Tuesday, May 31, 2011

Keunikan Al’Quran dan Kesalahan Ilmu Pengetahuan (Ep 48)

Pertanyaan Mengenai Iman Episode 48

Keunikan Al’Quran dan Kesalahan Ilmu Pengetahuan

Mohamed:

Selamat berjumpa kembali di episode baru “Pertanyaan mengenai Iman”, dan sekali lagi bersama dengan kita tamu terhormat Bapak Pendeta Zakaria Botros. Selamat datang.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Terima kasih banyak.

Mohamed:

Sekali lagi, kita telah menerima banyak pertanyaan di episode ini. Kita telah menerima sebuah pesan dari seorang perempuan Maroko, dimana ia mengatakan: “Kepada saudara Mohamed dan temannya Pendeta Zakaria Botros. Semoga damai beserta Anda dan anugerah Allah dari Allah Maha Tinggi. Pertama-tama, saya mengucapkan terima kasih yang paling dalam atas program yang mengagumkan, indah, dan meyakinkan ini, “Cahaya Iman.” Sebenarnya adalah “Pertanyaan Mengenai Iman.” “Saya sangat senang dengan kasih dan iman yang baru saja saya temukan, yang baru-baru saja saya temukan, setelah melalui berbagai halangan dan saya tidak mengetahui apapun juga, tetapi saya bersyukur kepada Allah Maha besar atas semua yang telah merubah hidup saya dengan tiba-tiba. Ini adalah kemurahan hati Allah-ku yang terkasih, Sang Penolong dan Allah yang Suci. Terima kasih banyak kepadaNya, Amin.”



Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Diberkatilah nama Allah.

Mohamed:

”Saya tinggal di Perancis sebagai seorang pelarian dan tidak mempunyai siapapun juga. Maksud saya, saya seorang anak yatim piatu.”

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Oh. Allah adalah Bapa semua orang.

Mohamed:

“Dan saya sangat menderita kesepian. Sangat sulit, kesepian ini, tetapi saya bertemu dengan seorang laki-laki yang baik hati dan hubungan kita sudah berlangsung selama 15 bulan, dan saya telah bersama dengan dia selama ini dan ia tidak pernah lancang menjauhkan saya dari agama dimana saya telah dilahirkan. Tetapi terkadang kita membahas hal-hal agama dan ia mulai berbicara kepada saya mengenai kehidupan nabi Muhammad dan Islam, kemudian ia mulai membawakan saya buku-buku mengenai Islam, dan selama tiga hari saya berlutut kepada Allah saya dan menangis, dan memohon Dia untuk membukakan kebenaran kepada saya mengenai iman, dan di hari itu, Isa Junjungan kita Yang Ilahi yang hebat dan penuh kasih datang kepada saya dan meminta saya menurunkan semua ayat-ayat yang tergantung di dinding, dan mengeluarkan Al Qur’an dari rumah saya, serta menggantinya dengan salib, karena inilah iman yang benar. Saya sangat gembira dan bersyukur kepada Allah setiap menit dan detik, atas transformasi hidup saya tersebut. Saya sangat gembira dan berharap setiap orang menerima saat yang indah ini, supaya mereka dapat mengalami saat penuh kasih sejati melalui iman dalam Allah Isa. Ya Isa Junjungan kita Yang Ilahi, dalam nama Isa Junjungan kita Yang Ilahi, saya mengucapkan selama berpisah. Terima kasih dan semoga damai sejahtera bersama Anda, dan anugerah Allah dan berkatNya. Selamat berpisah, saudari Anda, Jawhara.”

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Amin!

Mohamed:

Kami berterima kasih, saudari Jawhara, kita juga merasakan kegembiraan Anda karena mengenal Isa Junjungan kita Yang Ilahi, dan atas keselamatan Anda dan anugerahNya. Kita juga menerima sebuah pertanyaan yang mengatakan, atau sebenarnya sebuah pernyataan yang mengatakan, “Anda tidak dapat memusnahkan matahari.”

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Tentu saja..

Mohamed:

“...Di siang hari, karena keunikan Al Qur’an tidak dipengaruhi oleh omong-kosong yang Anda ciptakan, dan karena Anda telah menyerang buku mulia Allah, akan lebih baik jika Anda lenyap.”

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Terima kasih, terima kasih banyak. Tentu saja, kita menghormati kebebasan berekspresi… pendapat seseorang, walaupun bertentangan dengan pendapat kita, atau berbeda, atau tidak sesuai, dan kita tidak memusnahkan matahari. Tetapi lebih kepada bertanya di siang hari, dan kita tidak menyerang siapapun juga. Perilaku satu-satunya yang kita lakukan adalah mengajukan pertanyaan untuk sampai ke suatu posisi... ataukah sekarang bertanya merupakan sebuah kejahatan? Selama saudara ini mengajukan pertanyaan dengan gaya yang baik ini, kita juga mengajukan pertanyaan dengan bebas. Dapatkah kita melakukan hal tersebut? Saya mengajukan pertanyaan mengenai sesuatu dalam Al Qur’an, mengenai matahari terbenam. Ini sebuah fakta ilmiah, dan kita ingin mengetahui bagaimana hal itu dapat dijelaskan. Di Surat 18 (Al Kahf) ayat 83 – 86, dikatakan: “Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang tanduk dua(1). Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya". Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, maka dia pun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia menemukan(2) matahari terbenam di dalam mata air(3) yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat.” Matahari terbenam di mata air yang berlumpur hitam. Saya tidak mau menafsirkan pernyataan Al Qur’an ini, dan saya tidak menafsirkannya, tetapi sekarang saya mengacu kepada para ahli arti bahasa. Al Tabary mengatakan: ‘Para pembaca mempunyai bacaan yang berbeda mengenai ayat ini, beberapa dari Medinah dan Basra membaca: “di mata air yang berlumpur…” Yaitu, matahari terbenam di mata air yang penuh dengan kotoran… yaitu lumpur. Akan tetapi, beberapa pembaca dari Medinah, begitu juga sebagian besar Kufa membaca: “Di mata air panas.” Maksud saya Al Qur’an sendiri, sesuai dengan bacaan yang berbeda-beda, dapat mempunyai perbedaan-perbedaan, tetapi ini bukanlah masalahnya, dimana dikatakan matahari terbenam di mata air panas. Matahari tidak terbenam di lumpur maupun air panas. Oleh karena itu, terbukti dari tiga sekolah pemikiran, yaitu Medinah, Basra, dan Kufa, dari komentar atas ayat ini mengenai matahari, bahwa matahari terbenam di mata air, atau sebuah sumur yang penuh dengan air panas atau lumpur. Baiklah. Bagaimana ini mungkin terjadi? Mengetahui bahwa matahari satu juta tigaratus ribu kali lebih besar dari bumi.

Mohamed:

Hal-hal seperti itu, ketika dianalisa dengan logika dan intelektuil, tidak dapat diterima.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Apakah matahari yang lebih besar daripada matahari, terbenam di mata air di bumi?

Mohamed:

Tetapi jika benar bahwa Allah sendiri yang menulis kata-kata ini, artinya apa yang Anda katakan sangat serius.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Baiklah, “jika” tidak seperti “mungkin.” Itu adalah bersyarat… artinya jika ini tidak benar, artinya tidak seperti itu.

Mohamed:

Baiklah, mungkin artinya adalah, ia melihatnya dengan mata manusianya, dan membayangkan matahari terbenam di sebuah sumur.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Aha! Ya, itulah selalu pendapat mereka. Mereka berkata, “Ya, ia pergi dan melihat matahari seperti kita melihatnya, turun atau jatuh di horison, dan mungkin horison tersebut di atas laut. Dan mereka mengatakan bahwa ia melihatnya seperti itu, dan ini adalah pendapat orang yang tidak cakap, mereka yang ingin agar semuanya tetap berjalan, tetapi ini bukanlah pendapat para ulama Al Qur’an. Mari kita lihat ini. Perhatikan bahwa di ayat yang saya kutip, Allah: “Memberi kekuasan kepadanya di (muka) bumi.” Ya, jadi Allah memberikan kekuasaan kepadanya, dan Allah: “Memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.” Ini suatu hal lainnya dan “jalan” di sini berarti “pengetahuan.” Allah memberikan dia pengetahuan. Inilah yang dikatakan Ibn Katheer, dan perhatikan juga arti kata, “dia pun menempuh suatu jalan.” Ibn Katheer berkata: “Para pembaca membacakan kata ini dengan berbeda-beda. Beberapa dari mereka di Medinah dan Basra berkata bahwa ia mengikuti jalan ini, dan beberapa di Kufa mengatakan ia terikat… ia terikat dengan hal ini.” Ibn Katheer menambahkan, sesuai dengan pendapat para ulama yang ia kutip, dengan mengatakan: Dan bacaan yang lebih benar atas hal ini, “ia mengikuti”. Jadi bahkan Ibn Katheer bertentangan dengan Mushaf Uthman, karena di situ dikatakan, “terikat dengan”, tetapi ia berkata bahwa yang lebih benar adalah, “ia mengikuti”, yang merupakan bacaan Kufa, karena ini merupakan pernyataan dari Allah Maha Tinggi mengenai barisan tanduk dua di bumi, dimana Allah menciptakan ini baginya. Jadi kemudian barisan tanduk dua di bumi merupakan perintah Allah Maha Tinggi, dimana ia mengambil jalan pengetahuan. Dan pengelihatannya atas matahari bukanlah sekedar penglihatan optikal, tetapi diikuti oleh pengetahuan ilahi. Ia terikat dengan pengetahuan atau mengikuti pengetahuan, yang artinya pengetahuan itu sendiri. Dan perhatikan istilah Al Qur’an, tidak dikatakan, “Dia melihat matahari terbenam di mata air yang berlumpur.” Tidak, dikatakan, “Dia menemukan matahari terbenam di mata air yang berlumpur.” Ada sebuah perbedaan yang besar antara arti kedua kata tersebut. “Melihat” artinya ia melihatnya dengan matanya sendiri, tetapi “Menemukan”… kamus Arab mengatakan “Menemukan”, di Al Mo’gam Al Waseet, volume 2 halaman 1013, yang mengatakan arti “Menemukan” adalah “Mengetahui dan menyadari”, bukan “melihat”. Lebih dari itu, jika hal ini hanya sebatas melihat secara optikal, bahwa ia melihatnya di sana –yang salah secara ilmiah – kemudian dimana keunikan Al Qur’an di sini? Apa keunikan Al Qur’an? Benar? “Matahari terbenam di dalam mata air yang berlumpur” adalah unik. Jadi kepada mereka yang percaya kepada keunikan ilmiah Al Qur’an, kita mempunyai sebuah pertanyaan: “Bagaimana mungkin matahari terbenam di mata yang air yang berlumpur, dengan matahari satu juta tigapuluh ribu kali lebih besar daripada bumi?” Ini sekedar bertanya, sekedar pertanyaan. Dimana keunikan ilmiahnya? Hanya sebuah pertanyaan...

