Saturday, September 15, 2012

Pertanyaan Mengenai Iman Episode 76

Pertanyaan Mengenai Iman Episode 76

Antoine: Selamat datang para pemirsa terhormat, ke episode terbaru dari program ‘Pertanyaan Mengenai Iman’. Kami juga menyambut tahu kita terhormat, Bapak Pendeta Zakaria Botros.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Terima kasih.

Antoine: Hari ini kita menerima surat sepanjang 4 halaman. Saya akan membacakan beberapa baris.
“Bapak Pendeta Zakaria Botros. Damai sejahtera dan kasih bagi Anda. Saya berharap saya tidak melebih-lebihkan ketika saya berkata bahwa walaupun saya senang dengan Anda yang menghabiskan waktu mempelajari krisis-krisis dalam iman orang Muslim, dari penulisnya sampai pengikutnya, saya berkabung karena para pengikut agama tersebut menanggapinya dengan menyangkal kenyataan dan menuntut pembukaan rahasia.”
Mohon berikan pendapat Anda mengenai surat ini.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Sebuah surat yang indah dan ia menandatanganinya juga. Ia seorang puitis dan kritikus kesusastraan dan musik. Dimana ia tinggal? Ia dari negara Saudi Arabia.
Saya sangat senang dengan surat-surat seperti itu. Sebenarnya, surat ini membuat saya senang. Ia berkata, “Walaupun saya senang… saya berkabung karena para pengikut agama tersebut menanggapinya dengan menyangkal kenyataan.” Seperti majalah di internet yang menulis sebuah artikel mengenai episode terakhir.
Saya pikir, saya akan menunda pemeriksaan dan evaluasi surat penting ini karena datang dari seorang penulis yang keranjingan. Jika Anda mengijinkan, saya ingin menyediakan satu episode khusus untuk membahasnya dan melihat komentar-komentarnya, baik yang positif maupun negatif.
Terima kasih.

Antoine: Kami berterima kasih kepada teman kita ini, dan kepada semua orang yang telah menulis kepada kami ke alamat yang muncul di layar, di akhir program ini. Kami mendorong Anda untuk terus menulis kepada kami. Pasti kami akan berusaha untuk menjawab surat-surat Anda.
Di episode terakhir, Anda berbicara mengenai Tradisi Rasul dan memberikan contoh-contoh. Apakah Anda ingin menambahkan sesuatu kepada hal-hal yang telah Anda ucapkan?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Sebenarnya, ada sebuah topik serius yang ingin saya bahas.
Salah satu buku yang saya baca, berjudul ‘The Abrogating and the Abrogated in Hadis’ (Pembatalan dan Yang Dibatalkan di Hadis).
Mohon berikan saya bukunya.
‘The Abrogating and the Abrogated in Hadis’ (Pembatalan dan Yang Dibatalkan di Hadis), oleh Abu Hafs Omar Ibn Ahmed Ibn Uthman Ibn Ahmed, dikenal dengan Ibn Shaheen El Baghdady, yang meninggal dunia tahun 385 Hijriah. Yaitu mengenai sebuah studi dan tesis oleh Dr. Karima Bint Ali.
Apakah kamera dapat tampilkan buku ini, supaya para peneliti bisa mendapatkan salinannya dan membacanya? Yaitu ‘The Abrogating and the Abrogated in Hadis’ (Pembatalan dan Yang Dibatalkan di Hadis).

Antoine: Dapatkah Anda memberikan beberapa contoh?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Beberapa waktu yang lalu, kita membahas pembatalan dalam Al Qur’an dan kita menemukan bahwa 62% dari ayat-ayat Al Qur’an telah dibatalkan. Saya sangat tercengang saat menemukan bahwa ada pembatalan di Hadis juga.
Banyak ulama Hadis telah menulis mengenai pembatalan ini, seperti Ahmad Ibn Hanbal, Abu Dawood El Sajistani, Ahmed Ibn Ishak, Abu Muslim El Asfahany, El Ga’d El Sheebany, Ibn Shaheen El Baghdady, Gamal El Deen El Goozy, dan lainnya. Semuanya menulis mengenai pembatalan di Hadis.

