, karena di situ dikatakan, “terikat dengan”, tetapi ia berkata bahwa yang lebih benar adalah, “ia mengikuti”, yang merupakan bacaan Kufa, karena ini merupakan pernyataan dari Allah Maha Tinggi mengenai barisan tanduk dua di bumi, dimana Allah menciptakan ini baginya. Jadi kemudian barisan tanduk dua di bumi merupakan perintah Allah Maha Tinggi, dimana ia mengambil jalan pengetahuan. Dan pengelihatannya atas matahari bukanlah sekedar penglihatan optikal, tetapi diikuti oleh pengetahuan ilahi. Ia terikat dengan pengetahuan atau mengikuti pengetahuan, yang artinya pengetahuan itu sendiri. Dan perhatikan istilah Al Qur’an, tidak dikatakan, “Dia melihat matahari terbenam di mata air yang berlumpur.” Tidak, dikatakan, “Dia menemukan matahari terbenam di mata air yang berlumpur.” Ada sebuah perbedaan yang besar antara arti kedua kata tersebut. “Melihat” artinya ia melihatnya dengan matanya sendiri, tetapi “Menemukan”… kamus Arab mengatakan “Menemukan”, di Al Mo’gam Al Waseet, volume 2 halaman 1013, yang mengatakan arti “Menemukan” adalah “Mengetahui dan menyadari”, bukan “melihat”. Lebih dari itu, jika hal ini hanya sebatas melihat secara optikal, bahwa ia melihatnya di sana –yang salah secara ilmiah – kemudian dimana keunikan Al Qur’an di sini? Apa keunikan Al Qur’an? Benar? “Matahari terbenam di dalam mata air yang berlumpur” adalah unik. Jadi kepada mereka yang percaya kepada keunikan ilmiah Al Qur’an, kita mempunyai sebuah pertanyaan: “Bagaimana mungkin matahari terbenam di mata yang air yang berlumpur, dengan matahari satu juta tigapuluh ribu kali lebih besar daripada bumi?” Ini sekedar bertanya, sekedar pertanyaan. Dimana keunikan ilmiahnya? Hanya sebuah pertanyaan...
|
Mohamed: | Baiklah, saya sendiri mempunyai sebuah pertanyaan berani yang muncul di pikiran saya. Dimana Muhammad, jika saya boleh berkata, mendapatkan ide bahwa matahari terbenam di mata air yang berlumpur?
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Mereka mengatakan bahwa ini adalah ilham, tetapi seperti yang kita lihat, ilham tidak pernah mengatakan mengenai matahari yang turun ke mata air di bumi. Matahari jauh lebih besar daripada bumi secara keseluruhan, jadi mengapa? Dan ini sebuah pertanyaan yang sangat penting. Ini mengingatkan kepada puisi di masa sebelum Islam. Buku ini milik seseorang yang menyusun puisi-puisi tersebut; Namanya Lois Shikho sang Jesuit, mengenai puisi-puisi pengikut Isa Al-Masih sebelum Islam, diantaranya adalah Emro’ Alqays dan Omaya Ibn El Salat, dan seterusnya. Di halaman 236… 236, kita membaca kata-kata itu benar-benar sama. Dari sebuah puisi oleh Omaya Ibn El Salat, ia berkata mengenai Alexander Agung: “Ia sampai ke Timur dan Barat, mencari jalan ke hal-hal dari orang-orang bijak yang memberikan bimbingan, jadi ia melihat matahari terbenam di saat kembalinya – yaitu, dari terbitnya – di mata air penuh dengan lumpur dan mata air berlumpur, penuh dengan lumpur hitam.” Jadi di sini kita menemukan lumpur, mata air berlumpur, dan lumpur hitam. Jadi Omaya Ibn El Salat adalah seorang kontemporer sang Rasul, dan sang Rasul sebenarnya mengambil dia sebagai sebuah contoh, dan mengutip banyak dari puisinya. Lebih dari itu, ia berkata Omaya hampir seorang Muslim. Ia senang mendengarkan puisinya, jadi ia menyalin kata-kata ini dari Omaya: “Jadi ia melihat matahari terbenam di saat kembalinya, di sebuah mata air dengan lumpur dan lumpur hitam.” Jadi asalnya di sini, puisi di masa sebelum Islam, karena Allah tidak mungkin mengatakannya.
|
Mohamed: | Jadi ini merupakan penemuan yang mengerikan.