Mohamed:

Baiklah, saya sendiri mempunyai sebuah pertanyaan berani yang muncul di pikiran saya. Dimana Muhammad, jika saya boleh berkata, mendapatkan ide bahwa matahari terbenam di mata air yang berlumpur?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Mereka mengatakan bahwa ini adalah ilham, tetapi seperti yang kita lihat, ilham tidak pernah mengatakan mengenai matahari yang turun ke mata air di bumi. Matahari jauh lebih besar daripada bumi secara keseluruhan, jadi mengapa? Dan ini sebuah pertanyaan yang sangat penting. Ini mengingatkan kepada puisi di masa sebelum Islam. Buku ini milik seseorang yang menyusun puisi-puisi tersebut; Namanya Lois Shikho sang Jesuit, mengenai puisi-puisi pengikut Isa Al-Masih sebelum Islam, diantaranya adalah Emro’ Alqays dan Omaya Ibn El Salat, dan seterusnya. Di halaman 236… 236, kita membaca kata-kata itu benar-benar sama. Dari sebuah puisi oleh Omaya Ibn El Salat, ia berkata mengenai Alexander Agung: “Ia sampai ke Timur dan Barat, mencari jalan ke hal-hal dari orang-orang bijak yang memberikan bimbingan, jadi ia melihat matahari terbenam di saat kembalinya – yaitu, dari terbitnya – di mata air penuh dengan lumpur dan mata air berlumpur, penuh dengan lumpur hitam.” Jadi di sini kita menemukan lumpur, mata air berlumpur, dan lumpur hitam.

Jadi Omaya Ibn El Salat adalah seorang kontemporer sang Rasul, dan sang Rasul sebenarnya mengambil dia sebagai sebuah contoh, dan mengutip banyak dari puisinya. Lebih dari itu, ia berkata Omaya hampir seorang Muslim. Ia senang mendengarkan puisinya, jadi ia menyalin kata-kata ini dari Omaya: “Jadi ia melihat matahari terbenam di saat kembalinya, di sebuah mata air dengan lumpur dan lumpur hitam.” Jadi asalnya di sini, puisi di masa sebelum Islam, karena Allah tidak mungkin mengatakannya.

Mohamed:

Jadi ini merupakan penemuan yang mengerikan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ini adalah fakta. Saya berharap orang-orang akan membaca dan mengerti, dan melihat serta meneliti. Seseorang seharusnya tidak menerima sesuatu begitu saja, seperti yang mereka lakukan sekarang.

Mohamed:

Ini sebuah penemuan yang mengerikan. Dapatkah Anda menjelaskan kepada para pemirsa apa maksud Al Qur’an mengenai tanduk dua?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Tentu saja, kita mengacu kepada ahli arti bahasa untuk menjelaskan hal ini. Imam Al Tabary menceritakan sebuah cerita di pengunungan Okba Ibn Amer. Ia berkata bahwa ia datang kepada Rasul Allah dan berkata kepadanya bahwa: “Ada sekelompok orang buku yang ingin bertemu dengan kamu.” Ia menjawabnya, “Aku tidak mempunyai urusan dengan mereka. Aku tidak mempunyai pengetahuan kecuali apa yang telah Allah ajarkan kepadaku”, karena ia tahu bahwa mereka datang untuk bertanya kepadanya. Kemudian ia berkata, “Bawakan aku air.” Jadi ia berwudhu dan berdoa. Ia berkata, “Setelah ia melakukan wudhu, dan aku melihat kegembiraan di wajahnya, dan ia berkata: “Bawa mereka kepadaku.” Jadi mereka masuk dan bertanya kepadanya mengenai tanduk dua. Jadi nabi Muhammad berkata… maksud saya nabi Muhammad menjawab mereka: “Ia adalah seorang anak muda Yunani, yang datang dan membangun sebuah kota di Mesir, yaitu Alexandria.” Jadi nabi Muhammad mengakui bahwa ini adalah Alexander Agung. “Jadi ketika ia selesai, seorang malaikat datang – yaitu ketika Alexander Agung selesai membangun Kota Alexandria – seorang malaikat datang dan membawanya ke surga, kemudian malaikat tersebut berkata kepadanya: ‘Allah benar-benar telah mengirimkan aku kepada kamu, untuk mengajarkan orang-orang bodoh dan memperkuat orang-orang berpengetahuan.’” Oh baiklah, ia bahkan menerima ilham sekarang – “Tanduk dua, jadi ia membawanya ke bendungan, yaitu dua gunung licin yang dari situ semuanya meluncur, kemudian ia membawanya ke seberang Gog dan Megog” – itulah semua kutipan Al Tabary – “Kemudian ia membawanya ke orang lain, yang wajahnya adalah muka anjing bertarung dengan Gog dan Megog.” Al Tabary melanjutkan, “Kemudian ia membawanya serta sampai mereka sampai ke negara lainnya – dan ini semua dikutip dari nabi Muhammad – bertarung melawan mereka yang wajahnya seperti muka anjing, kemudian ia membawanya ke seberang itu semua, sampai mereka sampai ke negara lainnya.” Jadi itulah Alexander Agung. Kemudian Al Tabary menambahkan: “Ibn Al Kawa’a bertanya kepada Ali Ibn Abi Taleb mengenai tanduk dua. Ia berkata, ‘Ia adalah seorang hamba yang mengasihi Allah dan dikasihi Allah, ia meminta nasihat kepada Allah dan Allah memberikan dia nasihat. Ia memerintah orang-orang untuk takut akan Allah, jadi mereka memukulnya di tanduknya dan membunuhnya. Kemudian Allah membangkitkan dia, sehingga mereka memukulnya di tanduk yang satunya dan ia mati, dan oleh karena itulah namanya “Tanduk Dua”, karena ia dipukul di kedua tanduknya. Menurut Al Qurtoby, ia berkata dalam komentarnya mengenai “Tanduk Dua”, “Ia adalah seorang nabi yang dikirim Allah, yang dimampukan Allah untuk menaklukkan daerah.” Dan Al Darqatni menyebutkan dalam bukunya, “Al Akhbar”, bahwa seorang malaikat bernama Rabakeel terbiasa turun di atas “Tanduk Dua”. Al Qurtoby menambahkan sebagai berikut: “Mengenai namanya, dikatakan bahwa ia adalah Alexander, raja Yunani Makedonia. Yaitu Alexander Agung. Inilah pertanyaan saya sekarang. Apakah Alexander Agung benar-benar seorang nabi? Apakah seorang malaikat datang kepadanya dan membawa ia ke surga dan mengangkatnya? Hal-hal tersebut… Apakah ini semua bisa dianggap perkataan Allah? Alexander Agung adalah seorang penakluk, ia seorang raja penyembah berhala dari Yunani, dan sekarang dikatakan bahwa ia seorang nabi? Sebuah tanda tanya setelah tanda tanya setelah tanda tanya!

Mohamed:

Kami akan bergembira, ketika kami menerima jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah kami terima, begitu juga yang lainnya, supaya pikiran akan diberikan penerangan dan iman diteguhkan. Apakah Anda mempunyai fakta-fakta lainnya yang membutuhkan penegasan, sesuai dengan pendapat Anda?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya. Mengenai aspek ilmiah, keunikan ilmiah... ada sangat banyak hal-hal dalam Al Qur’an yang membuat seseorang bertanya-tanya. Contohnya, mengenai bumi, apakah diam atau bergerak? Di Surat ke 31 (Luqman) ayat 10: “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu.” Dan di Surat ke 16 (An Nahl), ayat 15, “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak guncang bersama kamu.” Dan di Surat ke 21 (Al Anbiyaa) ayat 31, “Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) guncang bersama mereka.” Al Tabary mengartikan pernyataan-pertanyaan ini dengan mengatakan: “Ia meletakkan gunung-gunung di bumi – yaitu gunung-gunung yang tidak dapat digerakkan – supaya bumi itu tidak guncang bersama kamu,” dan ia menjelaskan, supaya bumi tidak berguncang atau melambai ke kanan atau ke kiri, tetapi berdiam dengan kamu di atasnya. Jadi bumi diam dan gunung-gununglah yang membuatnya stabil. Akan tetapi Al Qurtoby mengatakan hal sebagai berikut, mengutip Anas Ibn Malek, yang bertanya kepada sang Rasul. Ia berkata… sang Rasul berkata: “Ketika Allah menciptakan bumi, bumi mulai bergoyang, sehingga Ia menciptakan gunung-gunung dan meletakkannya di atas bumi, oleh karena itulah bumi diam, dan para malaikat heran atas kekuatan gunung-gunung tersebut.” Pernyataan seperti ini juga dipertanyakan secara ilmiah. Jadi inilah pertanyaan kita: “Apakah hal ini sesuai dengan ilmu pengetahuan? Bukankah bumi berputar mengelilingi dirinya sendiri, sekali setiap 24 jam, dan mengelilingi matahari sekali setiap satu tahun? Dan jika gunung-gunung membuat bumi kokoh, yaitu bumi tidak berguncang atau melambai, apa yang akan terjadi dengan bumi jika semua gunung di seluruh bumi ini meletus?” Contohnya, pembangunan bendungan yang tinggi serta pembuatan terowongan melalui pegunungan. Tetapi Anda tahu, pernyataan seperti ini juga ditemukan di puisi yang sama di halaman 104. Dikatakan sebagai berikut di puisi Zaid Ibn Omar… puisi Zaid Ibn Omar. Ia mengatakan hal yang benar-benar sama, kata demi kata, di halaman 104. Mohon sebentar… ini dia. Zaid Ibn Omar Ibn Nofail. Sekali lagi, puisi di masa sebelum Islam: “Aku menyerahkan wajahku kepada dia, yang kepadanya bumi berserah, melahirkan batu-batuan berat yang ia sebarkan, dan ketika ia lihat kokoh di air, ia meletakkan gunung-gunung di atasnya.” Bukankah ini ayat Al Qur’an dari Surat ke 79 ( Al Nazi’at) mengenai matahari, bumi dan gunung-gunung? Bumi pertama-tama diciptakan di atas air, kemudian Allah membuatnya kokoh dengan gunung-gunung, jadi hal-hal ini telah disalin dari puisi di masa sebelum islam, dan itulah sumber kebingungan kita. Sekali lagi, puisi Omaya Ibn El Salat, halaman 226, ia mengatakan hal-hal seperti itu… yaitu Omaya. Ini dia… 226. Ia berkata: “Allah semua mahluk dan semua bumi, dan Allah gunung-gunung yang tidak bergerak, Ia membangun mereka dan memperoleh tujuh hal besar tanpa penopang yang terlihat, begitu juga tanpa manusia. Surga ada tujuh dan itulah yang dikatakan Al Qur’an, tanpa penopang, tidak mempunyai tiang-tiang, ia menyempurnakan mereka dan menghiasi mereka dengan cahaya dari matahari yang terang dan dari bulan, dan dari bintang jatuh yang gemerlap dalam kegelapan, yang tikamannya lebih kuat dari pedang…” Sampai akhir puisi Omaya Ibn Abi El Salat ini mengenai penciptaan, tepat seperti yang ada di Al Qur’an. Saya tidak benar-benar percaya bahwa wahyu akan mengatakan bahwa gunung membuat bumi kokoh. Bumi ditopang.