Antoine: Apakah ada contoh-contohnya di buku ini?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Hasil pekerjaan terbaik yang fokus terhadap topik-topik ini adalah tesis doktor ini. Tesis Dr. Karima Bint Ali dari Rabat, Moroko.
Ia mengumpulkan Hadis-Hadis yang bertentangan, yang mereka sebut yang dibatalkan dan pembatalan, karena mereka saling bertentangan satu sama lain.
Satu contoh adalah tentang mencuci tempat minum anjing atau kucing.
Ada Hadis Rasul di Sunan El Bayhaqi, buku Penyucian Diri, Hadis 247: “Menuturkan Abu Huraira bahwa Rasul Allah berkata, ‘Jika seekor anjing minum dari tempatmu, cuci tujuh kali, dan jika seekor kucing minum dari situ, cuci sekali.’”
Di Sunan El Turmuzi, Hadis 154: “Menuturkan ‘Aisha, bahwa seekor kucing melewati Rasul Allah, jadi ia memiringkan tempatnya untuk membiarkan kucing itu minum. Kemudian ia minum dari tempat itu dan melakukan wudhu.”
Di Hadis 22 dari Ibn Malik’s Muwatta, ia menambahkan, “tanpa penyucian diri”.
Dr. Karima mengangkat topik ini di halaman 236 sampai 239.

Antoine: Beberapa pemirsa dapat berpikir bahwa hal-hal ini tidak penting.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Kita tidak membahas apakah hal ini sepele atau penting. Kita membahas sebuah prinsip; kontroversi. Ide yang bertentangan, apakah sepele atau serius, tetap penerapan dari prinsip perdebatan. Saya rasa ini sebuah pendahuluan ke isu yang lebih serius.
Sebuah contoh yang kontroversi mengenai pencucian seorang perempuan dengan seorang laki-laki.
Sunan Ibn Maga, Hadis 151, berkata: “Rasul Allah melarang seorang perempuan mencuci dengan air bekas laki-laki, dan laki-laki mencuci dengan air bekas perempuan.” Jelas?
Lagi, di Sunan Ibn Maga, Hadis 77, “Menuturkan Maimunah, istri Muhammad… – Apa yang ia lakukan? – …setelah mereka berhubungan seksual, Maimunah mencuci diri dari sebuah tempat. Ada sisa air sedikit, jadi sang Rasul mencuci diri dari situ. Ia berkata, ‘O Rasul Allah, ini sisa dari aku.’ Ia berkata, ‘Airnya tidak tercemar secara seksual, kemudian Muhammad mencuci diri dari situ.”
Jadi satu Hadis berkata jangan mencuci diri dengannya, dan yang satunya berkata bahwa sang Rasul melakukannya.
Karena kita sedang membicarakan air, biarkan saya membaca dari Musnad Ahmad, Hadis 11391: “Menuturkan Abu Sa’id El Khudri, bahwa Rasul Allah ditanyain, ‘Dapatkan kita berwudhu dari mata air Buda’ah, dimana pakaian yang terkena menstruasi, anjing mati, dan hal-hal yang berbau busuk dibuang ke dalamnya?’ Rasul Allah menjawab, ‘Airnya bersih dan tidak dicemari oleh apapun.’”
Walaupun mengandung darah menstruasi dan anjing busuk?
Selain itu, ada sebuah Hadis yang sangat aneh mengenai wudhu di Musnad Ahmad, Hadis 165, yang mengatakan: “Menuturkan Abdullah Ibn Massood bahwa di malam Jin, sang Rasul bertanya, ‘Apakah engkau mempunyai air?’ Ia berkata, ‘Tidak.’ Sang Rasul bertanya, ‘Apakah engkau mempunyai anggur?’ Ia berkata, ‘Ya.’ Ia berkata, ‘Itu adalah buah dan air baik.’ Kemudian ia berwudhu dengan anggur itu.”
Dengan anggur! Sangat aneh bahwa Hadis menyebutkan hal-hal seperti itu.

Antoine: Apakah Anda mempunyai contoh-contoh lainnya?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Yang bertentangan?