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Ini adalah fakta. Saya berharap orang-orang akan membaca dan mengerti, dan melihat serta meneliti. Seseorang seharusnya tidak menerima sesuatu begitu saja, seperti yang mereka lakukan sekarang.
|
Mohamed: | Ini sebuah penemuan yang mengerikan. Dapatkah Anda menjelaskan kepada para pemirsa apa maksud Al Qur’an mengenai tanduk dua?
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Tentu saja, kita mengacu kepada ahli arti bahasa untuk menjelaskan hal ini. Imam Al Tabary menceritakan sebuah cerita di pengunungan Okba Ibn Amer. Ia berkata bahwa ia datang kepada Rasul Allah dan berkata kepadanya bahwa: “Ada sekelompok orang buku yang ingin bertemu dengan kamu.” Ia menjawabnya, “Aku tidak mempunyai urusan dengan mereka. Aku tidak mempunyai pengetahuan kecuali apa yang telah Allah ajarkan kepadaku”, karena ia tahu bahwa mereka datang untuk bertanya kepadanya. Kemudian ia berkata, “Bawakan aku air.” Jadi ia berwudhu dan berdoa. Ia berkata, “Setelah ia melakukan wudhu, dan aku melihat kegembiraan di wajahnya, dan ia berkata: “Bawa mereka kepadaku.” Jadi mereka masuk dan bertanya kepadanya mengenai tanduk dua. Jadi nabi Muhammad berkata… maksud saya nabi Muhammad menjawab mereka: “Ia adalah seorang anak muda Yunani, yang datang dan membangun sebuah kota di Mesir, yaitu Alexandria.” Jadi nabi Muhammad mengakui bahwa ini adalah Alexander Agung. “Jadi ketika ia selesai, seorang malaikat datang – yaitu ketika Alexander Agung selesai membangun Kota Alexandria – seorang malaikat datang dan membawanya ke surga, kemudian malaikat tersebut berkata kepadanya: ‘Allah benar-benar telah mengirimkan aku kepada kamu, untuk mengajarkan orang-orang bodoh dan memperkuat orang-orang berpengetahuan.’” Oh baiklah, ia bahkan menerima ilham sekarang – “Tanduk dua, jadi ia membawanya ke bendungan, yaitu dua gunung licin yang dari situ semuanya meluncur, kemudian ia membawanya ke seberang Gog dan Megog” – itulah semua kutipan Al Tabary – “Kemudian ia membawanya ke orang lain, yang wajahnya adalah muka anjing bertarung dengan Gog dan Megog.” Al Tabary melanjutkan, “Kemudian ia membawanya serta sampai mereka sampai ke negara lainnya – dan ini semua dikutip dari nabi Muhammad – bertarung melawan mereka yang wajahnya seperti muka anjing, kemudian ia membawanya ke seberang itu semua, sampai mereka sampai ke negara lainnya.” Jadi itulah Alexander Agung. Kemudian Al Tabary menambahkan: “Ibn Al Kawa’a bertanya kepada Ali Ibn Abi Taleb mengenai tanduk dua. Ia berkata, ‘Ia adalah seorang hamba yang mengasihi Allah dan dikasihi Allah, ia meminta nasihat kepada Allah dan Allah memberikan dia nasihat. Ia memerintah orang-orang untuk takut akan Allah, jadi mereka memukulnya di tanduknya dan membunuhnya. Kemudian Allah membangkitkan dia, sehingga mereka memukulnya di tanduk yang satunya dan ia mati, dan oleh karena itulah namanya “Tanduk Dua”, karena ia dipukul di kedua tanduknya. Menurut Al Qurtoby, ia berkata dalam komentarnya mengenai “Tanduk Dua”, “Ia adalah seorang nabi yang dikirim Allah, yang dimampukan Allah untuk menaklukkan daerah.” Dan Al Darqatni menyebutkan dalam bukunya, “Al Akhbar”, bahwa seorang malaikat bernama Rabakeel terbiasa turun di atas “Tanduk Dua”. Al Qurtoby menambahkan sebagai berikut: “Mengenai namanya, dikatakan bahwa ia adalah Alexander, raja Yunani Makedonia. Yaitu Alexander Agung. Inilah pertanyaan saya sekarang. Apakah Alexander Agung benar-benar seorang nabi? Apakah seorang malaikat datang kepadanya dan membawa ia ke surga dan mengangkatnya? Hal-hal tersebut… Apakah ini semua bisa dianggap perkataan Allah? Alexander Agung adalah seorang penakluk, ia seorang raja penyembah berhala dari Yunani, dan sekarang dikatakan bahwa ia seorang nabi? Sebuah tanda tanya setelah tanda tanya setelah tanda tanya!
|
Mohamed: | Kami akan bergembira, ketika kami menerima jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah kami terima, begitu juga yang lainnya, supaya pikiran akan diberikan penerangan dan iman diteguhkan. Apakah Anda mempunyai fakta-fakta lainnya yang membutuhkan penegasan, sesuai dengan pendapat Anda?