Mohamed:

Kita menerima sebuah pertanyaan mengenai keunikan ilmiah Al Qur’an, mengatakan bahwa Al Qur’an adalah yang pertama-tama berbicara mengenai tahapan-tahapan pertumbuhan janin di rahim ibunya, apa pendapat Anda mengenai hal tersebut?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Sebenarnya sebelum Anda mulai menjawabnya, saya mempunyai sebuah artikel dari Rose Al Youssef, tanggal 15 Maret 2003. Dikatakan sebagai berikut, ditulis oleh Salah Hafez. Ia berkata dalam: “Mujizat Zaghlool El Najjar dalam keharmonisan metodologi ilmiah”: “Mengapa kita memutarbalikkan fakta demi untuk mengesankan massa?” Ini sebuah artikel yang panjang, dimana ia mengatakan: “Mengenai usaha manusia dalam mentafsirkan Al Qur’an, mengenai teori-teori ilmiah dan fenomena yang akhir-akhir ini diperkenalkan kepada pengetahuan dan budaya manusia dan seterusnya, sampai mencapai teman kita, El Najjar. Apakah Anda mengikuti? Kemudian ia mengatakan: “Dr. Zaghlool El Najjar memberitahu kita dalam artikel mingguannya, di surat kabar Al Ahram, dimana ia membahas topik yang sama dan mengungkit-ungkit semua poin-poin membosankan yang ada di peredaran, dan menurut pendapat saya, doktor yang terhormat ini percaya – ini bukanlah pendapat saya, ini adalah pendapat sang pengarang – ia percaya bahwa ia mengesankan para pembaca baru, atau pernyataan-pernyataannya yang seperti itu akan lolos tanpa tinjauan khusus atas klaim tersebut atau revisi objektif dari klaimnya.”

Mohamed:

Anda berbicara mengenai janin?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya. Janin di Surat ke 23 (Al Muminun). Dikatakan di Surat ke 23, ayat 12 sampai 14: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.” Mereka berkata bahwa ini adalah keunikan Al Qur’an. Hal-hal seperti ini tidak ketahui saat itu, tetapi sebenarnya, hal-hal tersebut sudah diketahui beratus-ratus tahun sebelum Al Qur’an. Di Kitab Ayub dalam Kitab Suci, pasal 10 dari ayat 10 sampai 12: Kitab Ayub, berbicara mengenai tahapan-tahapan ini dengan tepat, dan Ayub ada beratus-ratus tahun sebelum nabi Muhammad. Di sini ia berkata: “Bukankah Engkau yang mencurahkan aku seperti air susu, dan mengentalkan aku seperti keju? Engkau mengenakan kulit dan daging kepadaku, serta menjalin aku dengan tulang dan urat. Hidup dan kasih setia Kaukaruniakan kepadaku, dan pemeliharaanMu menjaga nyawaku.” Jadi Ayub berbicara mengenai tahapan-tahapan janin jauh sebelum nabi Muhammad berbicara mengenai mereka. Ayub ada 2000 tahun sebelum Masehi, jadi ada sekitar 2.700 tahun memisahkan dia dengan nabi Muhammad, dan ia berbicara mengenai hal itu. Dan di Kitab Zabur 139, dikatakan: “Engkau… menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepadaMu oleh karena kejadianku yang dasyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagiMu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah. Matamu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.” Nabi Daud hidup 1.100 tahun sebelum nabi Muhammad. Itulah hubungannya Kitab Suci, tetapi ilmu obat-obatan juga telah menemukan fakta-fakta tersebut. Ensiklopedia Arab Sederhana halaman 1149… di “Almawsoua’a Al Arabia Al Moyasara”, di sini dikatakan: “Arkeologi menyatakan bahwa ilmu obat-obatan muncul dengan orang Samaria dan Babilonia, berabad-abad sebelum Isa Al-Masih. Ada tingkatan yang berbeda atas perkembangan ilmu anatomi, kebidanan, dan kehamilan, yang berumur sekitar 1.800 tahun sebelum Masehi – yaitu 2.400 tahun sebelum Islam – Mereka berisikan penjelasan mengenai bagian-bagian tubuh dan orang-orang Arab telah banyak berpartisipasi dalam ilmu obat-obatan.” Ini adalah “Almawsoua’a Al Arabia Al Moyasara” yang mengatakan begitu. Baiklah, jadi bagaimana sekarang Anda dapat sampai ke, dan mengatakan ini adalah mujizat, sedangkan hal ini telah diketahui sebelumnya? Dan sebenarnya, saya ingin memberitahu Anda… bahkan di puisi dari masa sebelum Islam, Anda dapat menemukan hal yang sama. Al Sma’al Ibn Ghareed Al’adiaa, seorang bani Israil, muncul sebelum nabi Muhammad. Ia berkata mengenai penciptaan manusia: “Sebuah isu air mani melahirkan hari dimana aku diciptakan, diberikan perintah sendiri, dan di dalamnya aku diciptakan atau dibentuk. Allah meletakkan di tempat rahasia dan tempatnya akan tersembunyi, seperti aku tersembunyi.” Jadi ini semua adalah kutipan dari puisi-puisi yang lazim ditemukan di masa itu, tetapi keunikan ilmiah… itu sangat dipertanyakan.

Mohamed:

Kita hanya mempunyai satu menit lagi. Menurut pendapat Anda, apakah tahapan-tahapan perkembangan janin yang disebutkan dalam Al Qur’an sesuai dengan yang disetujui oleh ilmu obat-obatan?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ilmu obat-obatan menolak ini semuanya, karena ilmu obat-obatan mengatakan bahwa hal ini seperti tembakau – yaitu sepotong daging yang akan dikunyah oleh lidah seseorang – tidak ada hal seperti itu. Mereka juga berkata bahwa tahapan-tahapannya adalah…. Contohnya, jika Anda “Membawa sepotong tulang.” Banyak perempuan akan mengalami keguguran atau aborsi, dan mereka bertanya, “Apakah Anda pernah melihat, di sejarah obat-obatan, seorang perempuan mengalami keguguran mengeluarkan tulang rangka?” Obat-obatan tidak menerima ini. Obat-obatan berkata bahwa seluruh tubuh terbentuk bersamaan, tetapi tidak ada hal seperti tulang yang kemudian ditutupi oleh daging. Secara medis hal ini tidak mungkin, karena kita belum pernah melihat perempuan keguguran tulang rangka.

Mohamed:

Terima kasih dan kita telah kehabisan waktu, jadi kita harus menutup program ini sekarang. Pemirsa terkasih, kami berterima kasih. Apa yang telah Anda dengar di episode ini mungkin membuat Anda marah, tetapi bagi saya, hal ini membuat hati saya sedih. Angkat hati Anda kepada Allah dan mohon kepadaNya, dan Ia akan menjawab Anda.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Amin.

Mohamed:

Terima kasih, sampai kita berjumpa kembali.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Amin.


Texts being used:

The Indonesian Bible text used for New Testament is “The Indonesian (1912 Translation) – Greek Diglot New Testament” – “Kitab Suci Injil Dwibahasa Indonesia (Terjemahan 1912) – Yunani” version. © LAI (Lembaga Alkitab Indonesia – Indonesian Bible Society), 2000.

The Indonesian Bible text used for Old Testament is “The New Translation, 1974” – “Alkitab Terjemahan Baru (TB), 1974” version. © LAI (Lembaga Alkitab Indonesia – Indonesian Bible Society), 1974.

The Indonesian Al Qur’an text used is taken from
http://Quran.al-islam.com/

Indonesian version:
http://Quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSora=1&nAya=1&nSeg=1&l=eng&t=ind

Notes on this episode:

(*) For verses that is not clearly defined, the translation is done directly as the text said, not taken from the quote in the Bible – Untuk ayat-ayat yang tidak direferensikan secara jelas, terjemahan dilakukan secara langsung seperti apa kata text, bukan diambil langsung sesuai dengan teks dari Kitab Suci.

(1) English version says ‘double horns’ but Indonesian version says ‘zulkarnain’. We use ‘double horns’ so it will be consistent with the context. – Versi Bahasa Inggris menggunakan ‘tanduk dua’ tetapi versi Indonesia menggunakan ‘zulkarnain’. Kita menggunakan ‘tanduk dua’ supaya sesuai dengan konteksnya.

(2) English version says ‘found’ but Indonesian version says ‘see’. We use ‘found’ so it will be consistent with the context. – Versi Bahasa Inggris menggunakan ‘menemukan’ tetapi versi Indonesia menggunakan ‘melihat’. Kita menggunakan ‘menemukan’ supaya sesuai dengan konteksnya.

(3) English version says ‘spring’ but Indonesian version says ‘sea’. We use ‘spring’ so it will be consistent with the context. – Versi Bahasa Inggris menggunakan ‘mata hari’ tetapi versi Indonesia menggunakan ‘laut’. Kita menggunakan ‘mata air’ supaya sesuai dengan konteksnya.

Tuesday, May 24, 2011

Keunikan Al Qur’an dan Kesalahan Sejarah (Ep 47)

Pertanyaan Mengenai Iman Episode 47

Keunikan Al Qur’an dan Kesalahan Sejarah

Mohamed:

Pemirsa terkasih, selamat berjumpa kembali di program kita, “Pertanyaan Mengenai Iman.” Disini, tamu terkasih kita, Bapak Pendeta Zakaria Botros. Selamat datang.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Terima kasih banyak.

Mohamed:

Merupakan sukacita kami untuk membagikan kepada Anda di episode ini, beberapa surat yang telah kami terima… ada sangat banyak. Surat ini berasal dari Jerman: “Dalam nama Allah, Pencipta semesta alam, dan Allah semua mahluk, kepada program “Pertanyaan Mengenai Iman”, saya berterima kasih kepada Anda dari hati saya yang terdalam atas pesan-pesan dan buku-buku yang indah, dan saya menawarkan Anda kata-kata yang wangi seperti musim semi yang bemekaran, dan saya juga berterima kasih kepada setiap orang yang berpartisipasi dalam program yang indah ini, sehingga dapat menjadi lilin yang benderang di dalam hati yang gelap. Teman terkasihku, saya bersyukur kepada Allah, yang telah menempatkan Anda di jalan saya untuk menjernihkan kebenaran bagi saya, yang selama bertahun-tahun tidak saya sadari.

Tidak dipungkiri bahwa setiap orang sangat membutuhkan Allah, karena tanpa Allah, hidup manusia tidak berharga. Beberapa hari yang lalu, saya membaca suatu hal yang hebat di sebuah buku tertentu yang telah Anda kirimkan, yang tidak akan pernah saya lupakan, yaitu bahwa di setiap hati manusia ada sebuah kekosongan berbentuk Allah, dimana hanya Dialah yang dapat mengisinya. Ya, pernyataan ini menegaskan bahwa kita benar-benar membutuhkan Allah.” Anda benar, saudariku. “Saya seringkali memikirkan diri saya; betapa naifnya saya dahulu, bertahun-tahun hidup dengan mempercayai kebohongan yang benar-benar tidak mempunyai dasar. Selama bertahun-tahun, saya terbiasa berdoa dan berpuasa, dan memohon kepada Allah dan mengenakan cadar. Tetapi saya selalu merasa bahwa Allah jauh dari saya dan doa-dosa serta permohonan saya tidak sampai melebihi langit-langit rumah saya. Sepertinya mereka mencapai langit-langit rumah dan kembali ke saya. Tetapi sejak saya mulai menggunakan pikiran saya, saya mulai merasakan betapa Allah dekat dengan saya dan saya mulai merasa bahwa Ia benar-benar mendengar saya.”