Antoine: Ya, Hadis-Hadis yang bertentangan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Contoh lainnya datang dari sebuah Hadis yang sangat sepele, tetapi menunjukkan ketidak-konsistenan. Yaitu mengenai buang ar kecil sambil berdiri; seseorang buang air kecil sambil berdiri.
Di Sunan Ibn Maga, Hadis 112, dikatakan: “Menuturkan Gaber Ibn Abdullah, bahwa Rasul Allah melarang laki-laki buang air kecil sambil berdiri.”
Ia mengatakan ini, tetapi di Sunan Ibn Maga, Hadis 130, dikatakan: “Menuturkan El Maghira Ibn Shu’ba, bahwa sang Rasul datang ke tempat pembuangan kotoran milik sebuah suku, dan ia membuka kakinya dan buang air kecil sambil berdiri.”
Ini bertentangan dengan Hadis sebelumnya. Dr. Karima menyebutkannya di halaman 163 dan 164.
Karena kita sedang di topik buang air kecil, saya teringat bahwa ada juga Hadis-Hadis yang bertentangan mengenai buang air besar.
Di Sunan El Nasai, buku Penyucian Diri, Hadis 38, dikatakan: “MenuturkanAbu Huraira bahwa rasul Allah berkata, ‘Aku seperti seorang Bapa yang mengajarkan engkau. Ketika engkau pergi untuk membuang air besar, jangan biarkan alat kelaminmu menghadap ke kiblat atau membelakanginya.’”
Artinya Anda tidak boleh menghadap ke kiblat atau memunggunginya.
Ini bertentangan dengan Hadis di Sahih El Bukhari, Hadis 156: “Menuturkan ‘Aisha, ‘Ia melihat sang Rasul membuang air kecil dan membuang air besar menghadap ke kilbat, setelah ia melarangnya.’”
Dr. Karima menyebutkan pertentangan ini dalam bukunya.

Antoine: Apa nilai dari menyebutkan hal-hal ini ditemukan di buku-buku yang dianggap sakral oleh sebagian besar orang?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Maksud Anda Hadis?
Saya ingin mengangkat topik ini supaya orang-orang dan para ahli hukum dapat melihat, mendengar, dan mungkin menjawab pertanyaan kita. Ada juga hal-hal memalukan yang disebutkan.
Contohnya, Turmuzi menyebutkan dalam kompilasinya, Hadis 85: “Menuturkan ‘Aisha, bahwa rasul Allah berkata, ‘Jika seorang laki-laki menyentuh alat kelaminnya, ia harus berwudhu.’ Kemudian ia menambahkan bahwa sang Rasul mengulang wudhu dalam sebuah pertemuan, dan ketika ditanya, ia menjawab, ‘aku menyentuh alat kelaminku.’”
Kata-katanya amat sangat gamblang.
Kita membaca hal sebaliknya di Musnad Ahmad, Hadis 22: “Menuturkan Abu Qays Ibn Talq bahwa ketika sang Rasul ditanyai mengenai seorang laki-laki yang menyentuh alat kelaminnya setelah berwudhu, ia berkata, ‘Hanya bagian dari tubuhnya.’”
Lihat perbedaannya? Jika Anda menyentuh, Anda berwudhu. Kemudian ia memberitahu seorang laki-laki bahwa tidak perlu berwudhu karena itu hanyalah bagian dari tubuhnya.
Ini ditemukan di halaman 197 di buku Dr. Karima.

Antoine: Ini gamblang dan cabul.
Apa yang Kitab Suci katakan mengenai hal ini?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Kitab Suci sangat bermoral dan tidak menyebutkan hal-hal seperti ini. Yang penting adalah kesucian hati di dalam, bukan penampilan di luar.
Tetapi ada hal lainnya. Ada 10.000 Hadis mengenai isu seksual yang sulit dibicarakan oleh seseorang. 10.000 Hadis.
Topik lainnya adalah mencuci diri setelah berhubungan seksual.
Di Sunan Ibn Maga, buku Penyucian Diri, Hadis 205: “Menuturkan ‘Aisha bahwa sang Rasul berkata, ‘Jika seseorang ingin tidur setelah berhubungan seksual, ia harus berwudhu.’”
“Menuturkan Abu Huraira bahwa rasul Allah berkata, ‘aku tidak menyukainya saat seorang Muslim pergi tidur setelah berhubungan seksual tanpa mencuci tubuhnya, jangan sampai ia mati dan para malaikat tidak mendatanginya.’”
Dengan Hadis yang bertentangan dari Ibn Malik’s Muwatta ini, Hadis 46: “Menuturkan ‘Aisha bahwa rasul Allah akan tidur dengan tercemar seks, tanpa menyentuh air.”
Artinya bahwa ia tidak berwudhu. Dr. Karima menyebutkan ini di halaman 226 dari bukunya.

