Monday, October 26, 2009

BINCANG-BINCANG SOAL ISU:”YESUS TIDAK MATI DISALIB”

“dan karena ucapan mereka: “sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih….” Padahala mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, melainkan orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka….” (4:157).
“Tetapi (yang sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepadaNya” (4:158).
“Dan mereka itu membuat tipu daya, Allah membalas tipu daya mereka, dari Allah sebaik-baiknya tipu daya” (3:54).

Teman Muslim sering mencoba mengkoreksi Anda agar kembali sadar dari kesesatan:
“Isa itu tidak dibunuh, dan tidak disalib seperti yang kalian percayai. Ini adalah koreksi dari Allah bagi kalian. Yang disalib adalah seorang Isa-Isa-an yang disamarkan Allah kepada orang-orang Yahudi. Sedangkan Isa yang asli telah diselamatkan oleh Allah dengan mengangkatnya ke surga. Ketika orang-orang kafir berkomplot untuk menipu daya Isa, mereka malahan dibalas dengan tipu daya yang lebih canggih dari Allah.”
Menghadapi dua koreksi: bahwa Isa tidak mati disalib, dan bahwa yang disalib itu bukan Isa, tetapi “Isa-Isaan”; apa yang dapat Anda tanggapi?

Aneh, untuk peristiwa yang justru dianggap sangat berbobot bagi para Muslim, ayat Surat 4:157 ini tampil tanpa diulang ditempat lain manapun, melainkan diwahyukan secara solo, satu-satunya totally isolated. Padahal bagi Muslim (tidak mesti bagi Quran) ayat ini dimaksudkan untuk mengkoreksi suatu kesalahan fatal dari sekian miliar umat manusia yang telah terlanjur sesat, dan berpotensi masuk neraka! Bandingkan betapa beda seriusnya satu ayat solo ini terhadap keseriusan Quran ketika mengulang-ulang ancaman akan siksaan api neraka dan laknat Allah. Itu diperingatkan berulang hingga 783 ayat! Atau rata-rata 1 ancaman laknat dan siksa neraka setiap ayat Quran!


Dengan ayat solo yang satu ini jelas bahwa Muslim tidak cukup mempunyai referensi untuk membela kebenaran koreksinya. Satu ayat QS 4:157 itu tidak membukti, jadi bagaiman mengkoreksi. Ia hany melemparkan satu “asumsi”. Karena itu pakar Islam harus merekonstruksi pelbagai kisah dengan teori-teori kemungkinan ini dan itu. Ada yang menteorikan bahwa Isa-Isa-an yang disalibkan itu adalah Yudas Iskariot. Ada yang bilang itu Barabas atau Simon dari Kirene. Sekte Ahmadiyah mengklaim bahwa memang Isa-lah yang disalib, namun tidak sampai mati melainkan hanya pingsan saja, yang menjadi sembuh didalam kesejukan kubur-batu, yang akhirnya keluar dan minggat ke Kashmir dan wafat di sana dalam usia 120 tahun setelah menikah dan hidup sejahtera…

Ayat dan dongeng yang mengikutinya bisa menjadi mitos, namun segera berbalik menjadi salah satu ayat yang paling bermasalah dari seluruh Quran, jikalau mereka mau sedikit saja menelusurinya. Tanganilah isu ini dengan bijak. Lakukanlah cara ”warming up” dan bertanya dari kejauhan:
”Kami melihat Quran hanya menolak kematian Isa dalam satu ayat, namun sebaliknya banyak ayat Quran justru mencatat tentang kematian Isa. Seperti QS 5:117, 3:55, 4:159. Dan dalam Surat 19:33 kematian dan bahkan kebangkitan Isa diakui Quran! Kita tidak bisa membayangkan ada kematian atau kebangkitan terjadi di sorga. Maka kematian Isa dalam ayat ini pastilah sebuah kematian/kebangkita n historis dalam satu rangkaian siklus kehidupan di dunia:
”Dan kesejahteraan atasku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku wafat dan pada waktu aku dibangkitkan hidup kembali.”
Jadi kenapa kalian bisa lebih yakin bahwa Isa tidak mati dibunuh?”

Dan mereka akan memberi alasan dari segi perlindungan Tuhan terhadap para nabiNya. Mereka menolak penyaliban isa karena beralasan bahwa Tuhan pun pasti akan menolaknya juga. Isa adalah nabi yang amat suci dan dekat dengan Tuhan dan terjaga/terpelihara (maksum) didalamNya; tidak mungkin dia dibiarkan terhina, teraniaya dan terbantai begitu rupa oleh manusia bejad. Dan tidak mungkin Tuhan menunjukkan kelemahanNya dengan membiarkan pemaksaan keji ini oleh kaum najis…

Nah, dari apa yang mereka gambarkan ini, Anda menangkap bahwa kematian Isa yang mereka pikirkan adalah jenis Kematian Martir bagi Tuhan. Mereka tidak mengenal Anak Domba Tuhan dalam Kematian Kurban bagi pengikut-pengikutNy a. Tidak sedikitpun mereka menafsirkan bahwa kematian Isa itu ada kaitannya dengan pengorbanan dan penebusan bagi dosa manusia. Disnilah Anda dapat melemparkan pertanyaan pancingan Anda:
”Ya, Surat An Nisaa ayat 157 ini menegaskan (tanpa menjelaskan) bahwa Isa tidak mati dalam kematian-martir melawan musuh-musuh Allah. Sedangkan kematian Yesus seperti yang kami maksudkan adalah kematian-kurban. Anda tahu membedakan kematian martir dan kematian kurban?”
Mereka akan tergoda, dan mempersilahkan Anda untuk menjelaskannya dari perspektif Kristiani.

PENJELASAN KEMATIAN YESUS
Pertama-tama jelaskan bahwa kematian martir itu adalah kematian yang mempertahankan kebenaran dan bertahan terhadap pemaksaan dari musuh-musuh Tuhan hingga akhir hayatnya karena dibunuh. Kematian demi kebenaran ini merupakan akibat paksaan yang tidak bisa dihindari lagi kecuali menyangkal cinta kasihnya kepada Tuhan dan kebenaranNya. Ia dibunuh dalam kemartiran, dimana Tuhanlah yang menjadi pusat pembaktiannya.