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Ya. Mengenai aspek ilmiah, keunikan ilmiah... ada sangat banyak hal-hal dalam Al Qur’an yang membuat seseorang bertanya-tanya. Contohnya, mengenai bumi, apakah diam atau bergerak? Di Surat ke 31 (Luqman) ayat 10: “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu.” Dan di Surat ke 16 (An Nahl), ayat 15, “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak guncang bersama kamu.” Dan di Surat ke 21 (Al Anbiyaa) ayat 31, “Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) guncang bersama mereka.” Al Tabary mengartikan pernyataan-pertanyaan ini dengan mengatakan: “Ia meletakkan gunung-gunung di bumi – yaitu gunung-gunung yang tidak dapat digerakkan – supaya bumi itu tidak guncang bersama kamu,” dan ia menjelaskan, supaya bumi tidak berguncang atau melambai ke kanan atau ke kiri, tetapi berdiam dengan kamu di atasnya. Jadi bumi diam dan gunung-gununglah yang membuatnya stabil. Akan tetapi Al Qurtoby mengatakan hal sebagai berikut, mengutip Anas Ibn Malek, yang bertanya kepada sang Rasul. Ia berkata… sang Rasul berkata: “Ketika Allah menciptakan bumi, bumi mulai bergoyang, sehingga Ia menciptakan gunung-gunung dan meletakkannya di atas bumi, oleh karena itulah bumi diam, dan para malaikat heran atas kekuatan gunung-gunung tersebut.” Pernyataan seperti ini juga dipertanyakan secara ilmiah. Jadi inilah pertanyaan kita: “Apakah hal ini sesuai dengan ilmu pengetahuan? Bukankah bumi berputar mengelilingi dirinya sendiri, sekali setiap 24 jam, dan mengelilingi matahari sekali setiap satu tahun? Dan jika gunung-gunung membuat bumi kokoh, yaitu bumi tidak berguncang atau melambai, apa yang akan terjadi dengan bumi jika semua gunung di seluruh bumi ini meletus?” Contohnya, pembangunan bendungan yang tinggi serta pembuatan terowongan melalui pegunungan. Tetapi Anda tahu, pernyataan seperti ini juga ditemukan di puisi yang sama di halaman 104. Dikatakan sebagai berikut di puisi Zaid Ibn Omar… puisi Zaid Ibn Omar. Ia mengatakan hal yang benar-benar sama, kata demi kata, di halaman 104. Mohon sebentar… ini dia. Zaid Ibn Omar Ibn Nofail. Sekali lagi, puisi di masa sebelum Islam: “Aku menyerahkan wajahku kepada dia, yang kepadanya bumi berserah, melahirkan batu-batuan berat yang ia sebarkan, dan ketika ia lihat kokoh di air, ia meletakkan gunung-gunung di atasnya.” Bukankah ini ayat Al Qur’an dari Surat ke 79 ( Al Nazi’at) mengenai matahari, bumi dan gunung-gunung? Bumi pertama-tama diciptakan di atas air, kemudian Allah membuatnya kokoh dengan gunung-gunung, jadi hal-hal ini telah disalin dari puisi di masa sebelum islam, dan itulah sumber kebingungan kita. Sekali lagi, puisi Omaya Ibn El Salat, halaman 226, ia mengatakan hal-hal seperti itu… yaitu Omaya. Ini dia… 226. Ia berkata: “Allah semua mahluk dan semua bumi, dan Allah gunung-gunung yang tidak bergerak, Ia membangun mereka dan memperoleh tujuh hal besar tanpa penopang yang terlihat, begitu juga tanpa manusia. Surga ada tujuh dan itulah yang dikatakan Al Qur’an, tanpa penopang, tidak mempunyai tiang-tiang, ia menyempurnakan mereka dan menghiasi mereka dengan cahaya dari matahari yang terang dan dari bulan, dan dari bintang jatuh yang gemerlap dalam kegelapan, yang tikamannya lebih kuat dari pedang…” Sampai akhir puisi Omaya Ibn Abi El Salat ini mengenai penciptaan, tepat seperti yang ada di Al Qur’an. Saya tidak benar-benar percaya bahwa wahyu akan mengatakan bahwa gunung membuat bumi kokoh. Bumi ditopang.
|
Mohamed: | Kita menerima sebuah pertanyaan mengenai keunikan ilmiah Al Qur’an, mengatakan bahwa Al Qur’an adalah yang pertama-tama berbicara mengenai tahapan-tahapan pertumbuhan janin di rahim ibunya, apa pendapat Anda mengenai hal tersebut?