Antoine: Maksud Anda, mereka harus melakukan wudhu sebelum berdoa supaya mereka bersih dan suci ketika berdoa?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Ya, mereka tidak dapat berdoa dalam keadaan kotor. Dan ada hal-hal yang lebih aneh lagi.
Di Sahih Muslim, buku Menstruasi, Hadis 217: “Menuturkan Abu Said El Khudri bahwa rasul Allah berkata, ‘Ketika siapapun dari engkau ingin berhubungan seksual dengan istrinya dan mengulangnya, ia harus berwudhu dahulu.’”
Kebalikannya ada di Sahih Muslim, Hadis 734: “Menuturkan Anas bahwa sang Rasul berhubungan seksual dengan semua istri-istrinya tanpa mencuci diri atau berwudhu.”
Tahawy berkata: “‘Aisha menuturkan bahwa sang Rasul biasanya melakukan hubungan seksual kemudian tidak berwudhu dan tidak mencuci diri.” Ini dari ‘Explanation of Meanings’ (Penjelasan Arti-Arti) oleh El Tahawy, buku Penyucian Diri, Hadis 127.
Ini dapat ditemukan di buku Dr. Karima, halaman 240.

Antoine: Dalam pandangan Anda, apakah mencuci diri dengan air membuat seseorang bersih? Ini yang mereka katakan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Ini sebuah kebiasaan; sebuak praktek yang diambil dari Bani Israel. Disebutkan di Kitab Taurat dan Talmud, dan karena Muhammad hidup diantara Bani Israel, ia mengambilnya dari mereka.
Sebenarnya, air membersihkan tubuh hanya dari luar. Contohnya, seseorang dapat mencuci debu dan keringat dari wajah atau tubuhnya, tetapi air tersebut tidak membersihkan ia dari dalam. Hanya roh yang mencapai bagian dalam seseorang dan membersihkannya dari dosa. Inilah yang benar-benar menyucikan. Mencuci bersih hanya dari luar; disebut kebersihan

Antoine: Baik. Kita katakan kebersihan dekat dengan kesalehan. Tetapi tidak membersihkan hati.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Tidak membersihkan hati.
“…dan darah Isa Almasih, AnakNya membersihkan kita dari semua dosa.”
Roh Allah juga membersihkan seseorang dari dalamnya.