Berbeda dengan kematian-kurban dimana seseorang merelakan jiwanya sendiri untuk dikorbankan (masih bisa dihindari, tetapi ia merelakan) demi kasih yang begitu besar untuk menyelamatkan jiwa-jiwa orang yang dikasihinya. Inilah sebuah kematian ”tukar guling” yang merupakan ”win-win solution” (semua pihak diuntungkan) demi menebus kematian para kekasihnya. Kedua jenis kematian disini total berlandaskan kasih, dan tidak diselewengkan dengan dalil-dalil manusia yang melekatkan kebencian dan dendam atas nama Tuhan atau ”perjuangan”.

”Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar (mati sahid, dll), tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.” Sebab, ”Amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran dihadapan Tuhan.” (I Kor 13:13; Yak 1:20)
Quran tampaknya tidak mengenal kematian-kurban. Namun bila Anda jeli, sesungguhnya Surat 19:33 di atas tersirat nubuat Isa akan kematian kurban bagi dirinya. Yaitu Isa bahkan akan tetap menemui kesejahteraan (perfect peace) pada hari ia wafat, karena ia merelakan kematiannya dalam damai-sejahtera yang sejati.

Untuk melukiskan ujud kematian-kurban kepada teman Muslim, Anda dapat memperlihatkan keseluruhan perikop Alkitab HAMBA TUHAN yang MENDERITA dalam Yesaya 52:13 dst, 53:1-12. di situ kedatangan seorang Hamba yang akan berkorban telah dinubuatkan sejak awal. Ia yang ”hamba” akan menderita, dihina, dianiaya dan mati disalibkan sebagai korban tebusan bagi umat yang seharusnya dihukum mati karena dosa-dosanya. Ia sendiri berkata (Lukas 24:26):
”Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaanNya?”

Jadi, berlainan dengan martir, kematian Yesus ini tak ada hubungannya dengan emosi kebencian atau karena iming-iming mendapat upah surgawi, melainkan justru ”iming-iming” membayar harga tebusan yang dapat langsung menyelamatkan jiwa umatNya! Dan kematian-kurban ini dinyatakan dalam bahasa Yesus sendiri:
”Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya… Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya (nyawa ini) daripadaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri…” (Yohanes 10:11,17,18) .

KISAH PARA NABI SEGALA ZAMAN VS AL-QURAN
Jika Quran hanya mampu menyangkal kematian Isa dengan satu ayat yang bersifat klaim, tanpa bukti dan saksi, maka tidak demikian halnya dengan Alkitab. Pembuktian akan kebenaran kematian Yesus disalib serta kebangkitanNya, tidak terkira kokohnya, internal maupun eksternal. Itu sudah terlalu banyak ditulis para ahli tanpa ada sanggahan yang layak. Namun bukti yang kita kupas dibawah ini akan menambahi ekstra, yang akan memberikan perspektif baru kepada teman Muslim. Sebab kematian-kurban memang eksis bagi Mesias, dan itu bukan bikinan atau diada-adakan oleh manusia. Ia sungguh telah dijanjikan Tuhan dari mulutNya dan/atau dari tanganNya sendiri, dan diteruskan turun-temurun sejak manusia pertama!

Lihat, Adam dan Hawa dikala itu masih hidup dalam kenaifan budaya alam fauna dan flora. Keduanya tentu tidak bisa memahami apa itu “kematian-kurban.” Maka Tuhan harus mengkomunikasikanny a secara bertahap dalam konsepsi, dengan ilustrasi, dan perlambangan darah yang harus ditumpah sebagai kurban penebus dosa. Dan sejak itu, Tuhan terus berjanji kepada manusia akan hal yang sama dari zaman ke zaman lewat nabi-nabiNya.

Namun cukup mengagetkan bahwa Muhammad justru tidak termasuk dalam deretan nabi yang meneruskan janji istimewa itu kepada umatnya. Bahkan lebih dari itu, Allah SWT tampaknya sengaja mengosongkan janji itu dari wahyu-wahyu yang diturunkan kepadanya, walau masih bisa ditemukan jejak-jejak janji tersebut yang akan kita bicarakan dibawah ini.

1). Kisah di zaman Adam
Simaklah Kitab Kejadian 3:15, dimana Tuhan berkata kepada Iblis dalam ungkapan yang visioner, dan karenanya harus dipahami secara visioner pula:
”Berfirmanlah TUHAN kepada ular (si Iblis) itu:
Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya. Keturunannya (akhirnya Yesus) akan meremukkan kepalamu (mengalahkan total), dan engkau akan meremukkan tumitnya (melukainya)’”
Tampak sejak awal di Taman Eden, kepada Adam dan Hawa telah dijanjikan Tuhan akan datangnya satu sosok Mesias yang akan menyelamatkan keturunannya dengan mengalahkan kuasa setan (meremukkan kepalanya), namun dengan mengorbankan fisiknya (berdarah, remuk tumitnya). Ini adalah janji besar dari mulut Tuhan sendiri, janji yang sayangnya tidak dapat ditemukan dalam Quran.

Tidak cukup janji mulut, Tuhan masih melanjutkannya dengan wujud tindakan, yang tentu masih bersifat perlambangan visioner yang jauh ke depan. Ini kita temukan dalam ayat 21,
Kejadian 3:21
Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.”
Tampak bahwa Tuhan melakukan sebuah penganugerahan kasih kepada Adam dan Hawa dengan membuatkan cawat kulit binatang untuk menutupi ketelanjangan (dosa) mereka. Tuhan sendirilah yang berinisiatif menggantikan cawat daun-daunan yang dibuat oleh Adam dan Hawa bagi diri mereka (ayat 7), dikala Ia baru ”terluka hatiNya” oleh dosa pelanggaran Adam! Bukankah itu suatu demonstrasi kasih Tuhan yang luar biasa ajaib?