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Sebenarnya sebelum Anda mulai menjawabnya, saya mempunyai sebuah artikel dari Rose Al Youssef, tanggal 15 Maret 2003. Dikatakan sebagai berikut, ditulis oleh Salah Hafez. Ia berkata dalam: “Mujizat Zaghlool El Najjar dalam keharmonisan metodologi ilmiah”: “Mengapa kita memutarbalikkan fakta demi untuk mengesankan massa?” Ini sebuah artikel yang panjang, dimana ia mengatakan: “Mengenai usaha manusia dalam mentafsirkan Al Qur’an, mengenai teori-teori ilmiah dan fenomena yang akhir-akhir ini diperkenalkan kepada pengetahuan dan budaya manusia dan seterusnya, sampai mencapai teman kita, El Najjar. Apakah Anda mengikuti? Kemudian ia mengatakan: “Dr. Zaghlool El Najjar memberitahu kita dalam artikel mingguannya, di surat kabar Al Ahram, dimana ia membahas topik yang sama dan mengungkit-ungkit semua poin-poin membosankan yang ada di peredaran, dan menurut pendapat saya, doktor yang terhormat ini percaya – ini bukanlah pendapat saya, ini adalah pendapat sang pengarang – ia percaya bahwa ia mengesankan para pembaca baru, atau pernyataan-pernyataannya yang seperti itu akan lolos tanpa tinjauan khusus atas klaim tersebut atau revisi objektif dari klaimnya.”
|
Mohamed: | Anda berbicara mengenai janin?
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Ya. Janin di Surat ke 23 (Al Muminun). Dikatakan di Surat ke 23, ayat 12 sampai 14: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.” Mereka berkata bahwa ini adalah keunikan Al Qur’an. Hal-hal seperti ini tidak ketahui saat itu, tetapi sebenarnya, hal-hal tersebut sudah diketahui beratus-ratus tahun sebelum Al Qur’an. Di Kitab Ayub dalam Kitab Suci, pasal 10 dari ayat 10 sampai 12: Kitab Ayub, berbicara mengenai tahapan-tahapan ini dengan tepat, dan Ayub ada beratus-ratus tahun sebelum nabi Muhammad. Di sini ia berkata: “Bukankah Engkau yang mencurahkan aku seperti air susu, dan mengentalkan aku seperti keju? Engkau mengenakan kulit dan daging kepadaku, serta menjalin aku dengan tulang dan urat. Hidup dan kasih setia Kaukaruniakan kepadaku, dan pemeliharaanMu menjaga nyawaku.” Jadi Ayub berbicara mengenai tahapan-tahapan janin jauh sebelum nabi Muhammad berbicara mengenai mereka. Ayub ada 2000 tahun sebelum Masehi, jadi ada sekitar 2.700 tahun memisahkan dia dengan nabi Muhammad, dan ia berbicara mengenai hal itu. Dan di Kitab Zabur 139, dikatakan: “Engkau… menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepadaMu oleh karena kejadianku yang dasyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagiMu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah. Matamu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.” Nabi Daud hidup 1.100 tahun sebelum nabi Muhammad. Itulah hubungannya Kitab Suci, tetapi ilmu obat-obatan juga telah menemukan fakta-fakta tersebut. Ensiklopedia Arab Sederhana halaman 1149… di “Almawsoua’a Al Arabia Al Moyasara”, di sini dikatakan: “Arkeologi menyatakan bahwa ilmu obat-obatan muncul dengan orang Samaria dan Babilonia, berabad-abad sebelum Isa Al-Masih. Ada tingkatan yang berbeda atas perkembangan ilmu anatomi, kebidanan, dan kehamilan, yang berumur sekitar 1.800 tahun sebelum Masehi – yaitu 2.400 tahun sebelum Islam – Mereka berisikan penjelasan mengenai bagian-bagian tubuh dan orang-orang Arab telah banyak berpartisipasi dalam ilmu obat-obatan.” Ini adalah “Almawsoua’a Al Arabia Al Moyasara” yang mengatakan begitu. Baiklah, jadi bagaimana sekarang Anda dapat sampai ke, dan mengatakan ini adalah mujizat, sedangkan hal ini telah diketahui sebelumnya? Dan sebenarnya, saya ingin memberitahu Anda… bahkan di puisi dari masa sebelum Islam, Anda dapat menemukan hal yang sama. Al Sma’al Ibn Ghareed Al’adiaa, seorang bani Israil, muncul sebelum nabi Muhammad. Ia berkata mengenai penciptaan manusia: “Sebuah isu air mani melahirkan hari dimana aku diciptakan, diberikan perintah sendiri, dan di dalamnya aku diciptakan atau dibentuk. Allah meletakkan di tempat rahasia dan tempatnya akan tersembunyi, seperti aku tersembunyi.” Jadi ini semua adalah kutipan dari puisi-puisi yang lazim ditemukan di masa itu, tetapi keunikan ilmiah… itu sangat dipertanyakan.