Saudari terkasih, masalahnya dengan orang-orang Muslim adalah mereka bertindak sesuai dengan perkataan, “Saya tidak melihat, saya tidak mendengar, saya tidak berbicara,” karena jika ada Muslim manapun yang berani berpikir dan mendengar, bahkan sekali dalam hidupnya, hasilnya akan seperti apa yang Anda lihat sekarang. Karena kebenaran seperti matahari yang terang dan jika manusia manapun yang memiliki intelegen yang kecil atau sederhana membaca mengenai Isa Junjungan kita Yang Ilahi, ajaran-ajaranNya, dan perintah-perintahNya, tidak diragukan lagi ia akan dipengaruhi oleh semua itu dan tidak akan menunda-nunda, serta tidak akan dapat mengkritik satu huruf darinya. Ya, saya telah menemukan semua hal yang diinginkan hati saya, melalui hubungan pribadi saya dengan Allah dan kepastian atas kehidupan kekal, dan lebih dari itu semua, kasih Allah bagi manusia.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Syukur kepada Allah.

Mohamed:

Islam tidak memiliki semua elemen penting dan utama ini, dan malapetaka besarnya adalah kepada mereka yang Anda coba mengkomunikasikan kebenaran ini, mereka akan menutup kuping mereka dan menolak untuk mendengarkan, agar tidak digoda oleh kejahatan; oleh karena itu menghalangi diri mereka sendiri dari semua hal-hal yang indah ini, yang telah saya sebutkan. Saya tahu bahwa Allah meletakkan Anda di jalan saya agar dapat membawa saya kepada Dia, dan saya bersyukur kepadaNya atas hal tersebut. Tetapi saya masih perlu mengetahui lebih banyak lagi, karena sepanjang hidup saya, saya tidak pernah mendengar apapun mengenai ajaran Isa Al-Masih kecuali melalui Islam, dan informasi saya tidak sempurna. Saya telah mengunjungi sebuah gereja dekat rumah saya beberapa hari yang lalu, dan saya terkejut atas perlakuan baik mereka. Mereka tidak pernah menanyakan siapa saya, juga tidak menanyakan alasan kunjungan saya. Mereka lebih memilih untuk mengundang saya ke ibadah yang sedang mereka lakukan, walaupun saya mempunyai anak-anak kecil. Mereka tidak terganggu atas hal itu, walaupun anak-anak saya bermain dan berisik. Saya tidak banyak mengerti karena saya tidak tahu apakah ibadah itu, tetapi saya merasa sangat gembira.”

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Diberkatilah nama Allah.

Mohamed:

“Saudara terkasihku, saya akan sangat berterima kasih jika Anda berhubungan dengan saya melalui surat-surat Anda yang indah dan buku-buku berharga, dan saya akan sangat berhutang kepada Anda. Semoga Allah memberkati perjalanan Anda, supaya Anda akan memegang tangan-tangan lebih banyak orang lagi dan memberitahu mereka jalan kepada keselamatan.”

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Amin.

Mohamed:

Terima kasih saudari Jilan. Kami berdoa bagi Anda dan kami bersyukur kepada Allah atas Anda, begitu juga berdoa bagi banyak orang agar mengenai kebenaran.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Amin.

Mohamed:

Dalam program ini kita akan berbicara mengenai keajaiban Al Qur’an, dan juga mengenai kesalahan-kesalahan sejarah, karena kita telah menerima sebuah pertanyaan dari salah seorang pemirsa kita: “Apakah ada persetujuan antara Kitab Suci dan Al Qur’an mengenai sejarah atas kejadian-kejadian yang terjadi dalam keduanya? Dan sejauh mana hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan oleh para sejarawan dan arkeologis?”

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya, sejujurnya ini pertanyaan yang amat sangat penting. Cukup terlihat oleh semua orang yang membaca Kitab Suci dan Al Qur’an bahwa ada perbedaan-perbedaan atas kejadian-kejadian sejarah. Jadi pertanyaannya adalah: “Yang mengilhami buku ini, dan mengilhami buku itu, seperti yang mereka duga, bagaimana Ia dapat membuat kesalahan mengenai kejadian-kejadian sejarah?” Di sini kita menemukan sebuah gambar dan di sana kita menemukan sebuah gambar lainnya. Contohnya, mengenai perawan Maryam yang mulia… mengenai perawan Maryam, di Surat ke 66 (At Tahrim) ayat 12 dikatakan: “dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat!” Maryam, putri Imran. Dan di Surat ke 19 (Maryam) ayat 28 … 27 dan 28: “Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” Saudara perempuan Harun. Jadi ia anak perempuan Imran dan saudara perempuan Harun. Inilah yang digambarkan Al Qur’an mengenai Maryam. Tetapi Kitab Suci, begitu juga catatan sejarah, semuanya menjelaskan bahwa perawan Maryam, ibu Isa, adalah anak Yohakim, dan sebenarnya Amram, bukan Amranm, adalah ayah Harun, yang mempunyai seorang anak perempuan yang juga bernama Miryam, dan ia seorang nabi perempuan. Tetapi ia bukanlah ibu dari Isa. Di Kitab Keluaran pasal 15 dan ayat 20, dan Kitab I Hikayat pasal 6 dan ayat 3 – Anda dapat membaca mengenai hal ini – dan ini terjadi di tahun 1.500 sebelum Masehi. Miryam, anak Amram, saudara perempuan Harun, menikahi seorang laki-laki bernama Hoor dan melahirkan Nadab dan Abihood. Inilah kesaksian sejarah. Jadi bagaimana Al Qur’an dapat membingungkan dia dengan perawan Maryam, ibu Isa? Walaupun perbedaan diantara mereka adalah 1.500 tahun.

Mohamed:

Maksud Anda ada perbedaan waktu yang besar diantara keduanya.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Maryam bukanlah anak perempuan Amram, bukan juga saudara perempuan nabi Musa dan nabi Harun. Ini adalah seseorang dan itu adalah orang lain. Apakah Allah akan membuat kesalahan seperti itu? Ini sebuah tanda tanya yang saya angkat dihadapan para pemirsa dan dihadapan para ulama Islam supaya mereka memberikan pendapat mereka atas hal ini.

Mohamed:

Apakah Anda keberatan untuk menceritakan kepada kita mengenai kelahiran Isa Al-Masih, berdasarkan Kitab Suci dan juga Al Qur’an? Dan apakah ada perbedaan diantara keduanya?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Tentu saja. Tentu saja. Maksud saya, contohnya, di Surat ke 19 (Maryam) dari ayat 22 sampai 26, dikatakan: “Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan”. Maka seseorang(1) menyerunya dari tempat yang rendah – yaitu Isa Al-Masih’ – “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu – Saria adalah sebuah kata asing, seperti yang kita pelajari kemarin. – Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang Manusia pun pada hari ini!” Apakah Anda mengikuti? Cerita ini benar-benar berbeda dengan cerita Lukas mengenai kelahiran Isa Al-Masih, dimana dikatakan dalam Injil Lukas pasal 2 dari ayat 1 sampai 7: “ Pada waktu itu, Kaisar Agustus mengeluarkan perintah supaya diadakan sensus di seluruh dunia… Karena itu semua orang yang akan disensus kembali ke kota-nya masing-masing. Maka Yusuf pun berangkat dari kota Nazaret di Galilea ke Bait Lahim, kota Daud, di wilayah Yudea, sebab ia dari keluarga dan keturunan nabi Daud… Ketika mereka di sana, sampailah waktunya bagi Maryam untuk melahirkan. Ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung. Maryam membungkusnya dengan kain bedung lalu membaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka untuk menginap.” Jadi hal-hal yang kita catat di sini… dicatat bahwa ada perbedaan yang besar diantara kedua cerita. Sebenarnya Al Qur’an keliru atas Maryam, ibu Isa Al-Masih, dengan Hagar, istri Ibrahim dan ibu Ismail. Perempuan yang pergi ke gurun adalah Hagar, ibu Ismail, dan perempuan yang ditunjukkan sungai oleh malaikat adalah Hagar, ibu Ismail. Tetapi perawan Maryam melahirkan Isa Al-Masih di Bethlehem, dan sejarah bersaksi atas hal ini. Anda dapat pergi ke Bethlehem sekarang, Anda akan melihat palungannya bukan di gurun, di kota Daud di Bethlehem.

Mohamed:

Ya.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ini menciptakan banyak pertanyaan, pertanyaan utama mengenai, sebuah pertanyaan besar mengenai, “Goyanglah pangkal pohon kurma ke arahmu.” Bagaimana?

Mohamed:

Apakah Allah mungkin telah memberikan ia kekuatan untuk menggoyangkan pangkal pohon?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ini adalah pertanyaan yang memposisikan dirinya sendiri. Maksud saya, seseorang yang baru saja melahirkan dan diketahui bahwa itu merupakan pengalaman yang menyakitkan, bahkan seperti yang dikatakan: “Rasa sakit akan melahirkan.” Ia sedang kesakitan, jadi mengapa Ia menyuruh dia, “Goyanglah pangkal pohon kurma.” Mengapa Ia tidak menggoyangkannya untuk dia supaya kurma-kurmanya jatuh? Anda dapat berkata kepada saya, “Tidak, Ia harus memainkan peranNya sendiri.” Tetapi apa peran yang Ia mainkan ketika menyulap anak sungai sehingga mendapatkan sebuah sungai, ketika seseorang yang menggali sebuah sungai untuknya akan menyebabkan kurma-kurmanya jatuh.

Mohamed:

Ini kehendak Allah. Allah tidak membuat kesalahan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Oh, ya. Ini kehendak Allah, bukankah begitu? Kehendak Allah. Hal-hal seperti itu karena Allah menginginkan mereka seperti itu. Dengarkan saya, Pak. Saya mohon maaf. Saya benar-benar mohon maaf karena saya melupakan Surat ke 5 (Al Maidah) ayat 101, yang berkata sebagai berikut: “Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu.” Jadi tidak ada tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan di luar itu. “Seperti itu. Itu kehendak Allah.” Allah berkehendak dan Allah tahu yang lebih baik, dan pikiran kita tetap bingung, sepertinya agama adalah rahasia dan misteri yang tidak terpecahkan. Tetapi saya bertanya kembali dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan saja: Bagaimana Isa Al-Masih dapat berkata kepada dia dari bawah, “Maka makan, minum,” tetapi ketika ia bertemu seseorang ia berkata, “Aku berpuasa”, dan bahwa, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah.” Apakah Ia mengajarkannya untuk berbohong? “Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu.”

Mohamed:

Allah melarang.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Tetapi ketika Anda bertemu seseorang, Anda berpuasa. Ini masalah yang membutuhkan pemikiran, apakah saya salah? Pasti dalam hal ini ada sesuatu yang tidak dapat dimengerti pikiran kita. Yang kita inginkan hanyalah agar para ulama terhormat mau menjelaskan perbedaan-perbedaan ini kepada kami, beritahu kami apa ini semua.

Mohamed:

Pertanyaan sulit. Tetapi mungkin, apa artinya berpuasa, apakah berpantang bicara saja.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Bicara saja? Mungkin Anda benar. Tetapi menurut saya tidak. Dan mengapa begitu? Karena puasa tidak pernah muncul, dalam hukum yang disetujui manapun, sebagai berpantang bicara, dan bukan berpantang makanan. Benar? Dan lebih dari itu, bagaimana ia dapat berkata, “Aku bernazar untuk tidak berbicara”, tetapi ia baru saja berkata “Alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan!” Dan Ia menyuruhnya untuk, “Goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” Baiklah, ia berbicara... Apakah Anda mengikuti? Jadi ini benar-benar tidak sesuai, menurut pikiran saya sendiri.