Tuhan tidak berkenan dengan cawat daun itu karena hal yang amat prinsip. Cawat daun ”made in Adam-Hawa” itu tidak absah dimata Tuhan karena itu adalah lambang usaha diri manusia untuk menutupi ketelanjangan (dosa) mereka. Manusia tidak bisa mengusahakannya, dengan amal apapun! Keadilan dan kekudusan Tuhan tidak membiarkan satu dosa/kejahatan untuk dihapus oleh 1000 pahala. Satu kejahatan perkosaan misalnya, tetap harus dihukum, sekalipun sipemerkosa telah mendermakan pembangunan 1000 rumah ibadat!
Cawat daun-daun penutup itu hanya maya, khayalan manusia yang tidak bertahan dan sia-sia. Hanya cawat kulit ”made-in-TUHAN” yang secara hakiki mampu menutup/menebus dosa manusia!
Perhatikan bahwa Quran sesungguhnya juga berbicara tentang ’cawat daun made in Adam,’ ”Lalu keduanya memakan (buah pohon itu) maka kelihatanlah auratnya. Dan keduanya mulai menutupi dari daun-daun surga.” (QS 20:121). Namun entah kenapa Quran kembali mengosongkan apa yang justru jauh lebih esensial dari daun, yaitu ’cawat kulit made in TUHAN.’

Sejumlah teman Muslim tidak mampu menyembunyikan keheranannya, kenapa cawat kulit ini justru tidak muncul dalam Quran? Menjadi pertanyaan yang tak terhindari: Apakah Alkitab atau AlQuran yang mewahyukan berita yang asli? Mungkinkah ayat tentang ’cawat made in TUHAN’ ini sengaja dipalsukan (ditambahkan) kepada Alkitab sejak ribuan tahun sebelum Muhammad, ataukah Quran yang sengaja mengosongkannya dengan alasan ”mengoreksinya” ? Agaknya salah satu harus siap divonis sebagai keliru: yang ”menambahi” atau yang ”mengosongi.”
Kulit binatang muncul dari penyembelihan binatang. Ada kematian berdarah di sini. Diperkenalkan TUHAN untuk pertama kalinya suatu simbol korban-darah untuk ”cawat penutup dosa.” Korban darah binatang ini telah memvisualisasikan sebuah analogi konsep kematian & penebusan yang dirancang TUHAN demi menyelamatkan Adam serta seluruh keturunannya. Hukum Musa berkata, ”Nyawa makhluk ada dalam darahnya…dan tanpa penumpahan darah (korban) tak ada pengampunan” (Imamat 17:11, Ibrani 9:22). Sebab penutupan/penghapus an dosa manusia tidak bisa dilakukan oleh cawat daun: usaha-diri manusia melainkan hanya oleh kasih-karunia Tuhan lewat kematian sang Mesias sebagai korban-penebusan.

2). Kisah di Zaman Abraham
Kisah dari pengorbanan anak Abraham yang berakhir dengan penebusan kematiannya melalui seekor domba jantan, dicatat dengan lurus dalam Kejadian 22:8 dan 13,
Tuhan yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagiNya
Abraham mengambil domba itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya.”
Sama dengan absennya identitas Isa gadungan di kayu salib, di sini Quran kembali tidak menjelaskan siapa anak Abraham itu, dan lebih gawat lagi, mengosongkan apa makna hakiki dari kisah mahabesar ini! (Disini, kita tidak perlu masuk dalam kontroversi siapa sang anak itu, Ismael atau Ishak, agar fokus terpenting kita, yaitu konsep PENEBUSAN—tidak mengabur). Bagaimana duduk perkaranya? Ya, mungkinkah Tuhan mendadak menyuruh seorang bapak yang sangat saleh untuk membunuh anaknya? Dosa apakah yang dilakukan si anak sehingga ia layak dibunuh? Ada apakah dibalik sebuah teka-teki yang sangat misterius bahkan tak masuk akal ini? Menguji iman? Oke, Tetapi tentu Tuhan tidak kehabisan cara menguji, sehingga harus terpaksa memilih cara yang melawan hukumNya. Dia sendiri telah melarang pembunuhan dan pengurbanan darah anak (yang sering dilakukan oleh orang kafir, Imamat 18:21), masakan kini tiba-tiba justru memerintah Abraham untuk berbalik membunuh? Dalam sebuah pembunuhan keluarga nabi.

Banyak teman Muslim beranggapan bahwa kisah ini hanya menyangkut ujian Allah kepada Ibrahim. KELIRU. Dengan anggapan yang hanya sebatas demikian, mereka tidak mampu menghilangkan antagonisme yang dimunculkan Tuhan. Mereka belum menyadari bahwa itu adalah suatu penggambaran dahsyat akan sebuah konsep penebusan yang dijanjikan Tuhan bagi manusia, yang diperagakan lewat sebuah tamsil dimana sang kurban (anak domba) perlu dibunuh demi menebus sang anak (anak Abraham). Demi keadilanNya, Tuhan memang mengharuskan semua orang berdosa untuk dihukum mati. Dan orang-orang berdosa itu diibaratkan sebagai anak Abraham yang harus disembelih, tetapi diselamatkan Tuhan dengan sebuah tebusan Anak Domba Tuhan yang melambangkan Yesus Mesias. Agar perlambangannya tidak salah, maka Nabi Yahya diutus untuk mengkonfirmasikan hal tersebut ketika Yesus secara fisik datang menghampirinya:
“Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29).
Sesungguhnya konsep penebusan ini sudah dilukiskan juga di dalam Surat Quran 37:107 dengan penggambaran yang sesuai, yaitu satu ”kurban yang besar/agung” bagi tebusan sang anak! Namun kejelasan konsep ini terhalang oleh terjemahan tafsiran yang apriori menjuruskan makna ”kurban” itu kepada pengertian yang amat dipersempit, dipatok menjadi ”seekor binatang sembelihan”, padahal wahyu aslinya samasekali tidak memuat teks kata-kata seperti itu. Bandingkan dengan kritis sejumlah terjemahan berikut ini:
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (terjemahan Depag)
Dan kami menebusnya dengan sembelihan yang besar (terjemahan Disbintalad)
We ransomed his son with a noble sacrifice (satu./sebuah kurban agung/mulia, terjemah N.J. Dawood)
And We ransomed him with a mighty sacrifice (sebuah kurban perkasa, terjemah Arberry)
Then We ransomed him with a tremendous victim (sebuah kurban yang dahsyat, terjemah Mohammed Pickthall)
And We ransomed him with a great sacrifice (kurban yang besar/hebat, terjemah Yusuf Ali)
Itu adalah gambaran sebuah konsep penebusan, yang datang secara vertikal dari atas ke bawah (dari Tuhan bagi anak-Nya), dengan korban yang amat besar nilainya (dahsyat). Sedemikian besar korban itu sehingga pewahyuan Quran sengaja memakai kata asli yang sama dengan salah satu diantara 99 nama/asma Allah, yaitu Al-Azhim (Yang Maha-Agung).