Antoine: Dapatkah Anda memberikan lebih banyak contoh-contoh dari Hadis Rasul?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Ya, Hadis-Hadis yang bertentangan.
Ada cerita mengenai panggilan untuk berdoa (Azan). Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.
Ada dua cerita yang bertentangan.
Cerita pertama disebutkan di Sunan Ibn Maga, Hadis 241 dan juga di Sunan Ibn Dawood, Hadis 135.
“Menuturkan Ibn Umar, bahwa rasul Allah meminta nasihat dari orang-orang Muslim mengenai bagaimana cara mengumpulkan mereka untuk berdoa. Mereka memberikan saran untuk meniupkan corong, tetapi ia tidak menyukainya karena itu merupakan praktek Bani Israel. Kemudian mereka memberikan saran untuk membunyikan bel, tetapi ia tidak menyukainya karena para pengikut Isa Al-Masih menggunakan bel. Saat mereka membahasnya, Abdullah Ibn Zayd El Ansary berdiri dan berkata bahwa dalam sebuah mimpi, seorang laki-laki dengan sebuah bel di tangannya datang kepadanya. Ia bertanya kepada laki-laki tersebut apakah ia mau menjual bel tersebut, dan laki-laki tersebut berkata, ‘Untuk apa?’ Ia berkata, ‘Untuk membunyikannya, untuk mengumpulkan orang-orang Muslim berdoa.’ Dan laki-laki itu berkata, ‘Saya akan mengajari kamu yang lebih baik. Katakan, ‘Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.’ Dan ia memberikan ide panggilan untuk berdoa tersebut.”
Jadi panggilan untuk berdoa datang melalui Abdullah Ibn Zayd.
Cerita yang bertentangan dari ‘Musnad El Bazzar’, Hadis 204, dan El Hafiz Ibn Hajar El Asqalani di ‘penaklukkan’, Hadis 78. Dikatakan: “Dengan wewenang dari Ali Ibn Abi Taleb yang menuturkan bahwa ketika Allah ingin mengajari rasul Allah panggilan untuk berdoa, Jibril datang kepadanya diatas seekor keledai… yaitu Boraq di Hadis Mi’rag. Ia berkata, ‘Seorang malaikat datang dari belakang tabir dan rasul Allah berkata, Siapakah ini?’ Jibril mengatakan kepadanya, ‘Ini adalah seorang malaikat yang belum pernah engkau lihat sebelumnya.’ Sang malaikat berkata, ‘Allah lebih besar.’ Sebuah suara berkata dari belakang tabir, ‘Hamba-Ku mengatakan kebenaran. Aku lebih besar.’ Sang malaikat berkata, ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada allah lain selain Allah.’ Suara dari belakang tabir berkata, ‘Hamba-Ku mengatakan kebenaran. Tidak ada allah lain selain Aku.’ Kemudian sang malaikat berkata, ‘Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul Allah.’ Suara dari belakang tabir berkata, ‘Hamba-ku mengatakan kebenaran. Aku mengirim Muhammad.’ Kemudian sang malaikat berkata, ‘Datang ke kemakmuran. Datang berdoa.’ Suara dibelakang tabir berkata, ‘Hamba-Ku mengatakan kebenaran dan memanggil untuk memuji-Ku.’ Kemudian sang malaikat berkata, ‘Allah lebih besar. Allah lebih besar.’ Suara dibelakang tabir berkata, ‘Hamba-Ku mengatakan kebenaran. Aku lebih besar. Aku lebih besar.’ Kemudian sang malaikat berkata, ‘Tidak ada allah lain selain Allah.’ Kemudian sang malaikat menggandeng tangan Muhammad dan membawanya untuk memimpin orang-orang di surga untuk berdoa, termasuk Nabi Adam dan Nabi Nuh.”
Jadi disini, semuanya didiktekan oleh sang malaikat di Israa dan Mi’rag. Tetapi ada Abdullah! Jadi bagaimana ini?
Pertentangan-pertentangan ini disebutkan oleh Dr. Karima dalam bukunya, di halaman 269.
Antoine: Saya mempunyai sebuah pertanyaan. Ini dituturkan oleh Ali Ibn Abi Taleb, jadi apakah ini sebuah Hadis Syiah?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Bukan, ini tidak penting. Ini disebutkan di ‘Musnad El Bazzar’ dan Hadis Hafez Ibn Hajar El Asqalani. El Asqalani adalah seorang Suni.

Antoine: Dapatkah Anda memberitahu kita, ada berapa banyak pertentangan di Tradisi-Tradisi Rasul?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Saya beritahu Anda sesuatu. Ada tiga perempat juta hadis. Dalam tesis doktornya, Dr. Karima hanya menyelidiki 100 buku Hadis, dan di setiap buku, ia menemukan sekitar 10 pertentangan. Jadi jika kita mengalikan 100 dengan 10, sebagai rata-rata, kita mendapat 1.000 Hadis dalam 10 buku saja. Jadi bagaimana dengan sisanya? Pasti sangat banyak.

Antoine: Apakah para pemirsa dapat membaca semua Hadis ini? Apakah para pemirsa Muslim dapat mempelajari semua Hadis ini?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Ya, itu mungkin. Di ‘Sahih El Bukhari’, ‘Sahih Muslim’ dan ‘Sunan Abu Dawood’. Buku-buku ini tersedia. Kita mendapatkan dan membacanya.