Mohamed:

Sebenarnya, hal ini cukup membingungkan. Mari kita ke contoh lainnya. Apakah Anda mempunyai contoh-contoh yang serupa?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Maksud Anda mengenai sejarah?

Mohamed:

Ya.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Kita mempunyai masalah.

Mohamed:

Ya. Saya fokus atas hal urutan kronologikal juga.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Kita telah berbicara mengenai sang perawan dan garis keturunannya di sejarah, serta kelahiran Isa Al-Masih sebagai kejadian sejarah, dan kita juga sampai ke suatu hal yang sangat aneh. Firaun... Al Qur’an berkata, di Surat ke 28 (Al Qasas) ayat 8 dan ayat 38, bahwa ia mempunyai seorang perdana menteri bernama Haman, dan inilah kesalahan penempatannya. Maksud saya, di Surat ke 28 (Al Qasas), dikatakan: “ Firaun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah!” “Berkata Firaun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta!” Haman, perdana menteri Firaun, walaupun Kitab Suci memberitahu kita bahwa Haman bukanlah perdana menteri Firaun. Ia adalah perdana menteri raja Ahasuerus, raja Persia yang bernama Zaraksees, yang tinggal di tahun 486 sebelum Masehi. Haman adalah nama Allah dalam Ilamites, yaitu sebuah nama Persia. Firaun berkuasa atas Mesir di tahun 1.490 sebelum Masehi.

Mohamed:

Dan Haman, di 486 sebelum Masehi.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Yaitu seribu tahun lebih awal. Benar? Pertanyaan yang memposisikan dirinya sendiri adalah: Dapatkah pewahyuan membuat kesalahan? Tidakkah Allah tahu bahwa Haman adalah perdana menteri Ahasuerus, raja Persia, dan kemudian membingungkan dia dengan perdana menteri Firaun di Mesir?

Mohamed:

Kita tahu bahwa Allah sempurna. Mungkinkah karena kemiripan nama? Mungkin ada lebih dari satu Haman?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Mungkin. Kemungkinan ini dapat dipertimbangkan.

Mohamed:

Ya, logikanya.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Logika yang akan membuktikan ini, tetapi ada turunannya. Kata ‘Haman,’ dalam akar dan kontruksi bahasanya, sama sekali tidak ada hubungannya dengan Firaun di Mesir. Jadi secara bahasa, ini adalah kata Persia.

Mohamed:

Maksud Anda, nama ‘Haman’ tidak pernah ada di Mesir.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Itu merupakan sebuah nama dewa di Iran, di Persia. Jadi bagaimana mereka akan memberikan sebuah perdana menteri, nama dewa dari negara asing? Kebiasan di seluruh tanah Mesir pada saat itu adalah untuk memanggil orang dengan nama dewa-dewa Mesir. Amonhotep, Amonra’e, Atonra’e, dan seterusnya. Ra’e adalah seorang dewa, dan Amon adalah dewa, jadi semua nama-nama tersebut berhubungan dengan dewa-dewa Mesir. Bagaimana seseorang menyebut dirinya sendiri dengan nama seorang dewa asing di masanya? Mereka akan membunuhnya karena dianggap seorang mata-mata.

Mohamed:

Apakah Anda mempunyai contoh-contoh lainnya? Apakah hanya ini satu-satunya?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Tidak, tentu saja. Tidak hanya Haman dan Firaun. Ada sebuah contoh yang sangat mengejutkan. Ini tidak mungkin. Sangat tidak mungkin bagi Allah yang benar melakukan kesalahan-kesalahan seperti ini. Hal ini sangat mencurigakan.

Mohamed:

Maksud Anda ada banyak kesalahan-kesalahan yang tidak dapat diterima?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya. Maksud saya, contohnya Samiri yang membuat anak lembu bagi Musa… bagi orang-orang Musa di gurun. Di Surat ke 20 (Ta Ha), mengatakan sebagai berikut, dari ayat 85 sampai ayat 88, ia berkata: “Allah berfirman: “Maka sesungguhnya kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: “Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, lalu kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?” Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya. Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa”. Jadi Samiri, bahkan kata “Samari” tidak dikenal saat itu… tidak sama sekali.

Mohamed:

Dan mengapa?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Saya beritahu Anda mengapa. Musa hidup di tahun 1500 sebelum Masehi, sebelum Isa Al-Masih.

Mohamed:

Sebelum Isa Al-Masih…

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Dan kata “Samiri” berhubungan dengan kota Samaria, dan kota tersebut muncul tujuh abad setelah masa nabi Musa. Kota itu telah dibangun tujuh abad setelah masa nabi Musa. Maksud saya, dibangun di tahun 880 sebelum Masehi, menurut sejarah. Dan tidak ada orang-orang yang disebut Samiri.

Mohamed:

Jadi bagaimana Samiri ini dapat ditemukan?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Di masa nabi Musa. Bagaimana ia dapat muncul di masa nabi Musa? Bukankah itu benar? Allah tidak membuat kesalahan sama sekali, tetapi Muhammad datang 7 abad setelah Isa Al-Masih, jadi seluruh hal ini mencurigakan. Ini meragukan. Saya tidak mau memberikan Anda solusinya, tetapi kita menantikan pandangan para ulama Islam yang agung dan mulia untuk menjelaskan hal ini untuk kita.

Mohamed:

Mudah-mudahan, kita akan menonton saluran TV Arab, untuk penjelasan logis atas perbedaan-perbedaan ini…

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Saya harap.

Mohamed:

Kita ingin mendengar…

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Oh, saya sangat berharap mereka akan datang ke studio ini, dan membahasnya dengan kita. Saya telah mengundang mereka selama setahun penuh untuk membahasnya di studio ini, dan kita belum menerima satu suratpun dari seseorang yang mengatakan bahwa mereka mau datang dan membicarakan hal-hal ini. Mereka bahkan tidak perlu datang. Mereka dapat berbicara di saluran TV Arab seperti yang Anda sarankan.

Mohamed:

Mereka dapat berbicara dan mereka menuduh Anda sebagai seorang Zionist, seorang agen CIA, dan lain sebagainya. Saya pribadi telah membaca beberapa artikel dan mendengar tuduhan-tuduhan tersebut, tetapi saya belum mendengar…

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ini pengelakan, pengelakan dari pembelajaran obyektif terhadap tuduhan pribadi, dan ini cara kuno yang sama. Ini seperti piringan hitam yang rusak. Sudah terlalu kuno sekarang, dan tidak membodohi siapapun. Hal ini tidak lagi mempunyai tempat di komunikasi logis.

Mohamed:

Apakah Anda mempunyai hal-hal lainnya yang ingin Anda tambahkan?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya, ya, tentu saja. Bapak terkasih, ada sebuah cerita lainnya mengenai pertentangan-pertentangan dalam Al Qur’an sendiri. Maksud saya, kita telah mengutip pertentangan-pertentangan antara Al Qur’an dan Kitab Suci, dan Allah tidak dapat membuat kesalahan dalam keduanya. Tetapi ada, dalam Al Qur’an sendiri, ketidakkonsistenan internal.

Mohamed:

Oh, tidak!

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Bagiamana itu? Mengenai Firaun… apakah ia mati atau tidak, dan apakah ia telah ditenggelamkan atau tidak. Satu surat mengatakan bahwa ia tenggelam dan surat lainnya mengatakan bahwa ia tidak tenggelam. Mari kita lihat mereka. Surat ke 28 (Al Qasas) ayat 38 sampai 40, mengatakan sebagai berikut: “Berkata Firaun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta!” Dan berlaku angkuhlah Firaun dan bala tentaranya di bumi (Mesir) tanpa alasan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami. Maka Kami hukumlah Firaun dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut. – Yaitu, mereka dilemparkan ke laut – Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang lalim!” Apa akibatnya? Kematian. Karena tenggelam: “Kami lemparkan mereka ke dalam laut.” Itulah yang ada di Surat ke 28 (Al Qasas). Sekarang marilah kita lihat Surat ke 10 (Yunus), ayat 90 sampai 92: “Kami memungkinkan bani Israel melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Firaun dan bala tentaranya – yaitu, menangkap mereka – karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Firaun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh bani Israel, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” “Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu.” Oh… “Kami lemparkan mereka ke dalam laut. Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang lalim.” Tetapi di sini dikatakan, “Kami selamatkan badanmu, supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” Apakah ia tenggelam atau tidak? Informasi tertentu ini ditemukan di Kitab Suci karena sesuai dengan sejarah dunia, bahwa Firaun di masa nabi Musa telah tenggelam. Di pembelajaran mengenai Mesir, Firaun di masa nabi Musa tenggelam di laut. Kitab Zabur 136 ayat 15, dan Kitab Keluaran pasal 14 ayat 28, berkata sebagai berikut: “Mencampakkan Firaun dengan tentaranya ke Laut!” dan juga menambahkan, “Seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka.” “Seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka.” Bukan – menyelamatkan dia bersama-sama dengan tubuhnya, dan Allah tidak dapat merubah perkataanNya. Setelah Allah berbicara mengenai sebuah kejadian, yang terbukti dalam sejarah, kemudian ada orang lain yang datang dan berkata, “Kami selamatkan badanmu.”

Mohamed:

Dan ini pertentangan keji dengan cerita Kitab Suci.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Bertentangan dengan Kitab Suci. Kemudian ada sebuah tanda tanya besar, sebesar studio ini. Sebuah tanda tanya besar. Apa yang sedang terjadi? Apakah ini wahyu dari Allah? Apakah Allah mungkin menentang diriNya sendiri dan merubah perkataanNya?

Mohamed:

Banyak pertentangan-pertentangan dan perbedaan-perbedaan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Bermasalah…

Mohamed:

Cukup bermasalah.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Cukup bermasalah! Bgaimana para Muslim terkasih membaca hal-hal seperti itu tanpa mengerti atau bertanya-tanya mengenai mereka?

Mohamed:

Dan mengenai hal ini, salah seorang pemirsa bertanya: “Saya mendengar bahwa yang harus saya lakukan adalah membuka hati saya bagi Isa Al-Masih supaya Ia dapat masuk. Tetapi hati saya penuh dosa, jadi apakah Ia akan menerima saya? Dan bagaimana hal itu dapat terjadi?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ini pertanyaan utama, amat sangat penting. Dan sebenarnya, saya bersyukur kepada Allah bahwa ada orang-orang yang peduli akan isu-isu rohani dan tidak sekedar masalah teori dan teologi. Maih ada orang-orang yang peduli akan kehidupan rohani. “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba; akan menjadi putih seperti bulu doa.” “Dan darah Isa Al-Masih, anakNya, membersihkan kita dari semua dosa… Jika kita mengakui dosa-dosa kita, Ia setia dan akan mengampuni kita dari dosa-dosa kita, serta membersihkan kita dari segala kejahatan.”

Mohamed:

Amin. Pemirsa terkasih, Allah Isa Al-Masih berkata: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya.” Allah, saat ini mengetuk pintu hati Anda, karena Ia berkata: “"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah. Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah. Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita. Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh. Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain. Sebab: "Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasihati Dia?" Tetapi kami memiliki pikiran Isa Al-Masih.”

Pemirsa terkasih, Allah menginginkan hal itu: “semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” Ia juga berkata: “Aku telah datang agar engkau beroleh hidup dan hidup yang lebih berkelimpahan.”(*) Ia mengatakan lagi, “Aku sudah mengasihimu dengan kasih yang tak berkesudahan, maka dengan kasih yang tak berkesudahan, Aku sudah memanggil engkau.”(*) Terima kasih banyak. Sampai kita berjumpa lagi di episode lainnya. Amin. Terima kasih.