Wa fa dainaahu bi dzibhin ‘azhiim.”
Jadi konteks dan makna kisah dan ayat-ayat tersebut sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan pemberian sedekahan dari manusia bagi sesamanya (yang bersifat horizontal) pada hari raya Kurban/Haji. Tuhan sendiri secara “vertikal dari atas” yang menyediakan (menganugerahkan tebusan keselamatanNya kepada manusia, dan bukan manusia Abraham yang mengusahakannya! (kembali sama dengan analogi penebusan dari Cawat Kulit ‘made-in Tuhan’: sebuah anugerah, bukan cawat daun yang diusahakan Adam). Teman Muslim akan mendapat pencerahan apabila berani bertanya 3 hal sederhana berikut ini di dalam keheningannya:
  1. Apa perlu-perlunya sang anak itu ditebus oleh Tuhan?
Bila Tuhan hanya ingin menguji iman Ibrahim (yang toh sudah diketahuiNya) , Allah cukup melepaskan anaknya tanpa perlu tebusan kurban. Ujian iman telah berakhir pada waktu malaikat berseru kepada Ibrahim: “STOP, jangan bunuh anakmu!”
  1. Dan kenapa Tuhan memerlukan kematian-kurban?
Pakar Islam sulit menjawabnya dari sumbernya. Quran, kecuali mencoba mendalil logis tanpa dapat membuyarkan antagonisme dan misteri intinya: kenapa Allah sampai memilih memerintahkan sebuah pembunuhan keluarga nabi? Itulah. Kematian-kurban ini adalah gambaran analogis dari kematian seorang Al Masih, yang diperlukan sebagai kurban penebus (untuk mengganti) kematian yang harus dikenakan kepada setiap manusia (karena semua manusia itu berdosa). Sebab Hukum Keadilan Tuhan tetap berkata tanpa pandang bulu bahwa setiap manusia berdosa harus dihukum mati (Roma 6:23); namun Hukum KASIH Tuhan kini dapat berkata, “Anak Manusia memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Matius 20:28).

(Teologi Islam tidak berdaya menjawab pertanyaan, bagaimanakah Allah SWT itu dapat Maha-adil (yang harus menghukum), padahal Ia juga Mahakasih (yang akan mengampuni)? Dapatkah Allah mengampuni seseorang tanpa memperkosa hakekat diriNya yang Maha-adil?

Ketika Tuhan tidak menghukum karena KasihNya, Tuhan menjadi tidak Adil; dan ketika menghukum karena AdilNya, Tuhan menjadi tidak Kasih. Ketegangan (“Kontradiksi” ) ini hanya mungkin direkonsiliasikan dalam kematian-kurban sebagai Penebus—Pembayar harga kematian—yang mempertemukan Keadilan Tuhan dengan Kasih Tuhan. Kini Ia tetap Mahaadil ketika mengampuni dalam KasihNya, karena Tuhan sendiri telah membayar harga Keadilan itu lewat kematian Al Masih, Kalimatullah yang diinkarnasikan ke dalam dunia!)
  1. Dan bila itu tebusan bagi sang anak, kenapa menebus (binatang) justru dianggap bernilai sangat ”agung-mulia” ketimbang yang ditebusnya (manusia)?
Tak ada jawaban selain 2 kemungkinan. Pertama, kalau kita rela dibohongi dengan pelbagai terjemahan/tafsiran yang tidak lurus. Kedua, kecuali si penebus itu adalah benar Sang Penebus! Itulah kematian-kurban yang sebesar-besar dahsyat, mulia, agung, perkasa, pemenang, seperti yang telah kita bicarakan di muka. Sebab seberapakah besar dan dahsyatnya korban kita jikalau itu hanya terbatas pada pemberian sedekah di hari raya? Korban semacam ini tidak mempunyai nilai-tebusan (atoning value), kecuali nilai sosial dan religi.

3). Kisah di Zaman Musa
Rupa-rupanya kisah Taurat tentang konfrontasi Musa melawan Firaun adalah topik favorit yang dicatat Quran. Begitu favoritnya sehingga Quran merasa perlu mencatatnya berulang-ulang hingga 27 kali! Meski demikian, tidak sekalipun didalamnya Muhammad mencatat peristiwa yang paling inti dari Kisan Keluaran dari Taurat Musa ini, yaitu kisah PASKAH! Padahal perayaan Paskah adalah event yang paling bersejarah, menyentuh dan heroik bagi setiap orang Yahudi, yang dijadikan legenda untuk dikisahkan kepada setiap anak cucu Yahudi turun-temurun. Lebih dari itu Paskah wajib dirayakan setiap tahunnya, dengan segala tata cara perjamuannya yang dibakukan! Dengan absennya kisah Paskah dalam pewahyuan Quran, tidak heran bahwa orang-orang Yahudi di Mekah atau Madina tidak dapat mengakui Muhammad sebagai nabi utusan Tuhan. Sebab bagi mereka mustahil Allahnya Muhammad bisa sama dengan Tuhan mereka jikalau Allah ini sampai 27 kali lupa mengisahkan inti kisah Kitab Keluaran dalam 27 kali pewahyuanNya tentang perseteruan Musa vs Firaun! Padahal Tuhan sendirilah yang memerintahkan kisah ini agar tertanam dalam ingatan turun-temurun dalam Perayaan Perjamuan paskah setiap tahun!

Seperti diketahui, kisah Paskah dimulai dengan tulah yang ke-10 (dan Quran hanya mencatat total 9 tulah), dimana Tuhan mendatangkan malapetaka terbesar dengan mengirim malaikat kematian untuk mencabut nyawa anak sulung dari setiap keluarga yang pintu rumahnya tidak diperciki darah domba! Tuhan berkata:
Apabila Aku melihat dara itu (ada di pintu), maka Aku akan lewat”. Itu adalah vonis kematian yang dilewatkan Tuhan (luput) bagi rumah yang bertanda darah kurban (Keluaran 12:13). Dan Alkitab menjelaskan kepada kita bahwa ”Semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang” (Kolose 2:17), yaitu janji penebusan melalui darah Yesus Kristus.