Antoine: Dapatkah Anda memberikan satu contoh terakhir dari pertentangan di Hadis Rasul?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Ya. Ambil topik mengenai Muhammad mengunjungi jin.
Di penjelasan oleh Ibn Katheer, mengenai surat El Ahqaf: “Menuturkan Abdullah Ibn Massood bahwa rasul Allah mengambil makanan di malam hari dan pergi berjalan-jalan. Ia mengambar sebuah garis dengan kakinya dan memberitahu Abdullah Ibn Massood, ‘Jangan pergi sampai aku kembali kepadamu.’ Ia pergi dan kembali di saat subuh… – Ia pergi semalaman. – …Jadi aku berkata, ‘O rasul Allah, dimanakah engkau?’ Ia berkata, ‘Aku dikirim kepada jin.’ Aku berkata, ‘Rasul Allah, suara apa yang aku dengar?’ Ia berkata, ‘Itu adalah orang-orang yang mengucapkan selamat tinggal kepadaku ketika aku meninggalkan mereka.’”
Jadi di Hadis ini dikatakan bahwa Muhammad pergi bertemu jin.
Tetap ada sebuah Hadis yang bertentangan di ‘Sahih El Bukhari’. Disini, biarkah para pemirsa melihatnya.
Di Sahih El Bukhari, dikatakan: “Menuturkan Ibn Abbass, bahwa rasul Allah tidak pernah membaca kepada jin, atau melihat mereka.”
Hal ini ditegaskan oleh Sahih Muslim, Hadis 11: “Menuturkan Abdullah Ibn Massood, ‘Aku tidak sedang bersama sang Rasul di malam Jin itu, dan aku berharap aku telah ada disana.’”
Sebenarnya, tidak ada orang yang tahu siapa yang benar. Yang ini atau yang itu. Bagaimanapun juga, Dr. Karima menyebutkan hal ini dalam bukunya, halaman 182 dan 188.
Jadi ada pertentangan di Hadis. Mereka menenangkannya dengan mengatakan itu pembatalan, sedangkan faktanya itu pertentangan, pertentangan total.
Kita telah melihat sejumlah pertentangan dalam Tradisi Rasul. Mengapa ada pertentangan? Apa alasannya?
Banyak hal yang telah disisipkan dan ini membuktikan bahwa Hadis perlu dibersihkan sebelum dapat menjadi sumber yang dapat dipercayai, yang diatasnya dapat dibangun Islam. Islam dibangun diatas dua tiang penyangga; Al Qur’an dan Hadis. Oleh karena itu, jika ini dipertanyakan, ini merupakan masalah yang serius.

Antoine: Terima kasih.
Sebelum kita menutup episode kita hari ini. Dapatkah Anda membagikan renungan dari Kitab Suci kepada kita, mengenai Kotbah di Bukit?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Tentu saja.
Satu tujuan utama kita adalah untuk mempunyai pikiran yang suci dalam hal ini.
Sebelumnya, kita membicarakan perkataan Isa Al-Masih dalam Kotbah di Bukit. “Kamu telah mendengar Firman, ‘Jangan berzinah.’ Tetapi Aku berkata kepadamu, barangsiapa memandang perempuan serta menginginkannya, maka ia telah berbuat zinah dengan perempuan itu di dalam hatinya.”
Kemudian Isa Al-Masih maju ke topik lainnya.
“Sudah difirmankan pula, ‘Barangsiapa menceraikan istrinya, ia harus memberi surat talak kepadanya.’ Tetapi Aku berkata kepadamu, barangsiapa menceraikan istrinya kecuali karena percabulan, maka ia telah menyebabkan istrinya itu berzinah, dan barangsiapa menikahi istri yang sudah diceraikan itu, maka orang itu pun telah berzinah.”
Ini sebuah topik yang besar… Satu istri, dan pernikahan kudus tanpa perceraian.

Antoine: Ada perdamaian.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Perdamaian yang terus-menerus. Perceraian tidak diijinkan dalam ajaran Pengikut Isa Al-Masih. Di Kitab Taurat dan Kitab Nabi-Nabi, perceraian diijinkan, tetapi di Kitab Injil, tidak ada perceraian, kecuali karena percabulan, yaitu perzinahan. Dan pasangan yang telah melakukan dosa itu tidak diperbolehkan untuk menikah lagi. Pihak yang tidak bersalah boleh menikah lagi.
Ada kesucian dalam pernikahan. Hanya satu istri diperbolehkan; bukan dua, tiga, empat, atau berapapun yang tangan kananmu dapat kendalikan.
Dalam pernikahan bagi pengikut Isa Al-Masih, ada kesucian, kekudusan, dan satu istri, yang merupakan penolong yang seimbang. Ini membuat orang tetap suci.
Tidak ada seorangpun dapat hidup dalam hukum Isa Al-Masih kecuali ia memiliki sifat Isa Al-Masih; sifat rohani. Ada penguasaan daging dan naluri. Ruh mengatasi hawa nafsu daging dan memungkinkan seseorang hidup sesuai Perkataan Allah.
Perintah Allah sulit diikuti bagi mereka yang tidak mau, atau tidak tahu bagaimana hidup sesuai Perkataan Allah. Selain itu, mereka yang belum menerima Ruh Isa Al-Masih dan menerima sifat Isa Al-Masih.