Texts being used:

The Indonesian Bible text used for New Testament is “The Indonesian (1912 Translation) – Greek Diglot New Testament” – “Kitab Suci Injil Dwibahasa Indonesia (Terjemahan 1912) – Yunani” version. © LAI (Lembaga Alkitab Indonesia – Indonesian Bible Society), 2000.

The Indonesian Bible text used for Old Testament is “The New Translation, 1974” – “Alkitab Terjemahan Baru (TB), 1974” version. © LAI (Lembaga Alkitab Indonesia – Indonesian Bible Society), 1974.

The Indonesian Al Qur’an text used is taken from
http://Quran.al-islam.com/

Indonesian version:
http://Quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSora=1&nAya=1&nSeg=1&l=eng&t=ind

Notes on this episode:

(*) For verses that is not clearly defined, the translation is done directly as the text said, not taken from the quote in the Bible – Untuk ayat-ayat yang tidak direferensikan secara jelas, terjemahan dilakukan secara langsung seperti apa kata text, bukan diambil langsung sesuai dengan teks dari Kitab Suci.

(1) English version says ‘someone’ but Indonesian version says ‘Gabriel’. We use ‘someone’ so it will be consistent with the context. – Versi Bahasa Inggris menggunakan ‘seseorang’ tetapi versi Indonesia menggunakan ‘Jibril’. Kita menggunakan ‘seseorang’ supaya sesuai dengan konteksnya.

Tuesday, May 17, 2011

Kata-Kata non Arab dalam Al Qur’an (Ep 46)

Pertanyaan Mengenai Iman Episode 46

Kata-Kata non Arab dalam Al Qur’an

Mohamed:

Pemirsa terkasih, selamat berjumpa kembali di episode lainnya dari program, “Pertanyaan Mengenai Iman”. Sekali tagi, tamu terhormat yang bersama dengan kita, Bapak Zakaria Botros. Selamat datang kembali Pak. Selamat datang.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Terima kasih banyak.

Mohamed:

Kita telah menerima begitu banyak surat. Ini salah satunya… Saya akan membagikannya kepada Anda…

“Bapak Zakaria Botros terhormat: Salam, hormat dan penghormatan untuk Anda. Saya ingin berterima kasih atas program Anda yang hebat dan bermanfaat ini, yang telah meningkatkan iman dan pengetahuan saya, serta menambah banyak informasi kepada saya, yang jika tidak, tidak akan pernah saya ketahui. Saya mohon kepada Bapak yang unggul untuk menjawab beberapa pertanyaan yang membuat saya bingung dan tidak menemukan jawaban yang memuaskan.



Apakah gambar Isa Junjungan kita Yang Ilahi yang kita temui tercetak, gambar Dia yang sebenarnya atau tidak? Juga ada banyak gambar-gambar dari Dia yang sangat tidak sama. Apakah ada gambar Dia diantara gambar-gambar tersebut? Dan gambar yang mana yang benar? Dan jika tidak ada yang nyata, mengapa kita menerima gambar-gambar ini? Walaupun dalam Kitab Suci dikatakan, “Jangan membuat bagimu patung… jangan sujud menyembah kepadanya” dan dengan melakukan hal itu, kita tidak mematuhi perintah Allah.” Ini sebuah pertanyaan yang berharga, saudari Manal. Terima kasih, dan kita menantikan jawabannya. Saya tahu bahwa dalam Islam, patung dilarang seperti dewa-dewa, karena patung berhubungan dengan dewa-dewa. Mereka sama. Tentu saja. Silahkan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ada sedikit koreksi di sini. Saya tidak disapa sebagai ’Yang unggul’, tetapi saya dapat disapa sebagai ‘Uang suci”. “Yang unggul” adalah sebuah gelar untuk posisi yang lebih tinggi daripada posisi saya. Mengenai gambar Isa Al-Masih, gambar itu diambil dari gambar di kain kapan suci. Kain kapan Isa Al-Masih telah ditemukan dan dipamerkan di Torino. Gambar yang tercetak ini diteliti oleh agen-agen pihak luar dan mereka menemukan bahwa kain tersebut tidak dicat dengan minyak atau warna-warna atau apapun juga.

Isa Al-Masih, seperti Ia bangkit dari kematian, kecemerlangan cahaya kebangkitan, seperti cahaya bom atom, mencetak rupa Isa Al-Masih dengan luka-lukaNya, wajahNya dan punggungNya di kain kapan, bagian belakang dan depan. Kain kapannya tidak dibungkus seperti itu, kainnya dibungkus seperti ini, belakang dan depan, dari atas ke bawah. Jadi gambar di kain kapan ada, dan dari situ semua gambar Isa Al-Masih diambil. Setiap negara mengambilnya dan mewarnainya sesuai seninya. Tetapi ciri-ciri utamanya tetap sama. Mengenai perintah, “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah… jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya.” Konsep dibalik ayat ini adalah melarang pemujaan atau sujud menyembah kepadanya. Buktinya hal itu disebutkan di Kitab yang sama, di pasal 20. Kita diperintahkan: “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada… jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya.” Di kitab yang sama, pasal 25, dikatakan: “Haruslah mereka membuat tabut... dua setengah hasta panjangnya… dan seterusnya. Dan haruslah kau buat dua kerub dari emas… emas tempaan… dan seterusnya.” “Buatlah satu kerub pada ujung sebelah sini dan satu kerub pada ujung sebelah sana;” – bukan untuk bersujud kepada mereka – Ia menyuruhnya untuk menutupnya dengan kerub. Tabut itu harus dihiasi dengan kerub. Kerub adalah malaikat. Larangannya bukan terhadap gambarnya, larangannya adalah terhadap pemujaan, karena apakah gambar? Gambar adalah alat ilustrasi. Ilustrasi. Dan dalam Islam, tentu saja, dewa-dewa dilarang. Tetapi jangan lupa bahwa ketika nabi Muhammad masuk ke Mekah, ketika ia menaklukkannya, ia masuk ke dalam Ka’bah dan berkata, “Buang semua gambar dan dewa-dewa”, tetapi ia meletakkan tangannya di atas sebuah gambar tertentu dan berkata, “kecuali yang ini”, dan itu adalah patung Maryam dan Isa Al-Masih. Dan patung tersebut tetap berada di Ka’bah sampai Ka’bah sendiri terbakar berabad-abad kemudian.

Mohamed:

Gambar ini ada di Ka’bah?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Di Ka’bah… dan Muhammad… sejarah dan biografi Rasul mengatakan begitu.

Mohamed:

Apakah ada di situ?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ada di situ, ada di biografi oleh Ibn Hisham dan Al Halabi.

Mohamed:

Sangat aneh.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya. Jadi itu adalah alat ilustrasi bukan pemujaan.

Mohamed:

Terima kasih. Sekarang kita kembali topik mengenai keunikan bahasa Al Qur’an, meskipun ada kesalahan bahasa, baik tata bahasa maupun konjugasi. Jadi apa pendapat Anda mengenai pernyataan Al Qur’an: “Kami telah menurunkan Al Qur’an Arab.”? Silahkan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Baiklah, tentu saja ada lebih dari sembilan ayat yang berhubungan bahwa itu adalah “Dalam Bahasa Arab yang jelas.” Di Surat ke 12 (Yusuf), 20 (Ta Ha), 39 (Az Zumar), 41 (Fussilat)(1), 26 (Ash Shu’araa), 43 (Az Zukhruf), 46 (Al Ahqaf), dan 26 (Ash Shu’araa), 16 (An Nahl), dan “Bahasa Arab yang jelas.” Dan semua para pemberi komentar menyetujui kata “Mobeen – jelas – yang berarti jenis bahasa Arab yang paling fasih.

Mohamed:

Jadi Anda yakin bahwa Al Qur’an dalam lidah bahasa Arab yang fasih.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Itu yang mereka katakan.

Mohamed:

Jadi Anda tidak yakin.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Baiklah, bagaimana saya dapat yakin ketika saya mempunyai sebuah daftar yang berisikan lebih dari 275 kata-kata dalam Al Qur’an yang bukan bahasa Arab? 275, dengan kesaksian dari ensiklopedia. Bukan, bukan, bukan ensiklopedia. Ensiklopedia Islam, volume 26 di halaman 8222.

Mohamed:

Jadi Anda mengatakan bahwa kata-kata yang dipertanyakan melebihi 275.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Sangat tepat, 275 kata. Di sini dikatakan mengenai kata-kata asing: “Para pemberi komentar awal tidak malu mengakui ada banyak kata-kata asing dalam Al Qur’an atau untuk membahas mereka… dan seterusnya.”

Mohamed:

Kata-kata asing? Apa maksud Anda mengenai hal itu? Apakah ada penjelasan?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ini mereka. Kata-kata… kata-kata terkenal dari Etiopia, Persia, Yunani, Hindi, Seriak, Ibrani, Nabatian, Coptic , Turki, Afrika dan Barbarisme. Ada kata-kata tersebut dalam jumlah yang besar. Itu dikutip oleh Ibn Abbas, dan mereka yang setuju dengannya memberikan perhatian khusus untuk mencari asal kata dan menentukan artinya. Tetapi setelah muncul prinsip kekekalan dan kesempurnaan Al Qur’an, mereka mulai merubah pendapat mereka. Kemudian mereka mengatakan, “Tidak, Al Qur’an sepenuhnya bahasa Arab.” Tetapi inilah yang dinyatakan oleh ensiklopedia. Ensiklopedia Islam dari halaman 8222 sampai 8224. Dikatakan sebagai berikut: Dikatakan, “Sejumlah besar ahli bahasa, seperti Abi Obayd, tidak pernah berhenti mengatakan bahwa ada kata-kata asing non-Arab di dalam Al Qur’an, dan ada sejumlah peneliti yang benar-benar mengesampingkan semua pertimbangan agama dalam meneliti topik ini, seperti Al Siouty, yang memberikan perhatian khusus kepada kata-kata asing dan mendedikasikan sebuah bab khusus untuk kata-kata tersebut dalam bukunya, “Al Etqan Fi Uloum Al Qur’an.” Untuk kata-kata yang tidak ditemukan dalam bahasa Hegaz, sebuah bab didedikasikan untuk kata-kata yang tidak ada di bahasa Arab. Dan ensiklopedia, Ensiklopedia Islam menambahkan: “Di sebuah pembelajaran yang terpisah oleh Al Motawakaly, sebuah kompilasi sejumlah besar kata-kata yang dianggap berasal dari Ethiopik, Persia, Yunani, Hindi, Seriak, Ibrani… dan seterusnya.”

Mohamed:

Dan ada kata-kata dari semua bahasa-bahasa ini di dalam Al Qur’an?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya, saya akan menunjukkannya kepada Anda sekarang. Ensiklopedia Islam berisikan contoh-contoh yang disebutkan oleh Al Siouty mengenai asal elemen kata-kata Al Qur’an. Ia mengatakan: “Kata-kata yang tidak dianggap bahasa Arab sama sekali dan tidak dapat dilacak ke akar bahasa Arab, seperti Istabraq – artinya “brokat” – Zangabeel, el Fardous… Dan seterusnya mencatat 275 kata-kata non-Arab.