4). Kisah di Zaman Daud
Sesekali, tanyakanlah kepada teman Muslim, apa yang mereka ketahui tentang isi Kitab Zabur (Mazmur) yang harus diimaninya. Mereka akan menjawab amat minim dan kabur. Quran memang mengatakan daud membunuh Jalut (Daud vs Goliat) tanpa menerangkan kejadiannya. Juga menyebutkan karunia-karunia yang diberikan Allah kepada Daud, termasuk suara merdu dan pandai bertasbih hingga besi-besi pun menjadi lunak dibuatnya. Tetapi apakah ini isi Kitab Zabur yang islami yang Tuhan turunkan kepada Daud, dengan maksud untuk diimani umatNya? Tetapi apa relevansinya zabur yang harus diimani, bila janji dan ajaran Allah yang diturunkan lewat nabi Daud itu praktis tidak dikenal oleh Muslim?

Kitab Mazmur (Zabur) telah berumur sangat tua, diteruskan hingga ke zaman Yesus dan murid-muridNya yang Ia sendiri sering mengutipnya. Diteruskan lagi hingga ke zamannya Muhammad dan selanjutnya. Tidak ada yang merubah atau menggantikan teksnya. Mazmur (Kitab Zabur) tidak berisi kisah perang Daud melawan Goliat seperti yang dianggap teman Muslim! (Itu ada di kitab lainnya, Kitab nabi Samuel). Tetapi Mazmur berisi 150 pasal kumpulan mazmur doa dan permohonan, pujian dan nyanyian ucapan syukur, ratapan dan pengakuan dosa, mazmur Mesias dengan makna nubuat!

Tanpa kesadaran akan apa yang terucap dari mulutnya, namun Roh Tuhan telah menuntun Daud bernubuat rinci tentang segala pernik kejadian yang akan dijalani oleh seorang Mesias yang akan disalibkan demi membebaskan umatNya, Mesias ini akan mengalami penghinaan, penganiayaan. ”penusukan tangan dan kaki” (istilah nubuat daud untuk penyaliban), dan mengalami kematian dan ditinggal oleh Roh Tuhan, namun juga mengalami kebangkitanNya dari kematian! Semuanya ini secara ajaib tergenapi oleh Yesus Mesias 1000 tahun sesudahnya (Lihat Mazmur ps 2; 8; 16; 40; 41; 45; 68; 69; 89; 102; 110; 118, khususnya 22:2, 7, 8, 17, 19). Bahkan teriakan ungkapan kematian Yesus di atas kayu salib pun, terjadi persis seperti yang telah dinubuatkan oleh Daud: ”Eli, Eli, lama sabakhtani?”. Ini suatu pelukisan kematian-kurban yang tidak terhapuskan oleh klaim dan koreksi dari ayat Kitab Suci manapun! Akhirnya, Tuhan konsekuen menyerukan model penghakiman yang berlandaskan analogi-penebusan:
Bawalah kemari orang-orang yang Kukasihi, yang mengikat perjanjian dengan Aku berdasarkan korban sembelihan!” (Mazmur 50:5).

5). Kisah di Zaman Yesaya
Ada satu kabar baik bagi teman Muslim yang belum tahu akan sosok nabi Yesaya yang pernah hidup ditahun 700-an SM. Tuhan ”menurunkan” kepadanya sebuah Kitab yang paling terkenal dengan nubuatan-nubuatan yang terbukti benar. Bahkan pada awal mula pelayanan Yesus, kitab inilah yang dibacakan Yesus di sebuah rumah ibadat. Di situ Yesus memilih membaca pasal 61 dimana terdapat ayat-ayat istimewa yang menubuatkan tentang diriNya! Nas ayat itupun dibenarkanNya secara langsung bagi diriNya, bukan bagi orang lain (lihat Lukas 4:16-21), dan ini sekaligus menggugurkan kalim Muhammad bahwa namanyalah yang ada tertulis di dalam Taurat dan Injil (QS 7:157). Keistimewaan kitab ini bertambah ketika dunia sempat dikagetkan pada tahun 1947 dengan penemuan utuh dari salinan naskah Dead Sea Scrolls di Qumran, yang berpenanggalan sekitar 150 tahun SM! Maka naskah yang begitu kuno ini segera dipakai untuk men-test kalau-kalau ada kesalahan salinan atau pemalsuan pada salinan kitab Yesaya yang sudah kita punyai selama ini. Ternyata penemuan ini saling bersesuaian dan membenarkan keotentikan teks yang telah ada! Tak ada tangan-tangan usil yang menjahili teks Alkitab seperti yang dituduh.

Selain pasal 61 yang ayatnya sempat dibacakan Yesus, juga ditemukan gulungan kitab Yesaya pasal 53, yang secara paradoxal mencatat berbagai janji dan nubuat Tuhan tentang seorang Hamba yang Menderita sampai mati, namun menjadi pendamai dan penyelamat bagi umat manusia yang jahat. Hamba ini bahkan tercatat akan bangkit kembali dengan segala ”hadiah” kemenangan-Nya! Kedengarannya seperti tak masuk akal. Itu sebabnya pewahyuannya dimulai dengan bahasa yang skeptis: ”Siapakah yang percaya kepada berita (wahyu) yang kami dengar…?”
Di sini kita persingkat jumlah pembuktian dengan cukup mengutip hanya 3 ayat saja:
Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya… Orang menempatkan kuburnya diantara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada diantara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya. Tetapi Tuhan berkehendak meremukkan dia (tumitnya*) dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya. Umurnya akan lanjut (akan bangkit, tidak mati seterusnya)” (Yesaya 53:5,9,10 * lihat Kejadian 3:15).

Semua ”kemustahilan” teks nabi Yesaya yang rumit yang digaris-bawahi ini terbukti benar pada kehidupan dan kematian Yesus 700-an tahun kemudian! Naskah tua Qumran dari 7,5 abad sebelum Muhammad, sengaja dipakai Tuhan di abad ke-20 untuk sekali lagi membenarkan nubuat Yesaya tentang kematian-kurban seorang Mesias. Bila begitu dahsyatnya kebenaran yang satu ini, atas alasan apa dan untuk apa kita harus mati-matian menafikannya?