Antoine: Ada sebuah ayat di Kitab Suci yang mengatakan bahwa orang harus mengasihi istrinya seperti Isa Al-Masih mengasihi gereja.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Ya, lihat kesucian ini! “Isa Al-Masih mengasihi gereja dan memberikan DiriNya sendiri bagi gerejaNya.” Lihat, Ia memberikan DiriNya sendiri bagi gerejaNya.
Mereka berpikir bahwa seorang perempuan memberikan dirinya sendiri kepada seorang laki-laki, dan artinya ia hanyalah alat pemuasan kesenangan bagi seorang laki-laki dan perempuan itu tidak mempunyai hak.
Pengikut Isa Al-Masih mengangkat perempuan. “Laki-laki tidak tergantung kepada perempuan, dan perempuan tidak tergantung kepada laki-laki, dalam Tuhan.”
Apakah Anda lihat? Jadi mereka berdua adalah satu dalam Isa Al-Masih. Keduanya menjadi satu dalam Isa Al-Masih. Perempuan mempunyai hak dan kewajiban, dan laki-laki mempunyai hak dan kewajiban. Allah melihat keduanya. Perempuan menolong laki-laki, bukan hanya sekedar alat untuk kesenangannya saja.

Antoine: Penolong yang seimbang?

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Seimbang, dan itulah mengapa kita katakan bahwa Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam. Bukan dari kepalanya supaya ia menjadi tukang perintah atau penguasa, dan bukan dari kakinya supaya ia berada dibawahnya atau lebih rendah. Allah mengambil perempuan dari sebelah hati Adam, dan di tengah-tengah, supaya ia menjadi seimbang dengannya.
Pengikut Isa Al-Masih menganggap perempuan berharga tinggi.
Jadi tidak ada perceraian dan tidak membutuhkan muhalal untuk mengembalikan pernikahan. Ini amat sangat memalukan bagi perempuan. Kita mempunyai ikatan yang tidak dapat dipisahkan karena ikatan itu merupakan ikatan rohani.
Bagaimana seorang laki-laki dapat mencapai standar pemikiran ilahi dalam berhubungan dengan orang lain, supaya ia tidak terpaku pada dirinya sendiri serta berharap seluruh dunia berputar mengelilinginya?
Ketika Isa Al-Masih ada di dalam hati seseorang, Ia memberikan orang itu sukacita, tumpuan, damai sejahtera, dan pengendalian diri. Inilah yang Isa Al-Masih tawarkan di Kotbah di Bukit.
Saya harap para pemirsa akan mendapatkan manfaat dari ini.

Antoine: Terima kasih banyak dan terima kasih kepada semua pemirsa. Saya berharap agar Anda mendapatkan manfaat dari pengajaran yang baik ini. Kami mendorong Anda untuk mempunyai hubungan kasih dengan keluarga dan tetangga Anda.
Jika ada pemirsa yang menginginkan Kitab Suci, silahkan menulis kepada kami ke alamat yang akan muncul di layar.
Allah memberkati Anda, sampai kita berjumpa kembali di episode selanjutnya.
Selamat berpisah.

Bpk. Pdt. Zakaria B.: Amin.

Texts being used:
The Indonesian Bible text used for New Testament is “The Indonesian (1912 Translation) – Greek Diglot New Testament” – “Kitab Suci Injil Dwibahasa Indonesia (Terjemahan 1912) – Yunani” version. © LAI (Lembaga Alkitab Indonesia – Indonesian Bible Society), 2000.
The Indonesian Bible text used for Old Testament is “The New Translation, 1974” – “Alkitab Terjemahan Baru (TB), 1974” version. © LAI (Lembaga Alkitab Indonesia – Indonesian Bible Society), 1974.
The Indonesian Al Qur’an text used is taken from

http://Quran.al-islam.com/

Indonesian version:

http://Quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSora=1&nAya=1&nSeg=1&l=eng&t=ind

Notes on this episode:
N.A.

No comments:

Post a Comment