Mohamed:

Ini sebuah informasi yang sangat serius. Dapatkah Anda menyebutkan beberapa contoh dari kata-kata asing ini dan surat-surat yang telah Anda catat?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Dengarkan, kita mempunyai sebuah buku disini berjudul: “Ta’reekh Al Al Qur’an”, “Penulisan Sejarah Al Qur’an.”

Mohamed:

Sejarah?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Penulisan sejarah.

Mohamed:

Penulisan Sejarah Al Qur’an. “Ta’reekh”.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Ta’reekh Al Al Qur’an”, oleh Sheikh Ibrahim Al Ibiary, dicetak oleh Dar Al Ketab Al Mesry, di Kairo tahun 1981. Buku itu mengutip beberapa contoh-contoh dari kata-kata non-Arab dalam Al Qur’an, dan menunjuk sebuah buku berjudul: “Al Borhan Fi Uloum Al Al Qur’an” oleh Al Zarkashi dan buku, “Al Etqan Fi Uloum Al Al Qur’an”, oleh Al Siouty. Apakah Anda ingin mengetahui beberapa kata, arti, serta lokasinya?

Mohamed:

Ya, saya ingin menanyakan kepada Anda beberapa kata-kata asing dan bahasa asli mereka serta artinya dalam bahasa Arab? Kata pertama adalah “Al Tour”. Ya.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Al Tour”. Adalah sebuah kata asing. Darimana asalnya? Syriak. Apa artinya? “Gunung”. Dimana lokasinya? Di Surat ke 2 (Al Baqarah) ayat 63: “Ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan “Tour” di atasmu.” Artinya, “Kami angkatkan gunung di atasmu”.

Mohamed:

Al Tour.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Al Tour”, bukan ‘Tour’ dengan T ringan, tetapi ‘Tour ’ dengan ’Tah’.

Mohamed:

“Al Tour”, artinya “gunung”. Tifqa… Tafiqa.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Tafiqa… “Tafiqa” adalah sebuah kata Yunani, artinya “Mulailah keduanya”. Di Surat ke 7 (Al A’araf) ayat 22: “Dan mulailah keduanya – yaitu nabi Adam dan Siti Hawa – menutupinya dengan daun-daun.” “Al Raqeem” adalah sebuah kata Yunani, artinya “Torah”. Di Surat ke 18 (El Kahf), ayat 9: “Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?”

Mohamed:

Ada sebuah kata lainnya, “Hodna”.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Hedna”. Ini sebuah kata Yunani yang berarti “Kami bertobat”. Surat ke 7 (Al A’araf) ayat 156: “Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertobat) kepada Engkau!” “Inna Hodna Elayka”. Kata “Ta Ha” di Surat ke 20 (Ta Ha). Anda akan terkejut bahwa itu bukanlah kata bahasa Arab. Asalnya adalah bahasa Ethiopik. Artinya, “Ta’a”, “Oh, tidak”. “Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.”

Mohamed:

Bagaimana dengan kata “Sineen”? Apa bahasa asalnya?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Bahasa Yunani…

Mohamed:

Bahasa Yunani.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Bahasa Yunani… dan artinya, “berupa yang baik”.

Mohamed:

Baik?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Dekat pohon ara dan zaitun, Gunung Sinai dan daerah pedesaan ini,” “…Gunung yang berupa yang baik, ia bersumpah atasnya.”

Mohamed:

Gunung yang berupa baik.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya, maksud saya bagus.

Mohamed:

Bagaimana dengan kata “Sijil”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Kata “Sijil” adalah dari bahasa Persia dan artinya “buku” ...Ini ada di Surat ke 21 (Al Anbia’) ayat 104.

Mohamed:

Tetapi terdengar Arab bagi saya.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Itu sebuah kata bahasa Persia. Surat ke 21 (Al Anbiyaa) ayat 104, dikatakan: “(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas.”

Mohamed:

Bagaimana dengan “Istabraq”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Itu kata bahasa Persia. Artinya ”brokat kasar atau sutera yang tebal” dan ada di Surat ke 44 (Ad Dukhan) ayat 53: “Mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan,”

Mohamed:

“Mutaqabilayn”. “Al Sundus”.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Al Sundus” adalah bahasa Hindi.

Mohamed:

Asalnya dari India?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya, artinya “Pakaian bagus atau sutera yang halus”. Di Surat ke 44 (Ad Dukhan), ayat 53: “Mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan,”

Mohamed:

“Al sarriy”.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya, “Sarriya”. “Al sarriya” adalah kata bahasa Yunani. Artinya “Anak sungai”. Di Surat ke 19 (Maryam) ayat 24: “Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu.” Sungai tempat minum, jadi makan dan minum.

Mohamed:

Bagaimana dengan “Mishkah”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Mishkah” adalah bahasa Ethiopik. Artinya “Cekuk”, dalam sebuah tembok, seperti kubah cekuk di Surat ke 24 (An Nur): “Allah adalah cahaya surga dan bumi. SinarNya dapat dibandingkan dengan sebuah cekuk dimana didalamnya ada sebuah lampu.” Yaitu sebuah ruangan kecil di tembok, dimana lampu diletakkan.

Mohamed:

Bagaimana dengan…?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Durriy”? Itukah yang Anda inginkan?

Mohamed:

“Durriy”.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Durriy” adalah sebuah kata bahasa Ethiopik juga, dan artinya “Berkilau”. Dikatakan: “Lampunya ada di dalam sebuah kaca; dan kacanya seperti bintang yang berkilau.”

Mohamed:

Ya.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Nashe’at al leil” adalah bahasa Ethiopik. Artinya, “Serangan malam”, dan muncul di Surat ke 73 (Al Muzzammill) ayat 6: “Bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.”

“Keflayn” adalah Ethiopik dan artinya, “Dua bagian”. Di Surat ke 57 (Al Hadeed) ayat 28: “Hai orang-orang yang beriman (kepada para Rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian.” Yaitu dua bagian rahmat.

Mohamed:

Bagaimana dengan “Al Qaswara”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Qaswara” adalah sebuah kata bahasa Ethiopik, artinya “Singa”. Di Surat ke 74 (Al Muddaththir), ayat 51: “Lari daripada singa.”

Mohamed:

Dari seekor singa... Bagaimana dengan “Milla alukhra”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Itu bahasa Coptic. Artinya “Yang terakhir”.

Mohamed:

Ya. Kata “Ukhra” bukan bahasa Arab.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Tidak, maksud saya “Al milla.”

Mohamed:

“Al milla”... “Al millal ukhra”.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Artinya, “Yang terakhir”. Surat ke 38 (Sad) ayat 7.

Mohamed:

Artinya ”Yang terakhir”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya. “ Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir; ini (menyesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan.” “Al millal akhera”. Yaitu “Hari yang terakhir”. “Waraa’ahom.”

Mohamed:

Ya…

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Waraa’ahom” bukan berarti “Di belakang mereka”. Waraa’ahom adalah kata bahasa Coptic yang berarti “Di hadapan mereka”. Apakah Anda mengikuti? “Waraa’ahom” akan berarti “Di belakang mereka” jika itu bahasa Arab, tetapi di sini artinya, “Di hadapan mereka”. Diturunkan dari bahasa Coptic.

Di Surat ke 18 (Al Kahf): “Di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.” Ini ada di komentar Al Tabary, bukan saya sendiri. Ia berkata, “Di hadapan mereka ada seorang raja.”

Mohamed:

Bagaimana dengan “Bata’enha”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Bahasa Coptic juga, dan artinya berlawanan dengan arti bahasa Arab “Batn”, yang berarti, “Bagian dalam”. Jika kita mengambilnya dari “Batan”, akan berarti “Dari dalam”, tetapi dalam bahasa Coptic artinya “Permukaan luarnya”.

Mohamed:

Dari luar.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Surat ke 55 (Ar Rahman), ayat 54: “ Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra.” Artinya, bagian luarnya terbuat dari brokat atau sutra.

Mohamed:

“Abareeq”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Bahasa Persia… artinya “Piala”. Di Surat ke 56 (Al Waqi’a), ayat 18.

Mohamed:

“Injeel”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Bahasa Yunani dan artinya “Kabar gembira”. Ketika kita berkata “Injeel Matius”, artinya, “Kabar gembiar yang dibawakan Matius.” Ya, pesan gembira.

Mohamed:

Kata “Injeel” ada di Al Qur’an juga.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya, dan mengapa begitu? Ini adalah semua kata-kata yang muncul di Al Qur’an, yang bukan berasal dari Arab, tetapi mereka masih menyebutnya “ini bahasa Arab yang jelas.” Ini tidak jelas, ini telah….

Mohamed:

Kata-kata dari bahasa lain.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Kata-kata bahasa asing.

Mohamed:

Baik, “Taboot”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Bahasa Coptic juga, artinya “Peti jenazah”.

Mohamed:

“Juhannam”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Bahasa Coptic juga ... Maaf, bahasa Ibrani.

Mohamed:

Bahasa Ibrani.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Dari bahasa Ibrani. Artinya, “Api atau neraka jahanam”. Surat ke 8 (Al Anfal), ayat 36.

Mohamed:

Bagaimana dengan “Zakat”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Dapatkah Anda mempercayai ini? Itu adalah kata bahasa Ibrani.

Mohamed:

Tidak!

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Percaya saya, itu adalah kata bahasa Ibrani. Artinya, “Sebagian uang”.

Mohamed:

Dan asalnya…

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Sebuah kata bahasa Ibrani.

Mohamed:

Aneh tapi nyata!

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Anda tahu, ada banyak bani Israil yang tersebar di Medinah dan bahasa mereka dikenal dan digunakan.

Mohamed:

“Sijjeel”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Sijjeel” is Pahlavy … adalah bahasa Persia.

Mohamed:

Bahasa Persia.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Artinya “Lumpur padat”. “Ia melempari mereka dengan batu sijjeel.” Yaitu lumpur padat.

Mohamed:

“Suradeq”.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Bahasa Persia. Artinya “Paviliun”.

Mohamed:

Apa?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Paviliun seperti sebuah tenda.

Mohamed:

Oh ya, tenda. Bagaimana dengan kata “Surat”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Asalnya “Seriak”. Artinya “bagian” atau “bab”, seperti sebuah bab buku.

Mohamed:

Bagaimana dengan “Ferdouss”?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

“Ferdaouss” adalah kata bahasa Pahlavy, dan artinya “Sebuah taman”. “Taghooth” adalah kata bahasa Ethiopik, artinya “Musuh”. “Taghooth” artinya “Musuh”. “Ma’aoon…” Bahasa Ibrani. Artinya, “Sebuah tempat”. “Ma’aoon” adalah sebuah kata Ibrani.

Mohamed:

Banyak kata-kata yang bukan bahasa Arab.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

275 kata. Kita hanya mencatat 30 kata. 275 kata asing dan pada akhirnya mereka mengatakan: “Bahasa Arab yang jelas.”

Mohamed:

Saya mempunyai sebuah pertanyaan dari episode sebelumnya. Kita tidak mempunyai waktu untuk menjawabnya dan saya mempunyai sebuah pertanyaan lainnya, pertanyaan terakhir. Pertanyaan dari episode yang lalu adalah sebuah pertanyaan rohani, yang menanyakan: “Mengapa Allah menciptakan saya?” Dan pertanyaan ini ditanyakan oleh semua orang. Silahkan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa Allah menciptakan kita untuk menyembah Dia, untuk menyembah Dia, Ia menciptakan kita untuk menyembah Dia. Yaitu tujuannya adalah penyembahanNya. Dalam kasus ini, sejujurnya, Allah akan terlihat seperti seseorang yang butuh disembah. Ia menciptakan mereka untuk menyembah Dia.