6). Kisah di zaman nabi Yohanes (nabi Yahya)
Ada 6 pertanyaan dasar dan penting, ditujukan kepada teman Muslim yang kurang acuh/kritis:
(a). Adakah Anda pernah berpikir sejenak apa peran Nabi Yahya seutuhnya menurut versi Quran?
(b). Kenapa Nabi itu ditempatkan Tuhan sekurun-zaman dan seladang-pelayanan dengan Yesus, yang sama-sama menyampaikan firman Tuhan dan mendapatkan para pengikutnya yang berbeda?
(c). Bergunakah misi kenabian Yahya (atau Yesus) ditengah-tengah kenabian Yesus (atau Yahya)? Apakah misi keduanya tidak mampu disedot dan diemban oleh satu nabi saja?
(d). Apakah Tuhan begitu tidak efisien kerjaNya sehingga harus mengutus 2 nabi besar sekaligus dalam kurun angkatan yang sama, sekaligus keduanya menuai kematian secara sia-sia dan terkesan kalah terhadap musuh-musuh Tuhan (versi Quran)?
(e). Bila versi Quran sebaliknya dari kesan-kesan ini, bagaimana caranya menerangkan dari sumber-sumber Islam sendiri bahwa misi kenabian Isa dan Yahya itu berkemenangan kedua-duanya?
(f). Bagaimana penafsir Islam menggambarkan peran Jibril, yang harus membagi dirinya diantara diri Isa (yang selalu diperkuat Jibril) dan diri Yahya (yang bersama-sama Isa harus meneruskan wahyu Jibril kepada angkatan yang sama). Dapatkah Jibril maha-ada, di Isa dan Yahya pada satu saat yang sama?

Tidak mudah bagi teman Muslim mana saja untuk menjawab pertanyaan dasariah ini. Kenapa? Karena Quran justru mengosongkan 2 kesaksian penting untuk apa nabi Yahya diutus khusus sekurun-waktu dan sepelayanan dengan Yesus! (lihat dibawah ini).
Namun Alkitab tidak mempunyai kesulitan sedikitpun untuk menjawab misteri di atas. Justru kehadiran Yohanes sekurun dengan Yesus merupakan pertanda Tuhan akan betapa maha-penting dan vitalnya sosok dan pelayanan Yesus sehingga perlu didampingkan tambahan satu nabi besar lainnya. Seperti yang diakui oleh Yohanes sendiri bahwa ia bukan Mesias namun diutus mendahuluinya untuk menjadi corong suara yang meluruskan dan mempersiapkan jalan bagi pengenalan jati-diri Yesus Mesias dan misiNya: “Ditengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal.”

Lalu Yohanes memperkenalkan Sang Mesias lewat pewahyuan yang paling unik (Yohanes pasal 1). Di sini, bukan Jibril membagi dirinya diantara diri Isa dan Yahya (yang sama-sama harus menyampaikan wahyu Jibril kepada angkatan yang sama), melainkan Roh kudus.
Dengan peran khusus Yohanes dan posisi sentralnya yang dinyatakan sebagai nabi terbesar (Yohanes 7:26), sedikitnya itu berarti bahwa dialah bukti dan saksi Ilahi yang paling tinggi di dunia ini bagi Yesus sebagai Mesias. Maksudnya, ia diberi hak istimewa oleh Tuhan untuk mengidentifikasikan jati-diri sang Mesias dengan tanda-ilahi (!), yaitu Roh Kudus (seperti merpati) yang terlihat turun kepada sosok-fisiknya Yesus Mesias. Dengan demikian, Yohanes menjadi saksi-mata yang paling shahih, dekat dan langsung “menunjuk-hidung” ke sosok Mesias, tanpa usah khawatir akan kesalahan dan kekeliruan sosok akibat rentang generasi. Dia tidak bernubuat puluhan generasi dimuka (seperti halnya dengan nabi-nabi lainnya) baru kemudian bisa dicocokkan lagi nubuatnya oleh generasi belakangan dengan memberi peluang tafsiran yang bisa salah-sosok. Yohanes sebagai penunjuk-hidung yang paling absah, memberi dua kesaksian yang penting bagi kemanusiaan, dalam Yohanes 1:34 dan 29:
Satu: “aku telah melihat Roh turun dari langit seperti merpati, dan tinggal di atasNya (Yesus)…aku telah melihatNya dan memberi kesaksian: Ia inilah Anak Tuhan.”
Dua: “Lihatlah (Dia) Anak Domba Tuhan, yang menghapus dosa dunia.”
Perhatikan dua kata-saksi langsung kepada Mesias, right now and here, ”inilah” dan ”lihatlah”. Dua penyaksian yang berotoritas ini menunjuk lurus kepada penyaliban Yesus sebagai Anak Tuhan yang menjadi korban tebusan bagi umat manusia!

(7). Hardikan Yesus membuktikan Ia menjalani “kematian-kurban”
Apakah maksud Yesus ketika ia berkata dalam Perjamuan Malam terakhirNya: ”Sebab apa yang tertulis tentang Aku sedang digenapi.” (Lukas 22:37). Itulah pernyataan seperti yang dikupas dalam 6 kisah-kisah di atas, yang seluruhnya merujuk kepada Yesus dalam kematian-kurbanNya! Bila pernyataan tersebut ditolak seseorang, maka Yesus tidak akan segan menghardik si penolak itu dengan kata-kata yang terkeras: ”Enyahlah Iblis!”
Tidak peduli orang tersebut adalah muridNya sendiri, tidak peduli bahwa murid ini (atau orang-orang yang mengaku-aku menghormatiNya) sesungguhnya bermaksud baik karena tidak menginginkan suatu kematian terkutuk disalib itu menimpa diriNya. Simaklah apa yang terjadi pada Petrus yang sesungguhnya beretiket baik bagi Gurunya:
Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-muridNya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: ”Tuhan, kiranya Tuhan menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: ”Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku. Sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Tuhan, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Matius 16:21-23).
Ya, bagi Yesus, menampik kematian-kurbanNya adalah menampik perjanjianNya yang paling awal, rancanganNya yang universal, dan karyaNya yang paling mahal yang dapat dibayarkanNya bagi umat manusia. Ia berkata,
Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.” (Matius 26:28).