|
Mohamed: | Kita hanya mempunyai satu menit lagi. Menurut pendapat Anda, apakah tahapan-tahapan perkembangan janin yang disebutkan dalam Al Qur’an sesuai dengan yang disetujui oleh ilmu obat-obatan?
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Ilmu obat-obatan menolak ini semuanya, karena ilmu obat-obatan mengatakan bahwa hal ini seperti tembakau – yaitu sepotong daging yang akan dikunyah oleh lidah seseorang – tidak ada hal seperti itu. Mereka juga berkata bahwa tahapan-tahapannya adalah…. Contohnya, jika Anda “Membawa sepotong tulang.” Banyak perempuan akan mengalami keguguran atau aborsi, dan mereka bertanya, “Apakah Anda pernah melihat, di sejarah obat-obatan, seorang perempuan mengalami keguguran mengeluarkan tulang rangka?” Obat-obatan tidak menerima ini. Obat-obatan berkata bahwa seluruh tubuh terbentuk bersamaan, tetapi tidak ada hal seperti tulang yang kemudian ditutupi oleh daging. Secara medis hal ini tidak mungkin, karena kita belum pernah melihat perempuan keguguran tulang rangka.
|
Mohamed: | Terima kasih dan kita telah kehabisan waktu, jadi kita harus menutup program ini sekarang. Pemirsa terkasih, kami berterima kasih. Apa yang telah Anda dengar di episode ini mungkin membuat Anda marah, tetapi bagi saya, hal ini membuat hati saya sedih. Angkat hati Anda kepada Allah dan mohon kepadaNya, dan Ia akan menjawab Anda.
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Amin. |
Mohamed: | Terima kasih, sampai kita berjumpa kembali.
|
Bpk. Pdt. Zakaria B.: | Amin. |
Texts being used:
The Indonesian Bible text used for New Testament is “The Indonesian (1912 Translation) – Greek Diglot New Testament” – “Kitab Suci Injil Dwibahasa Indonesia (Terjemahan 1912) – Yunani” version. © LAI (Lembaga Alkitab Indonesia – Indonesian Bible Society), 2000.
The Indonesian Bible text used for Old Testament is “The New Translation, 1974” – “Alkitab Terjemahan Baru (TB), 1974” version. © LAI (Lembaga Alkitab Indonesia – Indonesian Bible Society), 1974.
The Indonesian Al Qur’an text used is taken from
http://Quran.al-islam.com/
Indonesian version:
http://Quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSora=1&nAya=1&nSeg=1&l=eng&t=ind
Notes on this episode:
(*) For verses that is not clearly defined, the translation is done directly as the text said, not taken from the quote in the Bible – Untuk ayat-ayat yang tidak direferensikan secara jelas, terjemahan dilakukan secara langsung seperti apa kata text, bukan diambil langsung sesuai dengan teks dari Kitab Suci.
(1) English version says ‘double horns’ but Indonesian version says ‘zulkarnain’. We use ‘double horns’ so it will be consistent with the context. – Versi Bahasa Inggris menggunakan ‘tanduk dua’ tetapi versi Indonesia menggunakan ‘zulkarnain’. Kita menggunakan ‘tanduk dua’ supaya sesuai dengan konteksnya.
(2) English version says ‘found’ but Indonesian version says ‘see’. We use ‘found’ so it will be consistent with the context. – Versi Bahasa Inggris menggunakan ‘menemukan’ tetapi versi Indonesia menggunakan ‘melihat’. Kita menggunakan ‘menemukan’ supaya sesuai dengan konteksnya.
(3) English version says ‘spring’ but Indonesian version says ‘sea’. We use ‘spring’ so it will be consistent with the context. – Versi Bahasa Inggris menggunakan ‘mata hari’ tetapi versi Indonesia menggunakan ‘laut’. Kita menggunakan ‘mata air’ supaya sesuai dengan konteksnya.
No comments:
Post a Comment