Tidak… tetapi dalam ajaran Isa Al-Masih, Allah menciptakan kita dari kebesaran kasihNya. Ia mengasihi kita, jadi Ia menciptakan kita, dan ketika kita datang untuk mengenal kasihNya, kita mengasihi Dia dengan lebih lagi sebagai balasannya, dan puncak kasih tersebut adalah penyembahan. Seseorang berkata, “Ini dan itu begitu mengasihi, ini dan itu sampai sedemikian memuja.” Apa artinya, “Sampai sedemikian memuja”? Artinya ia tidak dapat menyatakan bahwa apapun dari dia, karena seorang budak tidak mempunyai hak. Oleh karena itu penyembahan merupakan hasil, bukan tujuan. Dan oleh karena itulah ajaran Isa Al-Masih adalah kasih. Kita berkata bahwa Allah menciptakan kita karena kasihNya, dan Ia mau kita hidup di dalamNya, dalam kasih. “Kita mengasihi Dia karena Ia mengasihi kita terlebih dahulu.”

Mohamed:

Jadi bukan karena maksud perbudakan atau perhambaan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Tidak, jika seperti itu Allah akan egois.

Mohamed:

Dan bukan agar kita menjadi budak Allah.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Tidak, tapi harus kehendak kita sendiri.

Mohamed:

Tetapi kita menjadi penyembah Allah.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Kita melakukan ini dari kehendak bebas kita sendiri, tetapi ini bukan tujuan Allah.

Mohamed:

Dan kita menyembah Allah karena kita percaya kepadaNya.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Dan mengasihi Dia.

Mohamed:

Dan kasih kita kepadaNya, jadi kita menyembahNya dan mengagungkanNya dan meninggikanNya.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Karena itu sesuai bagiNya. Ia tidak menciptakan kita untuk tujuan khusus ini; ini adalah hasil dari kasih kita. Apakah jelas? Perbedaan antara tujuan dan hasil? Tujuan artinya tujuan saya untuk melakukan hal tersebut, tetapi hasil… hasil bukanlah tujuan. Seelah menyelesaikan suatu tujuan, kita mendapatkan hasil.

Mohamed:

Tujuannya adalah kasih Allah dan hasilnya adalah penyembahan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya. Hasilnya penyembahan.

Mohamed:

Terima kasih. Pertanyaan terakhir: “Apa yang harus saya lakukan agar memiliki hubungan pribadi dengan Allah?”

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Betapa indah. Sebuah pertanyaan yang indah!

Mohamed:

Karena setiap ciptaan mengingini Penciptanya.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ini sangat indah. Apa yang saya lakukan, saya hanya mendengarkan suaraNya, karena Ia berkata: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk; jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku akan masuk.”(*) Program ini adalah Allah yang mengetuk hati. Ia berkata, “Aku di sini.” Dan Anda duduk dan menonton… Anda tidak di sini secara kebetulan. Tidak, ada sebuah tujuan dan rencana untuk Anda dengar, ketika saya mendengar ketukan kasihNya, saya membuka hati saya bagi Dia. Ia berkata, “ Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk; jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan Aku pintu, Aku akan masuk.”(*) Ketika Ia masuk ke dalam hidup saya, sebuah hubungan pribadi antara saya dan Dia dimulai, sebuah hubungan kasih yang didasari oleh kasihNya kepada saya. Dan Dia-lah yang datang kepada saya untuk memasuki hati saya. Jadi saya menerima Dia, dan berkata kepadaNya: “Silahkan masuk Allah, masuklah ke dalam hatiku.” Saya ingin agar semua pemirsa saat ini mengatakannya dengan saya: “Ya Allah, Engkau mengetuk pintu hatiku. Aku membuka pintu bagi Engkau, Tuanku. Masuklah, dan tinggallah dalamku, supaya aku dapat hidup dalam hubungan suci denganMu, sebuah hubungan pribadi, sebuah hubungan kasih. Amin.” “Aku berterima kasih karena Engkau mendengar doaku dan Engkau telah mengabulkan permohonanku. Amin.”

Mohamed:

Terima kasih. Apa rintangannya? Ini adalah hasrat dan keinginan semua orang, untuk mempunyai hubungan pribadi dengan Allah. Apa yang merintangi manusia untuk membuat atau mengambil keputusan ini?

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Halangannya… mungkin ada banyak halangan, dan semua halangan datang dari kita, bukan dari Allah, karena Allah menginginkan: “Semua manusia diselamatkan dan mengenal kebenaran.”(*) Jadi jika ada halangan, itu ada di bagian saya… keras hati, keengganan, dosa yang mengikat saya dan tidak mau saya lepaskan, agar dapat hidup dengan Allah. Tidak adanya kepercayaan dan iman dapat terjadi dengan mudah, bahwa Allah akan begitu saja masuk ke hati saya karena Ia mengasihi saya. Tidak adanya kepercayaan dan iman. Bukankah itu benar? Tetapi jika seseorang bersungguh-sungguh mengasihi Allah, Allah pasti akan memenuhi keinginannya.

Mohamed:

Tetapi ada hal-hal yang lebih besar atau lebih hebat dari kita manusia, yang memisahkan kita dari Allah.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Dosa dan setan. Dosa dan setan… Baiklah, saya menempatkan mereka bersama-sama. Allah adalah Allah yang penuh kasih, yang memanggil saya ke jalan keselamatan, betul? Ia mungkin mencabut kenikmatan fisik saya, tetapi Ia akan memberikan saya sukacita rohani dan damai sejahtera. Akan tetapi setan melakukan hal yang sebaliknya. Ia memberikan saya kenikmatan sementara dan mencuri damai sejahtera saya. Mana yang saya pilih? Setiap orang pandai, kita dapat mengevaluasi positif dan negatifnya, dan setiap orang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Jadi sekarang Allah menawarkan kasihNya, dan bersama-sama dengan kasih tesebut, Ia menawarkan damai sejahtera, ketenangan, suka cita, dan keamaanan di dunia dan di surga. Setan menawarkan dosa, kenikmatan sementara dan kenikmatan duniawi, serta menghancurkan atau mencuri damai sejahtera dan sukacita manusia. Dan ia terus menerus merasa letih.

“Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi”. Tidak ada kepuasan, tetapi orang yang pandai harus mempertimbangkan kasih Allah dan damai sejahtera bersama Dia, dan godaan setan dan damai sejahtera yang hilang. “Tidak ada damai bagi orang jahat kata Allah. Tetapi yang jahat seperti laut bergelora yang tidak dapat tenang, yang airnya melemparkan lumpur dan kotoran.”(*) tetapi Isa Al-Masih berkata, “Damai Aku berikan kepadamu.” “Marilah kepadaKu semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadaMu.” Jadi kita datang dan menyerahkan beban kita kepadaNya… keletihan, penyakit, depresi, masalah, kebutuhan kita, dan kita katakan kepadaNya: “Allah, Engkaulah Bapaku. Aku serahkan semuanya di kakiMu. Engkaulah yang memelihara burung-burung di udara, jadi hidupku ada di tanganMu.”

Mohamed:

Allah sangat meninggikan manusia dan sangat mengasihi manusia juga. Dapatkah Anda membagikan kepada saya beberapa ayat mengenai bagaimana Allah meninggikan manusia? Silahkan.

Bpk. Pdt. Zakaria B.:

Ya. “Bukan lagi sebagai hamba… yaitu sebagai saudara yang kekasih.” Betapa indah – saudara yang kekasih. Ia juga berkata, “Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anakKu laki-laki dan anak-anakKu perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa.” “Karena engkau berharga di mataKu, Engkau telah ditinggikan, dan Aku mengasihi engkau; Oleh karena itu Aku memberikan manusia kepadamu, dan orang-orang untuk hidupmu, jangan putus asa karena Aku-lah Allah-mu, Aku akan menguatkan engkau, ya, Aku akan menolong engkau, Aku akan menopang engkau dengan tangan kanan kebaikanKu. Jangan takut engkau cacing Yakub, Aku akan menjadikan engkau pembajak dengan gigi yang tajam; engkau akan membajak gunung-gunung dan menghancurkan mereka kecil-kecil, dan membuat bukit-bukit seperti sekam”(*) Janji Allah baik untuk anak-anakNya. Datang kepadaku, Aku akan berikan kepadamu.

Mohamed:

Terima kasih banyak. Pemirsa terkasih, apakah Anda telah mendengar Allah mengetuk pintu hati Anda? Allah dari kekekalan mengasihi manusia dan meninggikan dia, dan menciptakan dia dalam rupa terbaik. Ia menciptakan manusia seperti rupaNya sendiri. Kita seperti Allah… Kita berbentuk terbaik. Allah mengatakan kepada Anda saat ini: “Aku sudah mengasihimu dengan kasih yang tidak berkesudahan; jadi dengan kasih kebaikan, Aku sudah menarik engkau.”(*) Allah Maha Pengampun, Bapa, penuh kasih, Ia-lah sumber kasih, sumber kelimpahan; Ia ingin memberikan kita kehidupan kekal. Ia juga ingin menuliskan nama-nama kita di buku kehidupan. Saya sendiri telah membuat keputusan dan saya menyerahkan hati saya kepada Allah. Saya mengangkat mata dan ruh saya kepada Allah saya, pencipta surga dan bumi, dan memohon pengampunan padaNya, dan untuk hidup denganNya. Dan saya mulai mempunyai hubungan pribadi dan persahabatan dengan Bapa surgawi saya, dan betapa indahnya persahabatan ini! Betapa indahnya persahabatan dengan Allah surga dan bumi, dengan Pencipta saya dan Raja saya, Raja atas segala raja, dan Allah dari segala allah. Angkat hati Anda bersama dengan saya kepada Allah, dan serahkan ruh dan hati Anda kepada Dia, supaya Ia akan menetap dalam hati Anda selamanya, dan supaya Anda akan bersama dengan Dia di surga dan surga kekal.

Terima kasih dan sampai kita berjumpa kembali.


Texts being used:

The Indonesian Bible text used for New Testament is “The Indonesian (1912 Translation) – Greek Diglot New Testament” – “Kitab Suci Injil Dwibahasa Indonesia (Terjemahan 1912) – Yunani” version. © LAI (Lembaga Alkitab Indonesia – Indonesian Bible Society), 2000.

The Indonesian Bible text used for Old Testament is “The New Translation, 1974” – “Alkitab Terjemahan Baru (TB), 1974” version. © LAI (Lembaga Alkitab Indonesia – Indonesian Bible Society), 1974.

The Indonesian Al Qur’an text used is taken from
http://Quran.al-islam.com/

Indonesian version:
http://Quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSora=1&nAya=1&nSeg=1&l=eng&t=ind

Notes on this episode:

(*) For verses that is not clearly defined, the translation is done directly as the text said, not taken from the quote in the Bible – Untuk ayat-ayat yang tidak direferensikan secara jelas, terjemahan dilakukan secara langsung seperti apa kata text, bukan diambil langsung sesuai dengan teks dari Kitab Suci.

(1) Should be Surah 41. We change it from Surah 42 into Surah 41. – Seharusnya Surat ke 41. Kita merubahnya dari Surat ke 42 menjadi Surat ke 41.