Nubuat Adikodrati” Ke Depan VS “Jejak KAKI” KEBELAKANG
Ucapan nubuat yang tercatat, sekali ia digenapi, adalah merupakan bukti adi-kodrati yang paling kokoh yang harus dipercaya. Nubuat-dan bukan mujizat-merupakan testing yang paling absah akan kebenaran suatu wahyu! Kenapa? Karena sekalipun nabi-nabi palsu bisa bermujizat ala kadar, namun tak ada satu makhluk pun yang tahu masa depan, apalagi mengontrol sejarah untuk memenuhi apa yang ia sudah ucapkan! Nasibnya masa depan hanya ada ditangan Tuhan! Itu sebabnya Tuhan sendiri menantang tuhan-tuhan selainnya untuk membuktikan ”keilahian dirinya” dengan cara bernubuat:

Siapakah seperti Aku? Biarlah ia menyerukannya, biarlah ia memberitahukannya dan membentangkannya kepada-Ku! Siapakah yang mengabarkan dari dahulu kala hal-hal yang akan datang? Apa yang akan tiba, biarlah mereka memberitahukannya kepada kami!” (Yesaya 44:7)
maka Aku memberitahukannya kepadamu dari sejak dahulu; sebelum hal itu menjadi kenyataan, Aku mengabarkannya kepadamu, supaya jangan engkau berkata: Berhalaku yang melakukannya, patung pahatanku dan patung tuanganku yang memerintahkannya.” (Yesaya 48:5)

Namun untuk hal yang sepenting ini bagi suatu kebenaran, Muslim malah membiasakan dirinya acuh dan asing terhadap nubuat. Quran praktis tidak berisi nubuat adikodrati ke depan, melainkan sebaliknya banyak didominasi dengan pengungkapan kisah-kisah masa silam. Sebagai contoh saja, ayat yang diperbincangkan di sini, QS 4:157, adalah tipikal kisah pewahyuan ke masa silam yang terlambat munculnya, bukan nubuat ke depan yang harus dibuktikan dengan fakta-fakta masa depan.

Bagi kebanyakan Muslim, ayat di atas dianggap sebagai ”wahyu koreksi” terhadap kasus penyaliban Isa yang terlanjur diterima secara keliru. Namun teman Muslim sering lupa bahwa sangkaan ”keliru” itu justru pertama-tama harus diusutkan kepada ”kelirunya” Allah sendiri dalam bertindak di abad pertama. Bukankah Allah dengan sengaja menipu-daya umat yang menyaksikan penyaliban Isa?! Dan Allah jugalah yang mengkelirukan Isa dengan seorang Isa gadungan, bagi umat israel?
Mari kita saksikan apakah ”pengkoreksian” demikian itu kokoh sebagai hukum pengkoreksi tuhan ataukah hanya sebuah klaim yang justru perlu ”ditafsir-ulang” .
1). Absennya Novum
Anda tidak akan memprotes suatu kasus yang telah berlalu 6 abad tanpa menyodorkan bukti-bukti novum yang kuat dan absah (bukti silam yang baru ditemukan). Jadi ”wahyu-koreksi” atas penyaliban/kematian masa silam Isa, haruslah disertai dengan novum yang dapat menafikan penyaliban, dan bukan dibenarkan dengan mengajukan klaim atau asumsi baru. Bila Anda tidak percaya akan nubuat yang tidak tergenapi ke depannya, bagaimana mungkin Anda malah percaya akan wahyu koreksi silam yang tanpa novum ini (padahal kasus yang sudah lewat selalu ada jejak bukti)?

2). Siapakah sosok Isa-Isaan yang diklaim Quran?
Sebab bilamana Allah begitu perlu untuk menegaskan bahwa sosok itu BUKAN Isa, maka Allah setidaknya perlu (dan tentunya mudah) menegaskan SIAPA sosok penggantiNya! Keabsahan satu koin tidak dibentuk oleh satu sisi saja. Mengkoreksi sosok si-asli yang pergi (non-exist) terhadap si gadungan yang tertinggal (exist) itu bukanlah sebuah koreksi jikalau yang eksis itu justru tidak ditampilkan sebagai bukti, malahan juga turut dikosongkan. Apa yang mau dikoreksi kalau kedua obyek yang dipersoalkan itu justru dikosongkan?

3). Memulihkan suasana keraguan, atau menambahinya?
Suasana yang digambarkan dalam satu ayat Quran itu melebihi kekacauan manapun yang pernah diwahyukan. Lihat betapa bertubi-tubinya kata-kata kekacauan yang dilontarkan ke situ: ”…berselisih paham… …benar-benar dalam keragu-raguan… tidak mempunyai keyakinan….persangka an belaka….tidak (pula) yakin…”
Sangat jelas Allah lewat ayat korektif ini bermaksud untuk memulihkan segala kekacauan ini. Namun dengan metode pengkoreksian Allah yang aneh (6 abad terlambat, ketiadaan jati-diri sosok, tipu-daya), maka Allah sebenarnya tidak menipisi, melainkan mempertebal keraguan dan perselisihan yang ingin disingkirkan. Keraguan dapat ditepis dengan menambahi bukti, bukan dengan ”pengkoreksian” yang malah menambahi misteri.

4). Dan siapa saksi-saksi- nya?
Siapa selain Allah yang dapat diajukan sebagai saksi atas permainan petak-umpet ini? Jibril? Maryam? Yahya? Serdadu Romawi yang mengeksekusi? Isa sendiri? Tidak ada di kitab! Bila sebelumnya ada tercium tipu-daya ini. Isa bahkan akan memprotes kepada Allah. Karena hal itu melawan kodratnya yang kudus, selalu berkata benar. Kudus itu tidak mau dan tidak bisa bertipu-daya atau membiarkan dirinya menjadi bagian dan ajang dari tipu-daya. Alkitab sama mengatakan, ”Ia (Yesus) tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulutnya” (QS 19:19,34; Yohanes 8:46; 1 Petrus 2:22).
Yohanes 8:46 Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku?
1 Petrus 2:22 ”Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya”.
Jadi, apa dan siapa yang telah dibuktikan dan dimantapkan oleh ayat pengkoreksi yang satu ini? Atau apakah pembuktian korektif model ini dapat dijadikan jurisprudensi untuk mengoreksi suatu perselisihan?

MUSTAHIL ADA WAHYU TUHAN YANG BOLEH KADALUARSA
Pewahyuan silam ini, telah menempatkan murid-murid Isa, ibuNya, dll semua menjadi korban, tertipu daya oleh cara Allah SWT mempergantikan Isa dengan seseorang yang diserupakanNya secara tersembunyi. Ketertipuan ini terus berjalan hingga diungkapkan oleh Muhammad (lihat rujukan QS 3:54).
Pertanyaan kita yang paling elementer: ”Kenapa Allah baru merasa perlu mengkoreksi di abad ke-7 untuk sebuah kasus besar dari abad ke-1?” Kenapa kadaluarsa selama 6 abad? Membiarkan bermilyar manusia mati dalam kesesatannya yang terlanjur ”menjunjung salib Yesus,” karena belum sempat dikoreksi Allah? Salahkah ibu Maria, murid-murid Yesus, dan bermilyar pengikutNya, jikalau mereka semua telah mengimani penglihatan yang ”salah”, karena mata mereka telah disesatkan oleh pembalasan tipu-daya Allah sendiri?

Cara pembalasan Tuhan terhadap si penipu dengan menipu balik sipenipu itu, sungguh tidak dikenal dalam Alkitab. Namun hal itu, diadopsi menjadi bagian yang diwahyukan Quran, sehingga para penterjemah terkesan agak rikuh dalam memilih dan memakai pelbagai istilah dan gaya yang saling berbeda untuk menterjemahkan ”khairul maakiriin,” dalam kedua ayat berikut ini (perhatikan teks bahasa aslinya).

”Dan mereka itu membuat tipu daya, Allah membalas tipu daya mereka, dan Allah sebaik-baik (pembalas) tipu daya” (and Allah is the best of schemers, Moh. Pickthall)
”Mereka membuat tipu daya, tetapi Allah (juga) membuat tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembuat tipu daya.” (and Allah is the best of plotters QS 3:54; 8:30).

Dalam paham Kristianitas, manusia menipu-daya karena hakekatnya jahat dan sumber dayanya terbatas. Namun Tuhan yang berhakekat Mahakudus dan tidak terbatas sumber dayaNya tidak harus terpaksa—bahkan tidak bisa—membalas tipu dengan tipu, apapun kondisi dan alasannya! Teroris bisa menyandera dan membunuh keluarganya polisi dengan golok, namun polisi tidak bisa membalas membunuh keluarga si teroris, apalagi dengan meriam yang menghancurkan pula tetangga, lalu berkata: “Rasain lu, saya lebih canngih membunuh kalian, kan?.”

Kristianitas mengimani Tuhan yang dapat melawan dan menghukum siapa dan apa saja dengan cara yang tak terbayangkan manusia, namun tidak dapat melawan hakekat diriNya yang “tidak berdusta dan tidak mungkin berdusta.” Dan “Tuhan tidak dapat menyangkal diriNya” (Titus 1:2, Ibrani 6:18; 2 Timotius 2:13).
Tuhan tidak bisa terang-terangan membela dan memberi kehormatan kepada Isa setinggi-tingginya— dengan menghancurkan palang salib—sambil mencangking dan menghajar semua musuhNya untuk berlutut di depan kaki Isa! Namun Kuasa Kebenaran, dan Wibawa KehormatanNya memustahilkan Dia secara sembunyi-sembunyi memilih menipu daya semua orang sambil membiarkan diriNya dipaksa manusia bejad untuk menghentikan masa dakwah nabiNya (Isa) secara prematur. Dengan dilenyapkannya Isa disitu dan tamat riwayatnya entah bagaimana, bukankah sia-sia seluruh prestasi kenabiannya?

Dan tamat pula seluruh kepercayaan murid-muridNya akan kehebatan dan janji-janji Gurunya. Melainkan menyisakan tercerai-berainya mereka dalam rasa ketakutan, tidak mampu, dan percuma menginjili, karena toh sang Guru sendiri sudah dikalahkan (lihat akhir dari pasal ini).
Kebanyakan Muslim tidak mencoba untuk memahami bahwa sedari dahulu, Tuhan semesta alam selalu merujuk kepada satu formula penyelamatan manusia, yaitu hidup melalui kematian. Dan kematian Yesus itu mengalahkan MAUT bagi umatNya!

Dulu harga kematian disimbolkan oleh korban sembelihan anak domba; dan kini digenapi oleh pengorbanan Anak Domba Tuhan dalam penyaliban Yesus. Apabila kematian-kurban dari Yesus ini ingin “dibela” dengan cara dihilangkan, maka Ia justru akan kehilangan segala-galanya!
(1). Hilang lenyap Diri Isa, dari murid-murid yang dikasihiNya. Dilenyapkan Tuhan entah kemana, tanpa pra-berita, tanpa pamit, tanpa saksi, tidak terjejaki. Meninggalkan penginjilan secara prematur sebelum berbuah (lihat butir 3).
(2). Hilang lenyap Kalimat Isa, Injil dan ajaran Isa tidak terjaga di dunia, padahal terjaga disisi Allah dan tergores kekal di Lauhul Mahfuz di surga. Injil Isa Islami dibiarkan hilang lenyap dari dunia entah kemana, tidak terjejaki, sehingga Cuma Injil Palsu karya Paulus cs –lah yang tertinggal dan kini tersebar ke seluruh pelosok bumi dalam 1000-an bahasa di dunia.
(3). Hilang lenyap Misi Isa bersama dengan semua murid-murid awal Isa (hawariyyin, para pengikut beriman), Mereka tidak terjaga, terdesak kalah dan hilang semua, disapu oleh murid-murid Paulus dengan ajaran sesatnya yang terus berjaya hingga kini. Padahal Quran menjanjikan kemenangan bagi murid-murid Isa (QS 61:14);
“…Pengikut (Isa) yang setia itu berkata:’Kamilah penolong-penolong agama Allah…maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang’ ”.

Tetapi dimanakah Injil Isa dan para pengikut Isa (Islami) yang menang itu sekarang? HILANG! Hilang segala-galanya disapu habis oleh kuasa nabi-nabi palsu yang dapat melebihi Isa! Total kesia-siaan Isa ini adalah konsekuensi sebab-akibat yang keras sekali, Muslim menolak kematian-kurban Yesus Al-Masih di kayu salib! Muslim tahu bahwa Isa adalah sosok yang digelar “Yang Terkemuka di dunia dan di akhirat” dan “Tanda yang Besar bagi Semesta Alam”.

Jadi silahkan Muslim kini memilih satu diantara dua: Isa yang kehilangan segala-galanya (Keberadaan DiriNya, Kalimat, Ajaran & KaryaNya) ataukah Isa yang tersalib dalam kematian-kurban demi memberikan kita HIDUP yang KEKAL.

No comments:

Post a Comment